Hari Selasa, Pekan Biasa XVIII
Yer 30: 1-2.12-15.18-22
Mzm 102: 16-18.19-21.29.22-23
Mat 15: 1-2.10-14
Belas kasih Tuhan itu besar
Ada seorang sahabat yang pernah mengalami jatuh ke dalam dosa besar. Ia merasa pernah lupa bahwa segala yang dilakukan itu adalah dosa di hadirat Tuhan. Ia merasa semuanya biasa-biasa saja padahal berkali-kali diingatkan oleh rekan-rekannya bahwa ia sedang mengalami jalan yang sesat. Pada suatu hari ia menghadiri suatu ibadat Ekumene yang dipimpin oleh sorang Romo. Dalam Kotbahnya Romo bercerita tentang pengalaman pertobatan Santo Agustinus. Satu kalimat yang selalu diulangi oleh Romo adalah perkataan St. Agustinus: “Tardi Ti Amo” (terlambat aku mengasihiMu). Sahabatku itu merasa bahwa ia sudah terlambat mengasihi Tuhan. Ia menarik nafas yang panjang dan berkata: “Tuhan aku belum terlambat mengasihiMu!” Ia mengawali pertobatannya yang luar biasa.
Banyak orang bisa mempunyai pengalaman pertobatan yang unik. Orang-orang Israel pernah lupa bahwa mereka sedang jatuh dalam dosa. Tuhan mengutus para nabi untuk mengingatkan mereka tetapi mereka sendiri tidak pernah menyadarinya. Mereka melawan Tuhan dengan menyembah berhala dan tidak mematuhi segala perintah Tuhan. Perilaku lupa diri sebagai orang berdosa memang masih ada sampai saat ini. Sebagai imam, kadang-kadang berhadapan dengan umat yang terang-terangan mengatakan bahwa mereka tidak memiliki dosa. Hati nuraninya sudah tumpul sehingga dosa pun tidak dirasakan sebagai dosa.
Kita mendengar bacaan-bacaan dalam liturgi hari ini yang menggambarkan bahwa Allah kita murah hati. Dia berbelas kasih kepada semua orang yang berdosa tetapi lupa menyadari sbagai orang berdosa. Melalui nabi Yeremia Tuhan mengatakan kepada umatNya bahwa dosa mereka itu seperti orang yang sakitnya sangat paya dan lukanya yang parah dan tidak dapat disembuhkan. Namun demikian, belas kasih Tuhan besar. Ia tidak akan membiarkan umatNya tetap merana dalam dosa. Ia akan memulihkan umatNya dan menyekamatkan mereka. Tuhan bahkan berjani bahwa Ia akan selamanya menjadi Allah bagi Israel.
Di dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang bagaimana para murid Yesus yang tidak mengikuti adat istiadat Yahudi. Mereka makan tanpa membasuh tangan mereka. Ini memang menajiskan. Hal ini juga yang menjadi protes dari pihak orang-orang Farisi dan para ahli Taurat. Tetapi dengan tegas Yesus berkata: “Dengar dan camkanlah: bukan yang masuk ke dalam mulut yang menajiskan orang, melainkan yang keluar dari mulut, itulah yang menajiskan orang.” (Mat 15:11). Perkataan Yesus ini sederhana tetapi sangat tajam bagi orang Farisi dan para ahli Taurat karena merasa sebagai manusia yang sempurna.
Kita pun banyak kali berlaku sebagai orang Faris modern. Kita pandai menilai orang dari masa lalu dan perbuatan dosanya. Kita lupa bahwa dengan rahmat Tuhan, manusia juga dapat berubah.
Doa: Tuhan, semoga kami dapat bertobat dan berbalik kepadaMu. Amen
PJSDB