St. Maksimilianus Maria Kolbe
Hari Kamis, Pekan Biasa XIX
Yeh. 12:1-12
Mzm. 78:56-57,58-59,61-62
Mat. 18:21 – 19:1.
Mengampuni itu indah
Pagi ini saya mendapat sebuah pesan singkat dari seorang sahabat. Ia menulis: “Selamat pagi Pastor John. Hari ini saya merasa bahwa mengampuni itu indah.” Saya hanya menjawabnya: “Terima kasih dan nikmatilah.” Setelah membalas pesan singkat ini, saya coba merenungkan lebih lanjut pernyataannya: “Mengampuni itu indah.” Saya tersenyum sendiri membayangkan sebuah bentuk pengampunan yang indah. Pengampunan yang indah itu pengampunan yang tulus dari dalam hati kita. Mengampuni berarti melupakan kesalahan dan dosa dari sesama kita. Mungkin saja banyak orang menertawakan pernyataan ini. Manusia itu mudah sekali kita mengatakan bahwa mengampuni itu indah tetapi sesungguhnya sangatlah berat mengampuni dengan indah. Artinya banyak orang mudah sekali mengatakan mengampuni tetapi bisa jadi ia masih menyimpan dendam di dalam hatinya. Kapan saja dendam itu bisa meledak.
Mengampuni itu indah kita temukan hanya di dalam Tuhan. Pikirkanlah bahwa hanya ada satu Tuhan tetapi Ia selalu mengampuni semua orang yang memohonkannya dengan rendah hati.Tuhan mengampuni secara sempurna karena Ia melupakan semua dosa dan salah manusia, dan yang dilihatNya adalah iman dan kasih kepadaNya. Pertanyaannya adalah apa keindahan dari mengampuni? Siapa saja yang harus kita ampuni di dalam hidup ini? Mari kita perhatikan pengajaran Yesus di dalam Injil tentang mengampuni itu indah: Kita mengampuni semua orang yang bersalah melawan diri kita (Mat 6:12). Kita mengampuni tujuh puluh kali tujuh kali (Mat 18:22). Kita segera mengampuni sesama yang berdosa (Mat 5:23-25). Kita mengampuni musuh-musuh (Mat 5:39 dst). Kita mengampuni orang yang menyesali karena berkali-kali berbuat dosa dan berani meminta maaf (Luk 17:4). Kita mengampuni mereka yang tidak tahu apa yang sudah mereka lakukan (Luk 23:34). Kita mengampuni sesama dengan segenap hati (Mat 18:35).
Pada hari ini penginjil Matius melaporkan bahwa Petrus datang dan bertanya kepada Yesus: “Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku jika ia berbuat dosa terhadap aku? Sampai tujuh kali?” (Mat 18:21). Pertanyaan Petrus ini kiranya masih berhubungan dengan cara mengoreksi sesama (Mat 18:15-18) yang mengandaikan adanya kesabaran dan kasih yang besar kepada sesama. Orang-orang Yahudi memiliki kebiasaan mengampuni sebanyak tiga kali kepada sesama yang melakukan satu perbuatan dosa yang sama. Petrus bertanya kepada Yesus apakah bisa mengampuni tujuh kali saja cukup? Angka tujuh itu angka biblis yang menunjukkan kesempurnaan. Petrus berpikir dengan mengampuni tujuh kali ini sudah menunjukkan sikap murah hati, yang sejalan dengan pengajaran Yesus tentang rekonsiliasi (Mat 5:23-25; 6: 12.14-15).
Yesus berkata kepada Petrus: “Bukan! Aku berkata kepadamu: Bukan sampai tujuh kali, melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.” (Mat 18:22). Ini merupakan sebuah pengampunan tanpa batas dan harus dilakukan oleh setiap orang. Tuhan sendiri mengampuni kita tanpa batas meskipun berkali-kali kita melawanNya.
Angka yang dipakai Yesus kiranya berhubungan dengan pembalasan yang dialami Lamekh. Di dalam Kitab kejadian kitabaca: “Berkatalah Lamekh kepada kedua isterinya itu: ‘Ada dan Zila, dengarkanlah suaraku: hai isteri-isteri Lamekh, pasanglah telingamu kepada perkataanku ini: Aku telah membunuh seorang laki-laki karena ia melukai aku, membunuh seorang muda karena ia memukul aku sampai bengkak; sebab jika Kain harus dibalaskan tujuh kali lipat, maka Lamekh tujuh puluh tujuh kali lipat.” (Kej 4:23-24).
Perkataan Yesus tentang pengampunan tanpa batas ini diharapkan membantu setiap pribadi untuk berubah secara radikal di dalam hidupnya. Perubahan radikal yang dimaksud adalah bahwa orang tersebut bisa mengikuti teladan dari Tuhan yang mengampuni manusia tanpa batas. Yesus lalu mengambil contoh konkret tentang dua orang hamba. Hamba pertama menerima pengampunan yang banyak tetapi tidak tahu diri sehingga menindas hamba lain yang berhutang kepadanya. Ketika kita merasakan dan mengalami pengampunan yang berlimpah dari Tuhan, kita juga harus mengampuni sesama yang bersalah kepada kita dengan tulus hati. Apabila kita tidak mampu mengampuni sesama maka hal yang sama akan kita alami juga. Hal ini tepat sebagaimana Yesus katakan: “Maka Bapa-Ku yang di sorga akan berbuat demikian juga terhadap kamu, apabila kamu masing-masing tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.” (Mat 18:35).
Sabda Tuhan Yesus ini membawa kita kepada sebuah pemikiran bahwa pengampunan yang indah haruslah menggantikan kehausan akan balas dendam yang banyak kali menguasai hidup kita. Membalas dendam supaya bisa puas! Ini sungguh tidak kristiani. Apabila ada orang yang berdosa dan berkali-kali datang memohon ampun maka orang itu patut diampuni. Tuhan melakukannya maka kita pun dipanggil untuk melakukan hal yang sama.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh dalam semangat saling mengampuni. Amen
PJSDB