Hari Rabu, Pekan Paskah V
Kis. 15:1-6
Mzm. 122:1-2,3-4a,4b-5
Yoh. 15:1-8
Mengolah Konflik Dalam Gereja
Gereja perdana berkembang dengan pesat di diaspora karena pengurbanan diri para rasul. Ada dua figur penting yaitu Paulus dan Barnabas. Kedua-duanya memang disiapkan khusus oleh Roh Kudus untuk melakukan karya evangelisasi. Dalam suasana puasa dan doa, Roh Kudus berkata: “Khususkanlah Barnabas dan Saulus bagi-Ku untuk tugas yang telah Kutentukan bagi mereka.” (Kis 13:2). Antiokhia menjadi sebuah markas penting untuk mewartakan Injil. Barnabas dan Paulus mengalami penderitaan, penganiayaan, penolakan karena cinta kasih mereka kepada Yesus Kristus. Dengan bangga mereka bahkan menghibur jemaat dengan nasihat-nasihat supaya mereka bertekun di dalam iman, dan supaya bisa masuk ke dalam Kerajaan Allah, kita harus mengalami banyak sengsara (Kis 14:22).
Persoalan baru muncul dalam tubuh jemaat yakni menyangkut status keselamatan kaum bersunat dan tidak bersunat atau kaum Yahudi dan bukan Yahudi. Ketika itu ada beberapa orang dari Yudea pergi ke Antiokhia. Ketika berjumpa dengan jemaat, mereka mengajar sebuah ajaran baru yang sangat membingungkan ketika mereka berkata: “Jikalau kamu tidak disunat menurut adat istiadat yang diwariskan oleh Musa, kamu tidak dapat diselamatkan.” (Kis 15:1). Hal ini didengar oleh Paulus dan Barnabas dan mereka dengan keras melawan dan membantah pendapat orang-orang Yudea itu. Namun karena pengaruh ajaran itu besar dan membingungkan banyak orang yang bukan Yahudi atau tidak bersunat maka dengan bijaksana, komunitas Antiokhia mengutus Paulus dan Barnabas serta beberapa rekan dari jemaat untuk pergi ke Yerusalem dan membicarakan konflik ini. Konsili Gereja pertama di Yerusalem pun dilakukan untuk mengolah konflik internal Gereja. Sebelum dilakukan Konsili pertama, Paulus dan Barnabas menceritakan perkembangan Gereja diaspora. Berkat ketekunan mereka maka banyak orang bukan Yahudi bertobat dan percaya kepada Injil. Roh Kudus juga berkarya di dalam jemaat.
Hingga saat ini masih ada gejolak-gejolak tertentu di dalam Gereja. Gejolak-gejolak itu muncul karena ada banyak hal. Misalnya, ada orang yang mau membaharui gereja karena mereka berdalil bahwa gereja memiliki banyak kelemahan. Sebenarnya pembaharuan itu bisa dilakukan kalau orang membaharui dirinya secara pribadi lebih dahulu. Mereka menuntut pembaharuan tetapi mereka sendiri tidak membaharui dirinya. Ada juga orang yang sangat legalistis. Ajaran gereja harus dilakukan secara murni dan konsekuen. Namun demikian, gereja memiliki pertimbangan-pertimbangan pastoral yang sifatnya mendukung keselamatan umat. Tuhan Yesus datang bukan untuk menghakimi melainkan untuk menyelamatkan. Dia sendiri menghendaki supaya tidak ada satu pun yang binasa.
Mengapa ada konflik-konflik di dalam Gereja sehingga menimbulkan perpecahan? Salah satu alasan yang mungkin adalah karena masing-masing orang belum menjadi ranting yang bisa berbuah dari pokok anggur. Kalau saja orang bersatu dengan Yesus maka tidak ada konflik, tidak ada yang menganggap diri paling benar, paling suci. Lebih banyak orang menjadi ranting kering karena egosime, tegar hati, tegar tengkuk. Ada perasaan lebih suci dan kudus bahkan melebihi Tuhan sendiri. Konflik-konflik ini bisa diolah dengan semangat kerendahan hati, cinta kasih dan kesabaran.
Kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia memberikan Roh Kudus-Nya supaya senantiasa membaharui Gereja. Tuhan Yesus sang imam agung juga berdoa supaya Gereja-Nya bisa menjadi satu (Yoh 17:21). Apapun situasinya, Tuhan tetap menyertai Gereja-Nya hingga akhir zaman. Gereja bisa mengolah konflik-konfliknya hingga saat ini dengan bantuan dari Tuhan dalam Konsili, Sinode dan berbagai pertemuan penuh persaudaraan. Hanya bersama dengan Kristus maka semua persoalan bisa diatasi. Sine Me nihil potestis facere!
PJSDB