Tutuplah mulutmu!
Adalah sebuah fenomena yang menarik. Ketika masih bertugas di Weetebula, Sumba Barat Daya, Provinsi Nusa Tenggara Timur, saya membantu mengajar di sebuah sekolah swasta. Ketika sedang mengajar di kelas A, di kelas B selalu tidak ada gurunya maka para siswa juga tidak belajar dan selalu membuat kegaduhan. Setiap kali saya mampir di kelas itu, saya selalu bertanya biang keributan di kelas. Tidak pernah ada siswa yang mengaku melakukan kegaduhan. Suaranya memang saya kenal tetapi ketika saya pura-pura bertanya, suara siapa yang membuat gaduh di kelas, jawaban umumnya adalah: “Bukan saya melainkan dia atau mereka”. Hingga selesai tugas di sekolah itu, aksi saling melindungi ini tetap ada. Mungkin ada prinsip seperti ini: “Kalau mau aman, tetap jadi kawan maka tutuplah mulutmu”. Kelas B itu merupakan kelas yang mati karena semua siswa memiliki kekompakan semu.
Ada pengalaman yang lain. Pada suatu kesempatan saya mengunjungi Lapas untuk kaum pria. Saya memiliki kesempatan untuk berbincang-bincang dengan banyak penghuninya. Hampir lima puluh persen di antara mereka mengakui bahwa mereka tidak melakukan kejahatan apa pun, tetapi mereka memilih melakukan aksi tutup mulut terhadap kejahatan orang dekatnya, dan mereka merelakan diri menghuni Lapas untuk beberapa tahun. Memang aneh tapi nyata. Orang berani “pasang badan” dengan menutup mulutnya untuk menghuni Lapas demi orang lain yang melakukan kejahatan. Ketika orang yang tak bersalah itu berada di Lapas, kejahatan sejenis tetap berlanjut karena para pelakunya masih berkeliaran di luar.
Aksi tutup mulut dan saling menjaga ini bukan hanya marak di akar rumput. Bagi saya, berbagai persoalan besar di negara kita saat ini belum bisa tuntas, bukan hanya karena berhubungan dengan para pejabat atau orang besar yang berkuasa di negara ini tetapi karena budaya tutup mulut dan saling menjaga itu masih kuat. Orang menjadi jaim untuk tidak disebut penjahat. Bahasa yang lebih halus dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) adalah “tersangka” bagi para pejabat yang jahat. Kasus Bank Century, Proyek Hambalang, SKK Migas, SKRT di kementrian kehutanan dan lain sebagainya belum bisa tuntas karena orang masih terjebak dalam sistem, saling tutup mulut dan menjaga. Ada seorang sahabat yang menulis di status facebooknya: “Sesama penjahat dilarang saling mendahului”.
Beberapa media elektronika pada hari Rabu 5 Februari 2014 memberitakan hasil pemeriksaan KPK terhadap Mantan ketua umum Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. Berita-berita yang beredar juga hanya samar-samar yang menggambarkan aksi tutup mulut dan saling menjaga. Nasional.kompas.com menampilkan tulisan berjudul: “Anas mengaku ditugasi amankan SBY dalam kasus Century”. Di dalam tulisan itu disinyalir bahwa menurut Pengacara Anas, Handika Honggowongso, Anas mengaku bahwa ia pernah ditugaskan SBY untuk mengamankan kasus bail out Bank Century. Selaku ketua Fraksi Demokrat di DPR ketika itu, Anas mengaku diminta untuk mencegah agar Panitia Khusus bank Century di DPR tidak mengarah ke SBY baik secara hukum maupun politik. Ini salah satu contoh aksi tutup mulut dan saling menjaga.
Andaikata orang-orang berani dan jujur mengatakan apa adanya tentang kasus-kasus besar maka negara kita tidak akan sehebo ini. Kejujuran itu ternyata masih dikejar, belum sempat ditangkap karena orang memang tidak mau menjadi jujur. Bagi para pemirsa TV, pasti mengetahui satu acara favorite TVone yakni Jakarta Lawyers Club. Salah seorang politisi PD yang kadang-kadang vocal adalah Sutan Bhatoegana, anggota Komisi VII DPR. Sekarang ini beliau ikutan terjerat dalam kasus SKK Migas khususnya tentang tender dan pengakuan Rudi Rubiandi tentang pemberian dana sebesar 200.000 dollar Amerika kepadanya. Memang Sutan boleh membantah karena itu haknya tetapi seluruh Indonesia menyadari bahwa usaha saling tutup mulut dan menjaga tetap melekat.
Rupa-rupanya PD adalah salah satu partai yang suka menantang orang lain supaya seolah-olah kelihatan tak bersalah. Anggota Komisi III DPR selaku para Ruhut Sitompul pada tanggal 4 Februari 2014 mengatakan: “Iris kuping dan leher saya kalau Ibas korupsi”. Ungkapan Ruhut ini kiranya mau mengatakan sesuatu yang sedang dipikirkan, tetapi sulit untuk diungkapkan. PD semakin goyang dan seolah-olah berada di ambang keruntuhannya. Nah komentar Ruhut dalam kapasitas sebagai juru bicara PD ini juga masih dimiliki oleh para pejabat publik yang lain. Anas Urbaningrum mengatakan siap digantung di Monas. Ini adalah bahasa-bahasa kaum politikus yang sulit untuk dimengerti.
Tutuplah mulutmu adalah ungkapan yang menyentuh hidup kita. Betapa banyak orang yang memilih untuk tutup mulut karena mulutnya memang ditutup oleh uang. Uang tutup mulut adalah sebuah tipe suap di mana satu atau sekelompok orang membayar orang lain dengan uang atau properti berharga sehingga orang itu tetap diam atau menyembunyikan informasi tentang perbuatan-perbuatannya tang salah. Uang tutup mulut itu masih laku di negeri ini. Apakah anda masih mau menutup mulut dan menjaga temanmu meskipun tahu sedang melakukan kejahatan tertentu. Apa untungnya anda menutup mulut terhadap perkara-perkara di dalam negeri? Apa untungnya anda memiliki sikap saling menjaga satu sama lain?