Hati-hati gunakan lidahmu…
Dikisahkan bahwa pada suatu hari ada seorang pria muda yang datang menghadap Socrates untuk belajar berpidato. Pria itu memulai pidatonya dengan kata-kata yang banyak bagaikan air menyembur keluar dari mulutnya dan tidak cepat berakhir. Socrates mengambil kain dan menutup mulut pria itu. Ia berkata: “Pria muda, anda harus membayar saya dua kali lipat”. Pria muda itu bertanya: “Dua kali lipat? Mengapa saya harus membayar dobel? Socrates menjawab: “Karena saya harus mengajarimu dua ilmu. Pertama, ilmu menahan lidah. Kedua, ilmu menggunakan lidah dengan baik”.
Menjelang pemilihan anggota legislatif 9 April 2014, banyak orang baik caleg atau kader partai politik tampil dalam kampanye, menjual produk partai berupa program-program. Ada program yang logis, ringan, bisa dilaksanakan dan berhasil. Ada yang muluk-muluk dan tidak lebih dari kata-kata kosong. Para caleg di daerah Jakarta dan sekitarnya berbicara banyak tentang bagaimana mengatasi kemacetan, sampah, banjir, kekerasan. Ada yang berbicara karena ia tahu apa yang akan dilakukan untuk kebaikan banyak orang, ada yang berbicara hanya dengan kata-kata kosong karena tidak kompeten. Misalnya, bisa saja orang itu tidak menahan lidah padahal dia belum mengerti tentang transportasi publik atau mengolah sampah dan lain sebagainya. Pada zaman ini masyarakat sudah pintar dan tidak sekedar “nerimo” saja. Masayarakat semakin kritis dengan situasi maka orang harus bisa menahan lidah dan menggunakan lidah dengan baik.
Lidah itu bagian tubuh yang Tuhan ciptakan bagi manusia supaya manusia bisa berbicara dengan baik dan memuliakan Tuhan. Kita ingat bagaimana Musa di dalam Kitab Suci. Musa berkata kepada Tuhan: “Ah, Tuhan, aku ini tidak pandai bicara, dahulupun tidak dan sejak Engkau berfirman kepada hamba-Mupun tidak, sebab aku berat mulut dan berat lidah.Tetapi Tuhan berfirman kepadanya: “Siapakah yang membuat lidah manusia, siapakah yang membuat orang bisu atau tuli, membuat orang melihat atau buta; bukankah Aku, yakni Tuhan? Oleh sebab itu, pergilah, Aku akan menyertai lidahmu dan mengajar engkau, apa yang harus kaukatakan.” (Kel 4: 10-12). Musa merasa tidak percaya diri karena berat lidahnya tetapi Tuhan memampukan dia untuk berbicara atas namaNya.
Lidah bisa menjadi sumber kelaliman. Pemazmur berkata: “Mulut orang fasik penuh dengan sumpah serapah, dengan tipu daya dan penindasan. Lidahnya ada kelaliman dan kejahatan.” (Mzm 10:7). St. Yakobus berkata: “Lidah itu walaupun suatu anggota kecil dari tubuh tetapi dapat memegahkan perkara-perkara besar. Lidah pun adalah api. Ia merupakan suatu dunia kejahatan dan mengambil tempat di antara anggota-anggota tubuh kita sebagai sesuatu yang menodai seluruh tubuh, dan menyalakan roda kehidupan kita, sedang ia sendiri dinyalakan oleh api neraka” (Yak 3:5-6).
Pada hari ini saya mengajak para pria katolik untuk hati-hati menggunakan lidah di hadirat Tuhan dan sesama. Hidup kita akan bermakna bukan terletak pada banyaknya kata-kata yang keluar dari mulut tetapi jiwa yang bersih dan hati yang suci. Banyak orang suka beradu debat tetapi hatinya kotor dan kata-katanya hanyalah kosong belaka. Banyak orang menggunakan lidah dan pikiran yang jernih sehingga bisa memberikan kehidupan kepada orang lain. Kitab butuh Tuhan Yesus inspirator kita untuk merabah lidah kita (Mrk 7:33) supaya menjadi bijaksana di dalam hidup kita.
Dengan menggunakan lidah dengan baik maka rasanya dunia ini akan manjadi indah. Semua orang bisa menjadi saudara. Alangkah bahagianya semua orang hidup rukun sebagai saudara karena mereka menggunakan lidahnya dengan baik. Lidah itu membantu setiap pribadi untuk bertumbuh dalam suatu sistem komunikasi yang baik. Ketika para pasangan suami istri menggunakan lidah dengan baik, komunikasinya lancar maka relasinya juga baik adanya. Ketika lidah tidak digunakan dengan baik maka yang ada adalah kekerasan verbal dan komunikasi yang mati. Mari kita menggunakan lidah sebagai pemberian Tuhan untuk mengasihi dan menghormati sesama.
PJSDB