Cinta Kasih itu sebuah anugerah
Saya barusan ikut mendampingi secara rohani kelompok Pria Sejati Katolik dan kelompok Wanita Terberkati. Dalam kebersamaan selama weekend itu para pria dan wanita yang sebagian besar adalah para pasangan suami dan istri mendapat kekuatan yang baru dari para pengajar untuk kembali kepada komitmen kasih. Salah satu acara yang menarik pada malam minggu adalah acara rekonsiliasi. Para pasutri diajak untuk memeriksa bathin dan mengakui dosa-dosa melalui sakramen tobat. Selanjutnya mereka juga menyadari kelebihan dan kekurangan diri dan diajak untuk berani memaafkan pasangannya apabila ada dosa dan salah tertentu. Para pasutri mewujudkannya dengan saling membasuh kaki satu sama lain. Sama seperti Yesus menunjukkan kasihNya kepada para murid sampai tuntas, demikian juga para pasutri saat itu mau membaharui ikatan kasih mereka supaya lebih mampu lagi mengasihi satu sama lain seperti Tuhan sendiri sudah mengasihi mereka. Ada suami dan istri tertentu saat itu bisa menangis dan berjanji untuk semakin menyatu dengan istri atau suami. Mereka mau kembali kepada komitmen perkawinan mereka.
Ketika menyaksikan peristiwa ini saya lalu mengingat kembali bahwa hidup berkeluarga juga adalah sebuah panggilan yang luhur dan mulia. Di dalam hidup berkeluarga, seorang pria harus meninggalkan ayah dan ibunya, pergi dan bersatu dengan seorang wanita yang menjadi istrinya sehingga keduanya menjadi satu daging. Ini adalah relasi cinta kasih yang hanya dipahami oleh orang beriman. Maka hidup berkeluarga dibangun di atas dasar cinta kasih dan cinta kasih itu sendiri adalah sebuah anugerah, sebuah panggilan yang luhur dari Tuhan. Tuhan sendiri adalah kasih.
Marriane Williamson pernah menulis: “Mukjizat terjadi secara alamiah sebagai ekspresi cinta kasih. Mukjizat sejati ialah cinta kasih yang menginspirasi hidup manusia. Dalam arti ini, setiap hal yang berasal dari cinta kasih adalah mukjizat”.
Saya yakin bahwa bahwa cinta kasih adalah jawaban atas semua pertanyaan yang dilontarkan manusia. Cinta kasih adalah jawaban atas semua masalah dan faktor penting supaya kita bisa bertahan hidup. Pada saat kita memilih untuk mencintai, itu adalah sebuah kebenaran. Kita tidak pernah bisa salah untuk mencintai. Cinta kasih itu dapat membawa keteraturan, suasana harmonis dan damai dalam diri kita. Dicintai juga merupakan sebuah anugerah sepanjang hidup. Ketika seseorang menerima anda, berarti dia berkomitmen untuk mengatasi kekurangan anda. Cinta itu buta terhadap kesalahan dan kekurangan kita. Seorang sahabat pernah mengatakan bahwa ketika kita memilih orang yang kita cintai, kita sebenarnya telah diikat oleh sebuah hasrat untuk mencintai orang tersebut sejak kita lahir ke dunia.
Saya pernah bertemu dengan seorang bapa yang memiliki kekurangan tertentu dalam fisiknya karena kecelakaan lalu lintas yang dialaminya beberapa tahun yang lalu. Setiap kali bertemu dan berbicara ia selalu merasa minder. Pada suatu hari kami saling ngobrol di pendopo pastoran dan ia mengatakan bahwa ia minder ketika berjumpa dengan pria yang lain karena ia memiliki cacat fisik tertentu. Dengan demikian ia juga tidak berani mengambil resiko untuk hidup berkeluarga karena pasti tidak akan dicintai oleh seorang wanita. Saya mengatakan kepadanya bahwa setiap orang memiliki cacat fisik. Oleh karena itu ia harus berani menerima dirinya dan mencintai orang yang lain. Apa yang terjadi setelah itu? Ketika ia juga terbuka menerima dirinya sendiri, ia juga membuka dirinya dan mampu mencintai orang lain maka dengan sendirinya orang lain juga lupa akan segala kekurangan yang ia miliki. Cinta itu adalah energi yang tidak mengenal keterbatasan fisik dan waktu. Cinta kasih membuat orang mencapai kesempurnaan hidup.
Tuhan Yesus mengajar kita sebuah perintah baru untuk saling mengasihi. Ia sendiri mengajar kita untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Ia berkata: “Kasihilah Tuhan, Allahmu, dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal budimu. Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri” (Mat 22: 37.39). St. Paulus mengatakan bahwa kasih itu sabar, kasih itu murah hati, ia tidak cemburu dan ia juga tidak memegahkan diri, tidak sombong (1Kor 13:4), oleh karena itu “Kejarlah kasih itu dan usahakanlah dirimu memperoleh karunia-karunia Roh, terutama karunia untuk bernubuat” (1Kor 14:1).
Pada hari para pria katolik diingatkan kembali akan komitmen untuk mengasihi karena kasih itu berasal dari Allah sendiri. Semoga komitmen untuk mengasihi semakin menguatkan setiap pasutri, menguatkan setiap pribadi untuk lebih sungguh mengasihi. Cinta kasih itu sebuah kebajikan ilahi, sebuah anugerah Tuhan bagi anda dan saya. Pria Katolik, jadilah saksi Kristus.
PJSDB