Maria berjalan bersama Yesus dalam jalan Salib
Tuhan Yesus sudah tahu bahwa tugas perutusan-Nya di atas dunia ini akan sempurna dalam peristiwa Paskah-Nya. Ia mengadakan perjamuan terakhir, sekaligus membentuk Ekaristi bersama para murid-Nya. Ekaristi nantinya menjadi kesempatan untuk mengenang kembali Paskah-Nya. Ekaristi menjadi sebuah perjamuan sementara untuk menyongsong perjamuan abadi di surga. Usai perjamuan terakhir, Ia bersama para murid-Nya pergi ke Taman Getzemani di mana di tempat ini Ia berdoa dan berpasrah kepada kehendak Bapa di Surga. Di taman Getzemani ini, Yudas Iskhariot membawa para prajurit suruhan para Imam kepala orang Yahudi untuk menangkap Yesus dan mengadili-Nya. Pada malam itu juga Yesus memulai penderitaan hingga kematian-Nya. Para murid-Nya menghilang, ketakutan. Mereka tidak berani mengikuti Yesus yang sedang menderita padahal jauh sebelumnya Ia sudah mengingatkan mereka untuk berani menyangkal diri, memikul salib dan mengikuti-Nya (Mat 16:24).
Para prajurit suruhan orang para Imam Kepala dan orang-orang Yahudi membawa Yesus untuk bertemu dengan Hanas, mertua Kayafas sang Imam Agung saat itu. Yesus saat itu mengalami kekerasa fisik dan verbal. Dari rumah Hanas, Yesus diantar ke rumah Kayafas. Kayafas sebagai Imam Agung pernah menasihati orang-orang Yahudi bahwa lebih baik bagi mereka jika ada satu orang mati untuk seluruh bangsa. Petrus sendiri saat itu memang mengikuti Yesus dalam suasana ketakutan. Ia menyangkal Yesus sebanyak tiga kali. Dari rumah Kayafas, Yesus diantar ke gedung pengadilan dimana ada Ponsius Pilatus. Pilatus sendiri memang berniat untuk membebaskan Yesus karena Yesus tidak bersalah tetapi ia tidak dapat. Desakan orang-orang Yahudi lebih kuat. Yesus akhirnya dijatuhi hukuman mati. Ia memanggul salib ke Golgota dengan mahkota duri di kepala-Nya.
Perjalanan salib atau via dolorosa ini memang sangat berat. Yesus dipukuli berkali-kali, ada jubah-Nya, kepalanya bermahkota duri, memikul salib yang berat, mendaki ke bukit golgota. Para murid-Nya tidak kelihatan di sana. Hanya Yohanes yang kelihatan sembunyi-sembunyi menemani Bunda Maria dan Maria Magdalena mengikuti jalan salib Yesus. Bunda Maria memiliki kesempatan istimewa untuk berjumpa dan berbisik kepada Yesus Putranya. Maria, ibu-Nya, setia menderita bersama Dia. Via dolorosa adalah duka Maria bersama Putranya. Maria tetap menyimpan semua perkara itu di dalam hati-Nya. Kini ia menyadari bahwa Yesus Putranya adalah Raja yang menderita bagi banyak orang.
Perlu juga kita ingat bahwa ibu Yesus ternyata bukan hanya Maria. Yesus sendiri menegaskan, “Siapapun yang melakukan kehendak Bapa-Ku di surga, dialah saudara-Ku laki-laki, dialah saudara-Ku perempuan, dialah ibu-Ku!” (Mat 12:50). Menjadi pertanyaan bagi kita adalah, apakah kita setia mengikuti Yesus dan melakukan kehendak Bapa di Surga? Banyak kali kita sulit untuk menerima penderitaan, mudah menghindar atau memindahkan beban penderitaan kepada orang lain. Kita tidak akan menjadi Ibu Yesus kalau kita tidak memiliki semangat rela berkorban dan siap untuk menderita bagi Kristus dan sesama. Kita tidak menjadi ibu Yesus kalau pengorbanan kita hanya sekedar untuk mencari popularitas saja.
Doa: Tuhan Yesus Kristus, kami bersyukur atas teladan Bunda Maria dalam mendampingi orang yang menderita. Semoga karena teladan Bunda Maria, kami didorong untuk lebih berani ambil bagian dalam keprihatinan sesama, lebih-lebih yang berada disekitar kami. Bantulah kami menjadi sahabat sejati bagi orang yang menderita, dan dengan demikian menjadi sahabat-Mu sendiri. Engkaulah Tuhan kami kini dan sepanjang masa. Amin
PJSDB