Hari Minggu Paskah V/B
Kis 9:26-31
Mzm 22:26b-27.28+30.31-32
1Yoh 3:18-24
Yoh 15:1-8
Bersatu dengan Yesus Kristus selamanya
Kita memasuki Hari Minggu Paskah ke-V. Saya memilih tema homili berdasarkan bacaan Liturgi hari Minggu Paskah kelima ini: “Bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus”. Saya mengingat sebuah pengalaman rohani. Beberapa bulan yang lalu saya menghadiri perayaan hari ulang tahun pernikahan sepasang suami dan istri yang ke dua puluh lima. Ketika tiba di tempat perayaan, saya melihat sebuah spanduk besar bertuliskan: “Bersatu dengan Yesus Kristus selamanya”. Saya mengerti bahwa tulisan di spanduk adalah moto perayaan syukur pernikahan ke dua puluh lima. Ketika saya meminta penjelasan dari pasutri ini, mereka mengatakan bahwa selama duapuluh lima tahun, mereka berjuang untuk mengatasi berbagai kesulitan hidup berkeluarga dan juga merasakan keindahan hidup berkeluarga. Mereka menyadari bahwa kebahagiaan keluarga itu bisa mereka miliki karena mereka tetap bersatu dengan Tuhan.
Persatuan dengan Tuhan adalah salah satu hal yang penting di dalam hidup sebagai orang beriman. Ini adalah sebuah harapan yang harus dicapai oleh setiap orang beriman. Untuk mencapai persekutuan dengan Tuhan maka butuh iman. Dengan iman, orang bisa membuka diri kepada Tuhan dan membiarkan dirinya dibimbing oleh Tuhan dan bersatu dengan-Nya.
St. Paulus membagi pengalaman rohaninya ketika bersatu dengan Tuhan. Saulus adalah manusia lama yang kejam, selalu mencari para pengikut Yesus Kristus, menangkap dan memenjarakan mereka. Tetapi dalam perjalanan ke Damsyik untuk mewujudkan ambisinya ini maka Tuhan Yesus memanggilnya. Ia percaya kepada Tuhan Yesus dan bersatu dengan-Nya. Setelah dibaptis dalam nama Yesus, Saulus pergi ke Yerusalem hendak menggabungkan dirinya dengan komunitas murid-murid Yesus. Mereka spontan menolak dia karena mengetahui masa lalunya. Barnabas yang nantinya akan menjadi rekan kerja Saulus menerima dia apa adanya. Ia membawa Saulus kepada para rasul segala sesuatu yang sudah terjadi padanya.
Apa yang sudah terjadi di dalam diri Saulus? Barnabas menceritakan proses persatuan Saulus dan Tuhan Yesus. Dikisahkan bahwa Saulus melihat Tuhan Yesus dalam perjalanan menuju ke Damsyik. Tuhan Yesus sendiri memanggil namanya serta berbicara dengannya. Ia berani mengajar di Damsyik dalam nama Yesus. Ia bersoal jawab dengan kaum Yahudi yang berbahasa Yunani tentang Yesus sehingga nyaris dibunuh. Saulus dibantu komunitas ke Kaisarea lalu ia melanjutkan perjalanannya menunju ke Tarsus. Jumlah umat bertambah, sikap takut akan Tuhan mereka miliki dan Roh Kudus tetap menghibur mereka semua.
Pengalaman rohani Saulus menunjukkan bahwa Tuhan Yesus Kristus tidak memperhitungkan dosa-dosa manusia. Ia melihat iman sebagai sebuah anugerah dari Tuhan secara cuma-cuma baginya. Iman yang mempersatukan manusia dengan Tuhan Yesus sebagai pokok anggur. Penginjil Yohanes melaporkan bahwa dalam amanat perjamuan malam terakhir, Tuhan Yesus mengatakan bahawa Dialah pokok anggur dan Bapa di Surga adalah penusahanya. Setiap ranting pada-Nya yang tidak berbuah akan dipotong dan setiap ranting yang berbuah akan dibersihkan supaya lebih banyak berbuah. Tuhan Yesus mengambil gambaran pohon anggur, sebuah tanaman yang dikenal dikalangan umum. Dari tanaman ini mereka bisa belajar kapan musim gugur, musim berbunga dan musim berbuah. Kalau musim gugur, tanaman anggur yang menjalar itu kelihatan mati karena tanpa daun, tetapi ketika musim bunga tiba maka akan keluar pucuk-pucuk baru, dengan daun, bunga dan buah yang indah.
Tuhan Yesus menyamakann diri-Nya sebagai pokok anggur dan Bapa di Surga sebagai pengusaha tanaman anggur. Kita semua adalah ranting-ranting dari pokok anggur yang benar sebab terlepas dari Tuhan Yesus sebagai pokok anggur maka kita tidak dapat berbuat apa-apa (Yoh 15:5). Yesus adalah pokok anggur, kita adalah ranting-ranting yang bersatu dengan-Nya. Perumpamaan Yesus ini menunjukkan persekutuan yang luhur, tidak bisa dipisahkan satu sama lain. Sama seperti ranting yang bersatu dengan pokok anggur, demikian kita juga bersatu dengan Tuhan. Yesus mengajak kita untuk tinggal di dalam-Nya dan Ia juga tinggal di dalam kita. Konsekuensinya adalah kita bisa menghasilkan banyak buah.
Satu hal lain yang mempersatukan kita dengan Tuhan adalah kemampuan kita untuk mendengar Sabda Tuhan dan melakukannya di dalam hidup setiap hari. Yesus mengatakan bahwa jika Sabda Tuhan itu tinggal di dalam diri kita maka kita boleh minta apa saja dari Bapa. Bapa yang baik akan mengabulkannya dan dengan demikian nama-Nya pun semakin dimuliakan. Para murid yang mendengar Sabda dan melakukannya dalam hidup akan ikut memuliakan nama Tuhan selama-lamanya. Orang yang tidak setia kepada Tuhan itu laksana ranting yang kering dan dipotong lalu dibakar. Bagaimana dengan anda? Apakah anda adalah ranting yang baik yang bisa menghasilkan buah atau ranting kering yang tidak menghasilkan buah? Bersatulah dengan Yesus sang Pokok anggur, percayalah kepada sabda-Nya.
Apa yang harus kita lakukan? Yohanes dalam bacaan kedua memberi kiat-kiat kepada kita untuk bisa bersatu dengan Tuhan. Pertama, kita semua diajak untuk saling mengasihi bukan dengan perkataan atau dengan lidah, tetapi dengan perbuatan dan dalam kebenaran. (1Yoh 3:18). Kita mengasihi dengan berbuat baik kepada semua orang, musuh sekali pun. Kita mengasihi dalam kebenaran karena Yesus sendiri adalah Kebenaran. Dialah Kebenaran yang memerdekakan kita (Yoh 8:32). Kedua, kita percaya akan nama Yesus Kristus, Anak-Nya, dan supaya kita saling mengasihi sesuai dengan perintah yang diberikan Kristus kepada kita. Dua hal yakni kasih dan iman membantu kita untuk bertumbuh dalam kasih Tuhan. Kita sebagai orang beriman, diam di dalam Allah dan Allah diam di dalam kita. Inilah persekutuan yang menjadi harapan kita sebagai orang beriman.
PJSDB