Ada seorang pria yang pergi kepada sang guru untuk meminta nasihat. Ia berniat untuk menjadi orang yang baik sehingga kelak bisa masuk surga. Sebelumnya ia selalu jatuh dalam dosa ringan dan dosa berat. Ia merasa bahwa sekarang ini adalah kesempatan yang baik untuk bertobat. Apa reaksi sang guru setelah menengarnya? Sang guru mengajaknya berjalan-jalan di hutan dekat pertapaannya. Ketika tiba di suatu tempat sang guru menyuruhnya untuk mencabut sebatang pohon kecil yang menempel di atas batu. Ia dengan mudah melakukannya, bahkan dengan cara sederhana yakni menjepit pohon kecil itu di antara dua jarinya dan mencabutnya. Baginya, ini adalah pekerjaan yang mudah. Mereka melanjutkan perjalanan lagi dan tiba di satu tempat lain. Sang guru menyuruhnya untuk mencabut lagi pohon yang kelihatan mengganggu pertumbuhan pohon buah-buahan di sampingnya. Dengan mudah ia melakukannya, kali ini dengan satu tangannya saja ia berhasil mencabut pohon itu. Mereka melanjutkan perjalanan lagi dan tiba di satu tempat lain. Kali ini ada pohon yang lebih besar lagi. Ia disuruh sang guru untuk mencabutnya. Ia berusaha untuk mencabut pohon itu dengan kedua tangannya tetapi ia tidak mampu. Pohon itu akarnya semakin dalam dan sulit untuk bisa dicabut. Ia pun menyerah. Ia jujur kepada sang guru bahwa ia tidak mampu mencabut pohon itu, meskipun menggunakan dua tangannya.
Pria katolik kadang-kadang memiliki kebiasaan-kebiasaan buruk tertentu seperti umumnya di lakukan oleh para pria lainnya. Misalnya seorang yang selalu merokok, ketika disarankan untuk berubah, ia akan merasa seperti pohon yang akarnya sudah ada di dalam tanah dan sulit sekali untuk dicabut. Ia boleh berusaha tetap selalu gagal di dalam hidupnya karena kebiasaan itu sudah mendarah daging. Mungkin yang ada dalam pikirannya adalah rumusan pembenaran diri terhadap kebisaan-kebiasaan buruknya. Contoh lain, ada seorang ibu yang pernah mengeluh karena suaminya kelihatan terlalu egois. Apa saja dilakukannya sendiri tanpa pernah meminta bantuan. Istrinya merasa seperti hiasan di rumah saja. Setelah diteliti ternyata sejak kecil suaminya didik untuk menjadi orang yang super mandiri. Kebiasaan itu ia bawah sampai hidup berkeluarga dan menyulitkan relasi antar pribadi di dalam keluarga. Sebenarnya ketika masuk ke dalam hidup yang praktis seperti ini, perlu bersikap fleksibel dan membangun kebiasaan membutuhkan orang lain dan Tuhan di dalam hidup.
Bertobat secara radikal itu mengandaikan penguasaan diri yang besar terhadap kebiasaan-kebiasaan buruk di dalam hidup kita. Banyak kali kita pandai menilai sesama dengan dosa dan salah mereka. Kita lupa bahwa Tuhanlah yang memiliki kuasa untuk mengampuni dosa-dosa kita. St. Paulus mengatakan: “Segala sesuatu adalah dari Dia, dan oleh Dia dan kepada Dia: Bagi Dialah kemuliaan sampai selama-lamanya” (Rm 11:36). Seandainya kita boleh mengikuti ajakan Paulus ini maka tidak ada lagi kebiasaan buruk yang menyerupai pohon yang sulit dicabut. Hari ini coba ambil waktu sejenak dan temukanlah di dalam dirimu kebiasaan-kebiasaan buruk yang anda miliki. Tanyalah di dalam bathinmu, kebiasaan buruk apa saja yang masih mendarah daging dan susah untuk dihilangkan. Ingatlah pesan Yesus: “Aku mengasihi Engkau!” Namun kita juga tidak harus buta terhadap kelemahan-kelemahan manusiawi yang ada di dalam diri kita. Kebiasaan-kebiaaan buruk memang sulit sekali diubah atau dicabut di dalam hidup kita hendak disingkirkan sehingga Tuhan benar-benar mendapat tempat yang layak di dalam hati kita.
Saya mengakhir renungan ini dengan mengutip perkataan St. Fransiskus dari Sales: “Allah sangat menghargai pertobatan sehingga sekecil apa pun pertobatan di dunia, asalkan itu murni, menyebabkan Dia melupakan segala jenis dosa, bahkan setan pun akan diampuni semua dosanya, jika saja mereka memiliki penyesalan”. Mari kita membangun semangat pertobatan di dalam hidup kita. Jadilah baru di dalam Kristus.