Hari Selasa, Pekan Biasa VIII
Sir. 35:1-12
Mzm. 50:5-6,7-8,14,23
Mrk. 10:28-31
Berani memberi, Siap menerima!
Beberapa hari yang lalu saya memimpin perayaan misa untuk memperingati 25 tahun hidup membiara dari seorang suster. Pada saat sebelum homili, saya memintanya untuk memberi sebuah kesaksian akan panggilannya. Dengan singkat ia mengatakan kepada kami semua bahwa ia percaya Tuhan Allah itu setia dan selalu menepati janji-janji-Nya. Ia memberi satu contoh: Tuhan Yesus pernah berkata: “Sesungguhnya setiap orang yang karena Aku dan karena Injil meninggalkan rumahnya, saudaranya laki-laki atau saudaranya perempuan, ibunya atau bapanya, anak-anaknya atau ladangnya, orang itu sekarang pada masa ini juga akan menerima kembali seratus kali lipat: rumah, saudara laki-laki, saudara perempuan, ibu, anak dan ladang, sekalipun disertai berbagai penganiayaan, dan pada zaman yang akan datang ia akan menerima hidup yang kekal.” (Mrk 10:29-30). Baginya, apa yang dikatakan Tuhan Yesus ini benar-benar menjadi nyata di dalam hidupnya. Selama melayani Tuhan Yesus, ia berjumpa dengan banyak orang yang menjadi orang tua dan saudara-saudaranya. Banyak kali ia juga menderita tetapi kasih Tuhan melampaui segala-galanya.
Tuhan Yesus memang luar biasa. Ia menasihati orang muda yang banyak hartanya dalam Injil supaya pergi dan menjual segala miliknya, hasil penjualan itu diberikan kepada kaum miskin dan setelah tidak memiliki apa-apa lagi ia bisa datang untuk mengikuti Yesus. Memang mengikuti Yesus secara radikal berarti harus menjadi serupa dengan-Nya dalam segala hal. Sebagai pengikut-Nya harus berani memiliki sikap lepas bebas terhadap segala sesuatu yang kita miliki. Mengapa? Karena keterikatan terhadap harta duniawi hanya akan menjadi halangan untuk mengikuti Yesus Kristus. Nasihat Yesus ini lebih lanjut menimbulkan pertanyaan yang sangat serius khususnya dari pihak para murid tentang upah untuk mengikuti-Nya dari dekat. Petrus sebagai ketua para rasul berkomentar: “Kami ini telah meninggalkan segala sesuatu dan mengikut Engkau!” (Mrk 10: 28). Perkataan Petrus ini mengarah pada upah yang akan diterima para pengikut-Nya.
Tuhan Yesus pernah berkata: “Seorang pekerja patut mendapat upahnya.” (Luk 10:7). Untuk itu Ia berjanji kepada para murid-Nya untuk memberikan rahmat yang yang berlimpah rua kepada mereka. Hal terpenting adalah selalu setia sebagai murid karena akan ada banyak penderitaan yang akan dialami. Dalam Sabda bahagia, Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Sorga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku kamu dicela dan dianiaya dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah, karena upahmu besar di sorga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5:10-12). Santo Paulus juga pernah membagi pengalamannya tentang upah untuk mengikuti Yesus. Ia berkata: “Kalau demikian apakah upahku? Upahku ialah ini: bahwa aku boleh memberitakan Injil tanpa upah, dan bahwa aku tidak mempergunakan hakku sebagai pemberita Injil.” (1Kor 9:18).
Pada hari ini Tuhan Yesus megingatkan kita bahwa Dia sendiri memberi segala-galanya untuk kita. Ia tidak membuat perhitungan apapun dengan kita. Kita diingatkan untuk menjadi serupa dengan-Nya. Oleh karena itu kita harus berani meninggalkan, berani melepaskan segala sesuatu dan mengikuti serta melayani Yesus. Dengan demikian upahnya besar di surga. Kita memperoleh hidup kekal di surga meskipun ada saja penderitaan yang kita alami. Mengikuti St. Paulus, upah yang paling besar adalah setia mewartakan Injil-Nya sampai tuntas.
Apa yang harus kita lakukan sebagai abdi Tuhan saat ini? Kitab Putra Sirak memberikan kepada kita jalan untuk merasakan upah yang besar yakni hidup kekal di surga melalui semangat berkorban. Pertama, pengorbanan ketaatan: “Barangsiapa memenuhi hukum Taurat mempersembahkan banyak korban, dan orang yang memperhatikan segala perintah menyampaikan korban keselamatan.” (Sir 35:1). Kedua, Pengorbanan cinta kasih dan pujian: “Orang yang membalas kebaikan mempersembahkan korban sajian dan yang memberikan derma menyampaikan korban syukur.” (Sir 35:2). Ketiga, Pengorbanan Keadilan: “Yang direlai oleh Tuhan ialah menjauhi kejahatan, dan menolak kelaliman merupakan korban penghapus dosa”. (Sir 35:3). Maka dari itu, “Berikanlah kepada Yang Mahatinggi berpadanan dengan apa yang la berikan kepadamu, dengan murah hati dan sesuai dengan hasil tanganmu.” (Sir 35:9).
Tuhan Yesus berbicara tentang semangat pengorbanan lebih dalam. Ia mengatakan tentang pengorbanan orang yang mengalami penganiayaan (Mrk 10:30). Ia juga mengorbankan diri-Nya di atas Kalvary (Mrk 10:34). Dalam semangat pentekosta dan menggereja, kita juga dipanggil untuk mengorbankan waktu, tenaga dan segala milik kita untuk Tuhan dan sesama. Pengorbanan itu memang indah. Tuhan yang memulainya maka mari kita mengikuti-Nya.
Pada hari ini kita bersyukur kepada Tuhan karena Ia senantiasa mengingatkan kita supaya bersyukur kepada-Nya atas segala kebaikan yang telah diberikan-Nya kepada kita. Ia mengasihi kita apa adanya maka kita juga mengasihi-Nya dengan memberi diri secara total, melayani-Nya dengan sukacita. Meskipun menderita kita harus tetap setia melayani Tuhan karena Ia lebih dahulu setia kepada kita.
PJSDB