Perbuatan baik itu seperti Bumerang
Ada seorang konfrater bernama Romo Bonifacius. Ketika mengisi bahan bakar di SPBU, ia selalu ramah, suka berbasa basi dengan para petugas yang melayani mobil kami. Saya bertanya kepadanya mengapa ia akrab dengan orang-orang di SPBU itu. Menurutnya, mereka adalah orang yang perlu kita sapa dan kita teguhkan. Mereka adalah pekerja-pekerja yang sering dimarahi majikan dan para konsumen. Baiklah kalau kita bersikap ramah dan baik hati dengan mereka juga. Cinta kasih dan perbuatan baik itu seperti bumerang. Kalau kita baik hati maka orang juga akan baik hati dengan kita. Wah, ini sebuah jawaban yang sangat mendalam. Pada kesempatan berikutnya ketika mampir di SPBU itu, kami disapa dengan baik oleh petugas SPBU, bahkan masih sempat berbincang dalam suasana keramahan. Salah seorang petugas senior menjabat tangan kami dan mengatakan: “Kalian pasti orang baik sehingga akrab dengan pegawai di sini.” Pegawai SPBU itu mengamini dengan berkata: “Benar, mereka memang orang baik.”
Kisah pengalaman sederhana ini mau menggambarkan bahwa apapun kebaikan yang kita lakukan kepada siapa saja, pasti memiliki dampak bagi hidup pribadi kita. Misalnya, kalau kita berlaku sopan dan ramah kepada sesama maka mereka juga akan melakukan hal yang sama bahkan lebih dari itu kita dihargai sebagai sesama manusia yang bermartabat. Hendaknya kita saling menolong satu sama lain untuk mewujudkan hidup kristiani yang lebih baik lagi. St. Paulus pernah berkata: “Bertolong-tolonglah menanggung bebanmu! Demikianlah kamu memenuhi hukum Kristus.”(Gal 6:2).
Di sekitar kita masih banyak orang yang membutuhkan pertolongan kita. Mereka adalah orang-orang miskin, orang tua yang sakit-sakitan, kaum muda yang menganggur dan cenderung membuat kejahatan, dan masih banyak orang yang membutuhkan kehadiran kita. Dari kisah-kisah Injil, kita mendengar bagaimana Yesus tampil di Galilea, membuat hati banyak orang terpesona dan takjub. Dia seorang pria yang mewartakan Injil Kerajaan Allah dan berhasil mengubah hidup banyak orang. Para sahabat dekatNya adalah kaum miskin dan pendosa. Mereka ini dikucilkan dalam masyarakat social. Hanya Yesus saja yang peduli dengan mereka. Hanya Yesus saja yang datang, menyapa dan menyembuhkan mereka.
Di dalam Gereja masa kini, kita seharusnya tetap berpegang teguh pada prinsip-prinsip pelayanan yang diajarkan dan dilakukan Yesus sendiri. Ia sendiri memiliki rasa belas kasih yang besar kepada umat manusia, Ia datang bukan untuk dilayani melainkan untuk melayani. Ia bahkan sampai wafat di kayu salib untuk kita semua. Hal-hal yang dilakukan Yesus ini adalah perbuatan baik yang perlu kita lanjutkan di dalam Gereja.
Dalam situasi social politik yang tidak menentu saat ini, kita bersama-sama perlu bertekad untuk menghancurkan kebencian dan membangun kebaikan. Rasa benci itu berasal dari rasa marah yang tidak teratur dalam diri banyak orang. Bahkan banyak kali kita pun terpancing untuk mengungkapkan rasa marah kita. Misalnya kalau membaca media social tentang figur tertentu dan bacalah juga komentar orang. Kita semua akan kaget karena lebih banyak kekerasan verbal. Orang sudah seperti tidak memiliki hati nurani lagi. Rasa-rasanya kejahatan lebih kuat dari pada kebaikan.
Para rekan pria katolik juga sadar atau tidak sadar berada dalam posisi yang sulit. Bisa ikut-ikutan berlaku kasar dalam media social, bisa juga memiliki pandangan yang seimbang dan memiliki komentar yang lebih positif.
Pada hari ini kita mencoba untuk berbuat baik. Ingat, kalau kita berbuat baik itu akan seperti bumerang yang kembali kepada asalnya. Andaikan saja mulai saat ini para pendengar renungan harian pria katolik ini bisa berbuat baik, berpikiran dan pendapat yang baik melalui media social maka rasanya masyarakat kita bisa berubah menjadi manusia yang berbudi luhur. Ketika kita tetap berbuat jahat lewat pikiran, perkataan dan perbuatan maka dunia kita juga akan tetap sama, tidak berubah.
Mari kita berusaha untuk menyebarkan kebaikan hati, kebahagiaan dan sukacita kepada sesama manusia. Jangan lelah untuk berbuat baik.
PJSDB