Homili, 2 Mei 2015

Hari Sabtu, Pekan Paskah IV
Kis. 13:44-52
Mzm. 98:1,2-3ab,3cd-4
Yoh. 14:7-14;

Misionaris itu membawa Terang

Fr. JohnAda seorang misionaris muda yang baru setahun melayani di tanah misi. Saya pernah bertanya kepadanya, tentang apa yang menjadi modalnya sebagai misionaris di tempat pelayanannya. Ia mengatakan kepada saya bahwa ia hanya memiliki satu modal yaitu terang Kristus. Terang Kristus yang dimaksudkan adalah Sabda-Nya. Ia sudah berusaha untuk mendengar, merenung dan melakukan Sabda di dalam seluruh hidupnya. Baginya, Sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kakinya (Mzm 119:105). Pengakuan sederhana ini kiranya benar-benar menjadi modal baginya di tanah misi.

Paulus dan Barnabas mengalami Tuhan Yesus Kristus di dalam hidup pribadi mereka. Yesus yang dialami secara pribadi itu juga mereka bagikan kepada sesama lain. Paulus misalnya menceritakan jati diri Yesus kepada orang-orang Yahudi di dalam Sinagoga di Antiokhia di Pisidia. Pengajaran Paulus tentang Tuhan Yesus yang menderita, wafat dan bangkit ini merupakan pemenuhan janji Tuhan di dalam Kitab Perjanjian Lama. Yesus Kristus telah bangkit dan para murid di Yerusalem adalah saksi-saksi kebangkitan. Pengajaran Paulus ini membuka wawasan banyak orang untuk terbuka dan menerima Yesus di dalam hidup mereka.

Lukas mencatat, bahwa pada hari Sabat berikutnya hampir seluruh penduduk kota datang untuk mendengar Sabda Tuhan. Ini adalah sebuah pengalaman baru bagi Paulus dan kawan-kawannya. Pengalaman iman mereka ternyata menjadi kekuatan yang luar biasa untuk memanggil sekaligus menggerakan hati banyak orang untuk menerima Yesus di dalam hidupnya. Namun ada saja halangan yang datang silih berganti untuk mengkerdilkan benih Sabda. Halangan yang dimaksud adalah perasaan iri hati dari orang-orang Yahudi, disertai hujatan dan bantahan terhadap ajaran Paulus.

Apa reaksi Paulus dan Barnabas? Mereka tetap berani untuk mewartakan Sabda. Dengan berani Paulus dan Barnabas berkata: “Memang kepada kamulah firman Allah harus diberitakan lebih dahulu, tetapi kamu menolaknya dan menganggap dirimu tidak layak untuk beroleh hidup yang kekal. Karena itu kami berpaling kepada bangsa-bangsa lain. Sebab inilah yang diperintahkan kepada kami: Aku telah menentukan engkau menjadi terang bagi bangsa-bangsa yang tidak mengenal Allah, supaya engkau membawa keselamatan sampai ke ujung bumi.” (Kis 46-47).

Perkataan Paulus dan Barnabas ini mengoreksi cara pandang orang Yahudi yang berpikir bahwa keselamatan adalah status quo bagi mereka. Mereka sendiri sudah menolak Yesus dan membunuh-Nya. Oleh karena itu para rasul berpaling kepada bangsa lain yang lebih terbuka kepada Tuhan. Bangsa lain yang bisa mengolah kebun anggur Tuhan dan menyerahkan hasil pada waktunya (Mat 21:41). Semua orang di dalam Sinagoga baik yang belum mengenal Allah dan sudah mengenal-Nya memuliakan Allah dan semakin percaya kepada pewartaan Paulus dan Barnabas. Sabda Tuhan semakin tersiar ke mana-mana. Paulus dan Barnabas memang dibenci, dianiaya tetapi mereka tetap tegar. Mereka bahkan mengebaskan debu kaki mereka sebagai peringatan bagi orang Antiokhia. Mereka meninggalkan kota otu dan pergi ke Ikonium.

Kisah heroik Paulus dan Barnabas ini sangat inspiratif. Untu menjadi misionaris, kita harus memiliki Yesus secara pribadi. Kita harus sudah percaya kepada-Nya, mengasihi dan mengikuti-Nya dari dekat. Semua Sabda-Nya menjadi kekuatan di dalam diri kita untuk berani mewartakannya kepada sesama. Kita bersyukur kepada Tuhan sebagaimana dilakukan Daud. Di dalam Mazmur, ia berdoa: “Nyanyikanlah nyanyian baru bagi Tuhan, sebab Ia telah melakukan perbuatan-perbuatan yang ajaib; keselamatan telah dikerjakan kepada-Nya oleh tangan kanan-Nya, oleh lengan-Nya yang kudus.” (Mzm 98:1). Hanya karena Tuhan maka segala kesulitan dapat diatasi para rasul.

Tuhan Yesus di dalam Injil meneruskan pengajaran-Nya sebagai Jalan, Kebenaran dan Hidup. Ia berkata: “Sekiranya kamu mengenal Aku, pasti kamu juga mengenal Bapa-Ku. Sekarang ini kamu mengenal Dia dan kamu telah melihat Dia.” (Yoh 14:7). Yesus sebelumnya sudah mengatakan dengan tegas: “Aku dan Bapa adalah satu.” (Yoh 10:30). Dengan demikian kita mengenal Yesus berarti mengenal Bapa. Mengenal dalam bahasa Injil Yohanes bukan hanya sekedar mengenal tetapi bahwa tujuan dari mengenal adalah mengasihi Yesus sama dengan mengasihi Bapa. Sayang sekali karena para murid belum sampai pada level mengenal Allah secara pribadi. Thomas mewakili kehidupan kita di hadirat Tuhan.

Yohanes perlahan-lahan membantu kita untuk masuk dalam misteri Yesus. Ia ada di dalam Bapa dan Bapa di dalam Dia sebagai Putera dalam Roh Kudus. Oleh karena itu kita harus percaya bahwa Yesus adalah Putra di dalam Bapa dan Bapa di dalam Putra-Nya, atau sekurang-kurangnya kita percaya pada segala pekerjaan-Nya. Lebih lanjut Yesus berkata: “Sesungguhnya barangsiapa percaya kepada-Ku, ia akan melakukan juga pekerjaan-pekerjaan yang Aku lakukan, bahkan pekerjaan-pekerjaan yang lebih besar dari pada itu. Sebab Aku pergi kepada Bapa; dan apa juga yang kamu minta dalam nama-Ku, Aku akan melakukannya, supaya Bapa dipermuliakan di dalam Anak.” (Yoh 14:12-13).

Sabda Tuhan pada hari ini membuka pikiran kita untuk berani mewartakan Sabda kepada segala makhluk. Sabda Tuhan adalah pelita bagi langkah kaki kita. Sabda Tuhan membantu kita untuk percaya kepada Allah Tritunggal yang Mahakudus. Semoga Allah Tritunggal yang Mahakudus menguatkan kita untuk menjadi misionaris sejati. Wartakanlah Sabda yang adalah Terang bagi semua orang.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply