St. Maria Ratu Rosario
Yun 1:1-17;2:10
Mzm (Yun): 2:2-4.7
Luk 10:25-37
Setiap kali kita berdoa Rosario kita tidak menjadikan Bunda Maria sebagai pusat perhatian kita. Kita berdoa bersama Bunda Maria untuk berjumpa dengan Yesus Puteranya. Ad Iesum per Mariam. Kita merenungkan semua peristiwa kehidupan Yesus dalam kehadiran Bunda Maria tanpa henti bersama Yesus Puteranya. Permenungan tentang kehidupan Yesus di dalam peristiwa-peristiwa Rosario merupakan aktualisasi Injil Yesus Kristus sendiri. Dengan kata lain, peristiwa-peristiwa Rosario yang kita doakan mulai dari peristiwa gembira, sedih, mulia dan terang merupakan permenungan tentang peristiwa Yesus dari Injil yang berhubungan dengan Maria Bunda. Tentu ini bukan berarti Bunda Maria merebut kemuliaan ilahi Yesus. Yesuslah yang memuliakan ibuNya. Yesuslah yang menyadarkan kita bahwa IbuNya adalah ciptaan yang paling unggul dan kudus dibandingkan dengan ciptaan yang lain.Kalau kita merenungkan peristiwa-peristiwa Rosario, kita juga dibantu untuk merenungkan figur Bunda Maria, seorang wanita kudus yang mampu berbela rasa dengan sesama. Ia berbela rasa dengan kita semua. Ia menjadi sesama karena dia adalah Bunda yang berbelas kasih dan senantiasa berdoa bagi kita kaum pendosa. Kita selalu berdoa: “St. Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati. Amen”. Ini adalah intensi Gereja untuk meminta Bunda Maria berbela rasa dengan setiap pribadi, sekarang sampai pada saat ajal tiba.
menggambarkan nuansa yang sama dengan kehidupan Bunda Maria terutama semangat berbela rasa untuk menjadi sesama. Sesama yang baik adalah Dia yang memiliki rasa belas kasih dan semangat rela berkorban untuk kebaikan dan kebahagiaan orang lain. Di dalam bacaan pertama, kita mendengar kisah Yunus dan panggilannya. Tuhan memanggil Yunus untuk pergi ke Niniwe supaya menyerukan seruan tobat karena kejahatan mereka sudah sampai ke telinga Tuhan. Yunus tidak mengerti rencana Tuhan maka ia pun melarikan diri ke Tarsis yang dipikirnya jauh dari mata Tuhan. Dalam perjalanannya ke Tarsis, kapal yang ditumpanginya mengalami badai yang besar. Para awak kapal membuang undi untuk mengetahui siapa dalang dari badai tersebut. Akhirnya Yunuslah yang dianggap menjadi dalang shingga dibuang ke dalam laut. Pada waktu itu seekor ikan besar menelan Yunus dan ia tinggal di dalam perut ikan itu tiga hari dan tiga malam. Yunus akhirnya dimuntahkan ke darat dan tetap hidup.
Kisah Yunus ini memang menarik perhatian kita semua. Tuhan memanggi dan mengutusnya tetapi Yunus sendiri tidak mengerti maksud Tuhan. Tuhan mau menyadarkan Yunus supaya dapat berela rasa dengan orang-orang Niniwe yang berdosa. Apa yang harus dilakukan Yunus? Tentu saja Yunus mau berbela rasa dan membagi semua kebaikan dan belas kasih Tuhan kepada mereka supaya mereka dapat bertobat dan percaya kepada Allah yang benar. Hasil seruan tobat sebagai wujud berbela rasa dari Yunus adalah semua orang Niniwe bahkan hewan dan tumbuhan akan menyatakan pertobatan mereka di hadirat Tuhan. Memahami kisah Yunus ini membuat kita juga berefleksi tentang diri kita masing-masing. Banyak kali kita mengambil jalan pintas dengan membenarkan diri kita, dengan membuat pelarian-pelarian tertentu kepada hal-hal yang menyenangkan bathin kita sehingga kita lupa pada panggilan dan perutusan Tuhan untuk berbela rasa dengan sesama manusia. Tuhan menghendaki supaya kita menjadi tanda dan pembawa kasih dan pertobatan kepada sesama.
Di dalam bacaan Injil, kita mendengar kisah orang Samaria yang murah hati. Kisah ini dimulai dengan munculnya seorang ahli Taurat yang bertanya kepada Yesus persyaratan untuk memperoleh hidup kekal. Yesus tidak menjawab pertanyaan, sebaliknya Ia bertanya kepada ahli Taurat tentang hukum yang pertama dan terutama di dalam agama Yahudi. Sebagai seorang ahli Taurat, ia sudah tahu semuanya. Untuk membenarkan dirinya ia bertanya lagi kepada Yesus, apa yang masih kurang. Yesus melihat titik kelemahannya terutama kemampuan untuk mengasihi sesama dengan memberi perumpamaan tentang orang Samaria yang murah hati.
Dikisahkan bahwa ada seorang Yahudi yang melakukan perjalanan ke Yerikho. Ia dirampok dan dipukul hingga babak belur. Ketika ia dalam keadaan sekarat, lewatlah di dekatnya seorang imam dan Lewi dan melewatinya begitu saja. Pada kesempatan lainnya lewatlah seorang Samaria yang sebenarnya adalah musuh orang Yudea. Ia menaruh belas kasihan kepada orah Yudea yang babak belur dan berlumuran darah itu. Ia membersihkan luka-luka, membalutnya dengan kain, membawanya di atas keledai dan membawa ke tempat penginapan. Ia masih berjanji untuk menambah biaya perawatan kalau memang dibutuhkan. Imam dan Lewi memang sama-sama orang Yudea tetap tidak berani menyentuh manusia yang berlumuran darah atau jenasah karena najis atau kotor. Orang yang meskipun musuh, lawan politik, tidak disukai tetapi ada rasa belas kasih untuk menolong dapatlah menjadi sesama. Apakah anda memiliki rasa belas kasihan dengan orang lain, musuh sekali pun?


