Hari Minggu Biasa XXVI/A
Yeh 18:25-28
Mzm 25:4-5.6-7.8-9
Flp 2:1-11
Mat 21:28-32
Perkataan dan Perbuatan itu satu!
Ada seorang Pemuda yang datang dan berbicara denganku. Ia merasa kecewa dengan orang tuanya karena mereka mengatakan banyak hal yang baik tetapi tindakan mereka tidak sesuai dengan apa yang mereka katakan. Ia bercerita bahwa pada suatu saat ia menegur ayahnya karena ketika menerima karcis pembayaran di pintu toll, langsung saja karcis putih itu dibuang ke luar mobil, padahal di pintu toll ada tempat sampahnya. Sebelum berangkat dari rrumahnya ayahnya masih mengingatkan mereka semua di rumah untuk menjaga kebersihan dan memanfaatkan tempat sampah yang tersedia. Saya mencoba menghibur dia dengan mengatakan bahwa orang tua juga memiliki kelemahan. Rupa-rupanya ada kerinduan banyak orang adalah supaya setiap perkataan yang keluar dari mulut itu sinkron dengan setiap tindakan atau perbuatan kita. Perkataan dan perbuatan itu satu!
Negara kita barusan menonton sandiwara politik di Senayan. Ketika Partai Demokrat menyetujui opsi Pilkada langsung dengan mengikutsertakan sepuluh butir persyaratannya maka partai HANURA, PKB dan PDIP seakan terpesona untuk mendukung persyaratan-persyaratan itu. Setelah lobi selama beberapa jam ternyata hasilnya adalah walkout sehingga peta politiknya langsung berubah. Banyak orang mengecam Partai Demokrat yang dinilai plin plan. Sebelumnya “ya” tiba-tiba menjadi “tidak”. Ini sebuah lelucon para wakil rakyat. Lebih membingungkan lagi SBY sebagai boss Partai Demokrat juga disebut plin plan di medsos. Melalui Youtube ia menyampaikan pesan kepada para kader untuk mendukung pilkada langsung tetapi pada akhirnya ia juga yang setuju supaya anggota partainya walkout. Sandiwara belum berhenti karena SBY sendiri mau mencari siapa yang menyuruh walkout dan mau menuntut ke pengadilan. Fokus kita adalah pada perkataan itu lebih merupakan lips service dan tidak sinkron dengan pelaksanaannya. Perkataan tidak sinkron dengan tindakan atau perbuatan. Inilah logika politik.
Tuhan Yesus melalui bacaan Injil hari ini mengatakan sebuah perumpamaan kepada para imam kepala dan dan tua-tua bangsa Yahudi. Konon ada seorang yang mempunyai dua orang anak laki-laki. Kepada anak pertama ia memintanya untuk pergi dan bekerja di kebun anggur. Anak itu mau pergi ke kebun anggur untuk bekerja tetapi ia tidak pergi. Bapa itu pergi kepada anaknya yang kedua dan memintanya hal yang sama. Anak itu mengatakan tidak mau pergi tetapi kemudian menyesal dan pergi untuk bekerja. Dalam budaya Timur Tengah, anak pertama dinilai lebih bermartabat dan menjaga wibawa ayahnya dibandingkan dengan anak yang kedua. Tentang apakah nanti anak itu melakukan perintah ayahnya bukanlah menjadi masalah. Hal yang penting adalah ya dulu. Adalah memalukan kalau anak mengatakan tidak mau seperti anak kedua.
Yesus bertanya kepada para pemimpin Yahudi tentang siapakah yang melakukan kehendak Bapa itu. Para imam kepala dan tua-tua menjawab anak yang kedua itu mengikuti kehendak bapanya. Nah, fokus perertanyaan Yesus bukanlah siapakah anak yang baik dan tidak baik melainkan siapakah anak yang melakukan kehendak bapaknya. Jawaban dari para pemimpin Yahudi itu benar bahwa anak kedualah yang melakukan kehendka bapanya. Dengan berdasar pada jawaban kedua anak ini maka Yesus mengingatkan mereka bahwa sesungguhnya para pemungut cukai dan para pelacur akan lebih dahulu masuk ke dalam Kerajaan Surga dibandingkan dengan diri mereka sebagai pemimpin Yahudi. Yesus juga mengingatkan mereka bahwa Yohanes sendiri datang untuk menunjukkan jalan kebenaran tetapi mereka sebagai pemimpin tidak percaya. Hanya para pemungut cukai dan pelacur yang percaya kepadanya. Bahkan tak ada penyesalan yang keluar dari dalam hati mereka. Jadi perumpamaan tentang kedua anak ini menggambarkan dengan jelas penolakan para pemimpin Yahudi terhadap Yohanes.
Kisah kedua anak inijuga menggambarkan hidup sebagai orang percaya atau orang beriman. Apakah realitas iman umat itu serupa dengan perkataan dan perbuatannya setiap hari atau tidak sama sekali. Jadi hal yang paling penting di sini bukan terletak pada banyaknya kata-kata yang diucapkan melainkan pada perbuatan yang nyata. Dalam kisah Injil ini anak sulung mengatakan “ya” dalam perkataan kemudian “tidak” melakukannya dalam perbuatan. Anak kedua masih lebih dihargai karena mula-mula mengatakan “tidak” dalam perkataan tetapi dia “menyesal” dan mengatakan “ya” dalam perbuatan.
Yesus menggiring kita untuk mengerti bahwa para pemimpin Yahudi mendapat peringatan keras dari pihak Yesus. Mereka mengajarkan dan mengatakan hal-hal yang baik kepada banyak orang tetapi hidup mereka jauh dari Kerajaan Allah yang dipelopori Yohanes dan ditegakan oleh Yesus Kristus. Para pemipin Yahudi bahkan lebih jelek dari pada para pemungut cukai dan pelacur yang dianggap hina di mata manusia.
Di dalam bacaan pertama Tuhan melalui Yehezkiel mengajak umat Israel untuk berbalik dari kehidupan dosa. Kalau orang benar berbalik dari kebenarannya dan melakukan kecurangan sehingga ia mati maka ia memang harus mati karena kecurangannya itu. Kalau orang fasik bertobat dari kefasikan yang dilakukannya dan ia melawan keadilan dan kebenaran maka nyawanya akan selamat.Ia bertobat maka ia hidup. Yehezkiel lebih menekankan berbaliknya kaum fasik ke dalam tindakan yang benar karena kemurahan hati Tuhan.
Apa yang harus kita lakukan? St. Paulus mengajak kita untuk berubah dengan melakukan dua hal ini. Pertama, kita merasa bersatu dalam Kristus di mana ada nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra dan belas kasihan. Dengan kebajikan-kebajikan ini maka orang akan menjadi saudara dalam persekutuan. Kedua, kita memandang Yesus yang memberi segalanya bagi kita. St Paulus menulis: “Yesus Kristus yang walaupun dalam rupa Allah, tidak menganggap kesetaraan dengan Allah itu sebagai milik yang harus dipertahankan, melainkan telah mengosongkan diri-Nya sendiri, dan mengambil rupa seorang hamba, dan menjadi sama dengan manusia. Dan dalam keadaan sebagai manusia, Ia telah merendahkan diri-Nya dan taat sampai mati, bahkan sampai mati di kayu salib.” (Flp 2:6-8).
Sabda Tuhan pada hari ini mengajak kita untuk berubah di dalam hidup kita. Perubahan radikal itu ditandai dengan sikap kita yang konsisten, menyatu dalam pikiran perkataan dan perbuatan. Para orang tua dan pembina orang muda untuk menunjukkan teladan yang baik. Buanglah lips service, kata-kata kosong tetapi hiduplah sebagai saudara yang adil dan jujur. Hal yang paling luhur untuk kita hayati dalam Kerajaan Allah adalah saling memberi nasihat, penghiburan kasih, persekutuan Roh, kasih mesra dan belaskasihan.
Doa: Tuhan, bantulah kami untuk bertumbuh sebagai orang beriman yang sesuai kehendakMu. Amen
PJSDB