Luk 6:12-16
Pada hari ini kita merayakan pesta St. Simon dan Yudas. Penginjil Lukas menamakan Simon orang Zelot (Luk 6:15; Kis 1:13), dia berasal dari Kana (Mat 10:4;Mrk 3:18). Zelot berasal dari kata Yunani Zelotes yang berarti penghasut atau pengikut yang giat. Dalam bahasa Ibrani disebut kanai yang berarti giat melayani Yahwe. Orang-orang zelot adalah kelompok orang Yahudi pada zaman Yesus Kristus berperan menghasut orang-orang muda untuk memberontak, mengatakan bahwa membayar pajak berarti menjadi budak orang Romawi. Kelompok orang zelot ini berjuang untuk melawan orang-orang Romawi yang pada saat itu menguasai Israel. Impian mereka adalah mencapai kemerdekaan bagi bangsa Israel.
Yudas adalah rasul yang juga dikenal dengan nama Tadeus (Mrk 3:18; Mat 10:3) atau disebut juga Yudas anak Yakobus (Luk 6:16; Kis 1:13). Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa pada malam perjamuan terakhir, ia bertanya kepada Yesus: “Tuhan mengapa Engkau hendak menyatakan diri dengan jelas kepada kami, tetapi tidak kepada dunia?” (Yoh 14:22). Yesus menjawabi Yudas: “Barang siapa mengasihi Aku, menuruti perkataanKu dan BapaKu akan mengasihi dia dan kami akan datang kepadanya dan tinggal bersama dia” (Yoh 14:22). Meskipun kedua rasul ini tidak banyak dikenal tetapi mereka melayani Tuhan dengan diam-diam. Satu hal yang menarik perhatian kita adalah pada saat mereka mengikuti Yesus, ada rasa nasionalisme yang kuat. Sebagai griliawan, mereka berharap agar pada suatu saat Yesus dapat memimpin mereka untuk mengusir penguasa Romawi. Tuhan Yesus kemudian mengubah mereka sehingga menjadi griliawan yang mewartakan Yesus sampai menjadi martir. Kedua rasul ini tekun dalam panggilan dan mereka dapat menjadi model bagi kita.Bacaan-bacaan liturgi pada pesta kedua rasul ini menarik perhatian kita. St. Paulus di dalam bacaan pertama memberi semangat kepada Gereja di Efesus untuk menyadari kekudusan mereka. Paulus menulis: “Sekarang kamu tidak lagi orang-orang asing atau tamu, tetapi sesama warga umat kudus, keluarga Allah.” (Ef 2:19). Melalui sakramen pembaptisan kita semua diorientasikan kepada hidup kekal dalam Kristus. Hidup kekal itu tidak membedakan apa dan siapa orang itu, tetapi Tuhan yang punya rencana untuk memanggil kita kepada kekudusan. Dengan sakramen pembaptisan maka kita semua menjadi tempat kediaman Tuhan. Rumah Tuhan dibangun di atas para rasul dan nabi, batu sendinya adalah Kristus sendiri. Di dalam Yesus seluruh jemaat menjadi satu. Dengan sakramen pembaptisan kita percaya bahwa Tuhan ada di dalam diri setiap orang sehingga layaklah menjadi tempat kediaman Roh Kudus.
Hal yang meneguhkan kita adalah dengan sakramen pembaptisan kita semua menjadi anggota-anggota rumah Allah. Menjadi anggota rumah Allah berarti memiliki ikatan sebagai satu keluarga Allah. Selanjutnya menurut Paulus, kita tidak hanya menjadi anggota rumah Allah tetapi kita juga menjadi bait Allah yang sejati. Kita menjadi bait Allah sejati sekaligus menjadi satu komunitas. Sebagai satu komunitas persaudaraan maka para anggota jemaat dapat menunjukkan rasa solidaritas dan semangat untuk berbagi satu sama lain.
Tentu saja Yesus selalu mengenang para murid yang dikasihiNya dalam doa sehingga Ia pun memilih mereka sebagai RasulNya. Keberhasilan misi Yesus dan iman orang lain sangat tergantung pada mereka. Kita perlu menyadari bahwa iman yang kita aku yakni iman kepada Kristus merupakan iman para rasul. Yesus juga menunjukkan kepada kita bahwa Ia tidak melakukan kehendakNya sendiri tetapi kehendak Bapa. Makanya semalam-malaman Ia berdoa kepada Bapa. Yesus akan menyertai para rasulNya dan berdoa bagi mereka (Yoh 17:9). Ia sangat terhibur karena sehari sebelum wafat di salib Ia tahu bahwa tak seorang pun dari antara mereka yang diserahkan Bapa kepadaNya tidak hilang (Yoh 17:12).