Ayahku Seorang Pendoa
Beberapa hari yang lalu saya merayakan misa ulang tahun seorang bapa berusia 90 tahun. Suasana misa sangat meriah dan diakhiri dengan makan bersama di restoran yang megah. Pada saat itu semua keluarga berkumpul dan jumlah keturunannya hampir lima puluan orang: anak, cucu, cicit. Pada saat homili saya bertanya kepada anak bungsunya tentang apa yang indah yang selalu ia ingat dari ayahnya. Ia mengatakan bahwa satu hal yang selalu ia ingat dari wejangan harian ayahnya adalah selalu bersyukur dalam doa dan ia mengakui: “Ayahku seorang pendoa.” Kalau masuk ke kamarnya kita seperti masuk ke dalam sebuah kapel kecil. Devosinya kuat kepada Buda Maria. Semua hadirin bertepuk tangan dan yang mengenal bapa itu mengakui: “Dia seorang pendoa.”
Saya juga memiliki pengalaman bersama ayahku yang meninggal pada hari Valentine tahun 1997. Ketika berkumpul bersama keluarga, kami selalu bercerita bersama mama, hal-hal yang unik dari ayah saya. Salah satunya adalah menyangkut tanggung jawab dalam bekerja. Mungkin ayah saya pernah membaca Kitab Suci dan menghafal ayat tertentu sehingga kepada adik dan saya sendiri selalu diberi wejangan seperti ini: “Siapa yang tidak bekerja, dia tidak makan.” (2Tes 3:10). Rumusan ini kami pegang teguh di rumah. Jadi ketika pulang dari sekolah dan tidak melakukan pekerjaan manual, hanya bermain-main saja maka pada malam hari meskipun mama menyiapkan hidangan di meja tetapi “siapa yang tidak bekerja, dia tidak makan” sehingga yang merasa diri tidak bekerja langsung tidur. Pada hari baru semua orang boleh makan lagi seperti biasa. Tentu saja ayah saya tidak belajar khusus parenting maka dia menerapkan aturan main seperti itu bagi kami sebagai anak laki-laki, tapi tujuannya mulia yakni supaya kami memiliki rasa tanggung jawab, pengorbanan diri dan lain sebagainya.
Masing-masing kita memiliki pengalaman berjumpa dengan pria katolik yang terbaik di dalam keluarga masing-masing. Seorang ayah tidak pernah mengambil kuliah jurusan ayahlogi tetapi Tuhan bekerja di dalam dirinya untuk menjadi seorang ayah, guru dan sahabat yang baik bagi anak-anaknya. Beberapa hari yang lalu pernah muncul sebuah penjelasan dari Psikolog Melly Puspita Sari. Menurut beliau, apabila seorang ayah sering memeluk anaknya, tanpa disadari ia telah mentransfer kemampuan kemandirian. Figur seorang ayah yang bertangung jawab dan tangguh merupakan karakteristik yang bisa menular pada anak. Tentu saja pandangan ini masih harus dikaji lebih mendalam tetapi patut diakui bahwa pengaruh kedekatan orang tua dan anak sangat positif bagi perkembangan anak itu sendiri.
Kita kembali ke topik kita hari ini, “Ayahku seorang pendoa”. Tugas mendidik anak bukan hanya melalui wejangan yang panjang tetapi dari perbuatan yang dilakukan setiap hari. Anak-anak melihat di dalam diri orang tua hal-hal yang baik dan buruk. Jadi prinsip omdo (omong doan) itu tidak berlaku. Demikian juga dalam hidup doa. Banyak orang tua mendesak anak untuk berdoa, bahkan ada orang tua yang membuat hitungan tertentu: “lelah mengajar berdoa” tetapi kalau orang tua sendiri tidak berdoa dan tidak dilihat oleh anak-anak maka semua wejangan itu tidak berarti apa-apa.Perkataan harus sinkron dengan perbuatan.
Berdoa berarti mengarahkan hati dan pikiran kepada Tuhan. Ini berarti dalam situasi apa saja orang itu bisa berdoa. Tidak ada alasan bahwa suasana tidak mendukung untuk berdoa. Kalau saja hati dan pikiran terarah hanya untuk Tuhan maka orang tidak akan membenarkan diri dengan mengatakan “ada gangguan dalam doa sehingga saya tidak berdoa.” Saya ingat pesan William McGill: “Pentingnya berdoa secara konsisten bukanlah supaya Dia mendengar kita, melainkan supaya kita bisa mendengarNya”.
Mari kita memandang Yesus, sang Maestro Pria Katolik. Dia selalu menggunakan kesempatan setelah seharian bekerja untuk berdoa, atau berdoa sebelum mengambil keputusan tertentu. Ia berdoa semalam-malaman hingga pagi (Luk 6:12). Dia juga mengajar para muridNya berdoa dan Dia berdoa bersama mereka. (Luk 11:1) Yesus Putera Allah saja berdoa, mengapa anda masih malas berdoa? Ingat saudara akan kalimat ini: “Biasanya orang mengatakan kaum pria itu malas berdoa.” Perkataan ini kita hilangkan sekarang karena kita memandang dan takjub kepada Yesus, sang Pendoa sejati. Para Pria Katolik, rajinlah berdoa dan mengucap syukur kepada Tuhan. Itu warisan terbaik bagi anak-anak dan siapa saja yang anda layani. Ia atau mereka akan berkata: “Sungguh ayahku seorang pendoa.”
Doa: Tuhan, pada hari ini kami mengikuti para muridMu yang memohon: “Tuhan ajarailah kami berdoa.” Ajarlah kami berdoa dan mengucap syukur padaMu. Amen
PJSDB