St. Yosafat, Uskup dan Martir
Hari Selasa, Pekan Biasa XXXII
Keb 2:23-3:9
Mzm 34:2-3.16-17.18-19
Luk 17:7-10
Orang Jujur memiliki Jiwa yang Baka
St. Yosafat lahir di Polandia dengan nama asli Yohanes Kunzewich. Ketika berusia 16 tahun, ia dikirim oleh orang tuanya ke kota Wilma, Rusia untuk belajar ilmu perdagangan.Ia adalah anak yang rajin bekerja. Sambil belajar ilmu perdagangan ia merasa tidak ada kecocokan, ia justru lebih tertarik kepada hidup kerohanian. Selama belajar ia juga menyaksikan relasi yang tidak bersaudara antara penganut ortodoks dan katolik Roma. Hal yang mengherankan baginya adalah mengapa harus bermusuhan karena semuanya percaya kepada Kristus yang sama. Pada tahun 1604 ia masuk biara Tritunggal Mahkudus dan menerima nama baru Yosafat. Tahun 1609 ia ditahbiskan sebagai imam, delapan tahun kemudian ditahbiskan sebagai Uskup di Polotsk. Selama menjadi gembala, ia banyak mendirikan biara-biara dan mengusahakan dialog antara gereja katolik dan orthodox. Pada tanggal 12 November 1623 ia dibunuh dan jenasahnya kemudian di buang ke sungai Dvina. Kemartirannya membuka mata banyak orang untuk bertobat dan kembali ke pangkuan Gereja Katolik Roma.
Hidup dan mati berada di tangan Tuhan. Yosafat pasti menyadari indahnya kehidupan sebagai seorang gembala. Untuk mempersatukan pihak-pihak yang bersengketa itu tidaklah mudah. Ada saja rasa benci yang bisa diungkapkan dalam wujud kekerasan dan pembunuhan. Sebagai seorang gembala Yosafat menunjukkan kematangan hidup rohani dan imannya kepada Yesus Kristus. Bacaan pertama dari Kitab Kebijaksanaan menginspirasikan kita untuk memahami makna kemartiran. Penulis Kitab Kebijaksanaan menulis: “Sebab Allah telah menciptakan manusia untuk kebakaan, dan dijadikanNya gambar hakekatNya sendiri.” (Keb 2:23). Orang-orang benar, orang-orang jujur hidup untuk Tuhan maka mereka juga memperoleh kebakaan jiwa. Mengapa demikian? Karena mereka diciptakan oleh Tuhan dan memiliki gambar atau wajah yang sehakekat denganNya. Hidup bersama Allah berarti hidup kekal. Hidup seperti malaikat yang siang dan malam melayani Tuhan.
Namun demikian dosa juga tidak dapat dihindari manusia. Ada saja kecenderungan manusia untuk berbuat dosa dan mengulanginya terus menerus. Bagi penulis Kitab Kebijaksanaan, hal ini terjadi karena rasa dengki yang bekecamuk di alam hati manusia. Setan pun masuk dan mengusai manusia dan membawa kepada kehancuran. Itulah maut yang selalu akan menjemput setiap orang. Orang mati karena dosa. Namun satu hal yang harus selalu kita ingat yaitu keselamatan tetaplah ada di pihak Tuhan. Tuhan menguji dan memurnikan hidup orang supaya bersatu denganNya selama-lamanya. Jadi orang-orang jujur atau orang benar memang mengalami penderitaan bahkan kematian tetapi hal ini bukan berarti kehancuran. Apa yang nampak dalam mata manusia merupakan kehancuran misalnya tubuh, tetapi Tuhan akan memberikan kebakaan atau kekekalan. Kematian menjadi awal hidup bagi orang jujur di hadirat Tuhan. Hidup manusia diubah dari hidup yang fana menjadi hidup ilahi di dalam Yesus Kristus.
Di dalam bacaan Injil Tuhan Yesus memberikan pengajaran tentang bagiamana menjadi abdi yang setia. Abdi atau hamba yang setia harus berusaha hari demi hari untuk menjadi pelayan yang baik. Yesus memberi contoh seorang yang melayani tuannya. Meskipun seharian bekerja di ladang, tetapi ketika kembali ke rumah majikannya, ia tidak akan langsung diajak untuk duduk dan makan bersama. Ia akan diminta majikannya untuk melayani sampai selesai semuanya. Setelah itu ia boleh duduk dan makan sendiri. Prinsip yang baik adalah: “Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna. Kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (Luk 17:10). Ini simbol kepatuhan dan kerendahan hati manusia kepada Tuhan.
Tuhan Yesus Kristus adalah pelayan sejati. Ia mentaati kehendak Bapa di Surga untuk menyelamatkan umat manusia. Ia memiliki tugas luhur untuk memberi kebakaan kepada setiap orang yang percaya kepadaNya. Satu hal yang penting di sini adalah Ia datang untuk melayani bukan untuk dilayani dan membawa penebusan berlimpah kepada umatNya. Yesus adalah satu-satunya Penebus dan Juru Selamat kita. Ia melayani manusia yang berdosa dan memberikan hidup kekal kepada mereka. Ini adalah hal yang luhur yang patut kita ikuti. Orang berdosa diampuniNya dan diberikan tempat yang layak di surga. Berbeda dengan kita yang selalu membuat perhitungan dalam pelayanan-pelayanan kita. Kita selalu menghitung berapa besar pengabdian kita kepada Tuhan dan sesama. Tuhan tidak pernah membuat perhitungan, Ia mengabdi kita satu kali untuk selama-lamanya.
Pada hari ini Tuhan mengajak kita melalui SabdaNya untuk membangun komitmen sebagai abdi atau hamba yang menyerahkan diri sepenuhnya hanya untuk Tuhan dan sesama. Untuk menjadi pelayan Tuhan yang baik, kita harus memulainya dalam keluarga masing-masing. Apakah anda adalah abdi yang baik dalam hidup berkeluarga? Apakah anda melayani karena mengasihi? Orang yang melayani karena mengasihi akan memiliki jiwa yang baka. Dia akan bersatu dengan Allah yang adalah kasih (1Yoh 4:8)!
Doa: Tuhan, kami berterima kasih kepadaMu karena Engkau juga memberi kebakaan kepada kami. Semoga suatu saat kami juga menikmati kehidupan kekal bersamamu di Surga. Amen
PJSDB