Homili Peringatan Hati Tersuci SP. Maria

Hati Tersuci SP. Maria
Yes 61:10-11
Mzm (1Sam) 2:1.4-8
Luk 2:41-51

Milikilah Hati Yang Suci

cuore immacolatoSehari setelah kita merayakan Hari Raya Hati Yesus yang Mahakudus, Gereja mengajak kita untuk merenungkan hati tersuci Bunda Maria. Devosi kepada hati tersuci Bunda Maria ditetapkan oleh Paus Pius XII pada tahun 1944. Keputusan Paus ini bertepatan dengan perayaan pengudusan seluruh dunia kepada Hati tersuci Bunda Maria yang di kandung tanpa noda. Perayaan ini ditetapkan sebagai salah satu peringatan wajib dalam liturgy Katolik sejak tahun 2000 yakni sehari setelah merayakan Hari Raya Hati Kudus Yesus. Sebelumnya perayaan ini biasanya dirayakan pada tanggal 22 Agustus. Kalau ditelusuri lagi sejarahnya, devosi ini sebenarnya berkembang sejak tahun 1640 di Napoli Italia di mana pada saat itu St. Yohanes Eudes membentuk persekutuan hati suci Bunda Maria. Pestanya dirayakan pada tahun 1805 di seluruh Gereja katolik. Mengapa Gereja katolik merayakannya? Keaslian devosi ini sebenarnya dapat ditemukan di dalam Injil St Lukas di mana hati Bunda Maria begitu terbuka kepada Tuhan. Ia berkata: “Jiwaku memuliakan Tuhan dan hatiku bergembira karena Allah Juru selamatku”. (Luk 1:46)  Ia juga menyimpan semua perkara di dalam hatinya (Luk 2:51).

Bacaan Injil yang dipilihkan dalam perayaan hari ini mengisahkan tentang Yesus pada umur dua belas tahun di dalam Bait Allah. Keluarga Kudus dari Nazaret adalah orang Yahudi tulen. Mereka melakukan ziarah rohani setiap tahun ke Yerusalem untuk merayakan Paskah. Maria dan Yusuf memiliki tanggung jawab membawa serta Yesus ke Yerusalem untuk berdoa kepada Bapa. Bagi Yesus, ini merupakan kesempatan untuk mewahyukan diriNya kepada manusia bahwa Dia bukan hanya sungguh-sungguh manusia tetapi juga sungguh-sungguh Allah. Dia sungguh-sungguh Anak Allah. Itu sebabnya setelah perayaan Paskah, Yesus “ketinggalan” di Yerusalem. Ia berjumpa dengan para alim ulama dan berdiskusi dengan mereka di dalam Bait Allah. Sebagai seorang anak yang masih di bawah umur, Ia menunjukkan kecerdasan yang luar biasa dengan melontarkan pertanyaan-pertanyaan kritis dan berdiskusi dengan mereka. Semua orang yang mendengar Dia sangat heran dengan kecerdasanNya dan segala jawab yang diberikanNya.

Maria dan Yusuf baru menyadari bahwa Yesus tidak ada bersama mereka setelah sehari perjalanan. Jadi jarak tempuhnya mungkin sekitar 40 km. Diperkirakan bahwa mereka beristirahat sebelum melakukan perjalanan lagi. Maria dan Yusuf kembali ke Yerusalem dan mencari Yesus selama tiga hari. Ketika berjumpa dengan Yesus di dalam Bait Allah, Maria menunjukkan keibuannya dengan berkata: “Nak, mengapakah Engkau berbuat demikian kepada kami? BapaMu dan aku cemas mencari Engkau.” (Luk 2:48). Perkataan Maria ini menunjukkan jati diri orang tua yang hari demi hari memiliki rasa tanggung jawab yang besar kepada anaknya. Orang tua yang mengasihi, yang cemas mencari anaknya.

Reaksi Yesus adalah memberi sebuah jawaban yang menunjukkan perbedaan bahwa Dia adalah Tuhan bukan hanya manusia biasa. Ia berkata: “Mengapa kamu mencari Aku? Tidakah kamu tahu bahwa Aku harus berada di rumah BapaKu?” (Luk 2:49). Secara manusiawi reaksi Yesus ini pasti menimbulkan kemarahan Maria dan Yusuf. Tetapi ternyata tidak. Maria dan Yusuf tidak mengerti perkataan Yesus. Sebagai seorang anak dan orang tua, mereka bertiga kembali ke Nazareth. Yesus bertambah hikmat dan besarNya, makin dikasihi oleh Allah dan manusia.

Satu hal yang menarik perhatian kita adalah Bunda Maria dan St. Yusuf memiliki tanggung jawab sebagai orang tua. Bunda Maria sebagai Hamba Tuhan menyimpan semua perkara di dalam hatinya. Hati Bunda Maria yang dikandung tanpa noda. Hati Bunda Maria yang suci, tempat menyimpan segala perkara baik perkara Puteranya maupun kita sebagai manusia. Hati Bunda Maria yang selalu kita sapa dan memohon: “Doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati.”

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menggambarkan jiwa yang penuh sukacita sebagaimana dialami Bunda Maria.  Yesaya berkata: “Aku bersukaria di dalam Tuhan, jiwaku bersorak sorai di dalam Allahku, sebab Ia mengenakan pakaian keselamatan kepadaku dan menyelubungi aku dengan jubah kebenaran.” (Yes 61:10). Perkataan ini menjadi nyata dalam nyanyian sukacita Maria di mana jiwanya tetap memuliakan Tuhan setiap saat. Jiwa Bunda Maria bersorak sorai karena murni, tembus pandang. Hal ini kiranya mirip dengan apa yang disabdakan putranya: “Berbahagialah mereka yang murni hatinya karena mereka akan dsebut anak-anak Allah.” (Mat 5:8).

Pada hari ini kita belajar dari Bunda Maria untuk memiliki hati yang murni, hati yang tembus pandang. Hati yang menunjukkan totalitas hidup kita sebagai manusia di hadirat Allah. Di dalam hati kita Tuhan juga berbicara bahwa Ia mengasihi kita apa adanya. Milikilah hati yang suci seperti Bunda Maria. Milikilah hati yang lemah lembuh dan rendah hati seperti Yesus sendiri.

Doa: Bunda Maria, doakanlah kami supaya memiliki hati yang suci dan murni. Amen

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply