Homili 2 Juli 2015

Hari Kamis, Pekan Biasa XIII
Kej. 22:1-19
Mzm. 116:1-2,3-4,5-6,8-9
Mat. 9:1-8

Merasakan belas kasih Tuhan

Fr. JohnBanyak orang pandai berbuat dosa tetapi belum mengerti makna dosa dengan sebenarnya. Apakah dosa itu? Katekismus Gereja Katolik (KGK) mengajarkan bahwa dosa adalah satu pelanggaran terhadap akal budi, kebenaran, dan hati nurani yang baik. Dosa adalah satu kesalahan terhadap kasih yang benar terhadap Allah dan sesama atas dasar satu ketergantungan yang tidak normal kepada barang-barang tertentu. Dosa melukai kodrat manusia dan solidaritas manusiawi. Dosa didefinisikan sebagai “kata, perbuatan, atau keinginan yang bertentangan dengan hukum abadi” (Agustinus, Faust. 22,27) (KGK, 1849).

Selanjutnya, Katekismus juga mengajarkan bahwa dosa adalah satu penghinaan terhadap Allah: “Terhadap Engkau, terhadap Engkau sajalah aku telah berdosa dan melakukan apa yang Kauanggap jahat” (Mzm 51:6). Dosa memberontak terhadap kasih Allah kepada kita dan membalikkan hati kita dari Dia. Seperti dosa perdana, dosa adalah satu ketidaktaatan, satu pemberontakan terhadap Allah, oleh kehendak menjadi “seperti Allah” dan olehnya mengetahui dan menentukan apa yang baik dan apa yang jahat (Kej 3:5). Dengan demikian dosa adalah “cinta diri yang meningkat sampai menjadi penghinaan Allah” (Agustinus, civ. 14,28). Karena keangkuhan ini, maka dosa bertentangan penuh dengan ketaatan Yesus (Flp 2:6-9) yang melaksanakan keselamatan. (KGK, 1850).

Dengan memahami konsep dosa menurut Katekismus Gereja Katolik ini maka kita diarahkan untuk merasakan belas kasih Tuhan. Kita semua percaya bahwa jati diri Tuhan adalah kasih. Inilah ekspresi umum bahwa Allah adalah kasih (1Yoh 4:8.16) dan bahwa kasih-Nya sangat besar bagi dunia (Yoh 3:16). Allah menunjukkan belas kasih dan pengampunan-Nya tanpa batas bagi manusia melalui Yesus Kristus Putra-Nya. Dialah Anak Allah yang memperoleh kuasa dari Bapa untuk mengampuni dosa-dosa manusia.

Penginjil Matius mengisahkan tentang seorang lumpuh yang terbaring di tempat tidur di antar kepada Yesus. Yesus melihat iman orang-orang yang membawa si lumpuh tanpa nama itu lalu berkata: “Percayalah, hai anak-Ku, dosamu sudah diampuni.” (Mat 9:3). Perlu diketahui bahwa dalam perikop Injil Matius hanya memberitakan hal-hal umum tentang realitas si lumpuh. Penginjil Markus lebih terperinci misalnya dengan menyebut jumlah orang yang menggotong si lumpuh adalah empat orang beriman (Mrk 2:3). Mereka juga membongkar atap rumah dan menurunkannya di hadapan Yesus untuk disembuhkan.

Reaksi dari para ahli Taurat adalah, mereka heran karena Yesus mengatakan bahwa dosa si lumpuh itu diampuni-Nya. Bagi mereka, hanya Tuhanlah yang memiliki kuasa untuk mengampuni, tetapi mengapa Yesus berani mengatakan demikian kepada si lumpuh itu bahawa Dialah yang mengampuninya. Perkataan Yesus bahwa Ia mengampuni dosa, bagi para ahli Taurat adalah hujatan bagi Allah sendiri. Nah, di sini ke-Allah-an Yesus menjadi taruhan. Yesus sendiri menegaskan bahwa sebagai anak manusia, Ia berkuasa untuk mengampuni dosa manusia. Dengan penuh kuasa Ia berkata kepada si lumpuh: “Bangunlah, angkatlah tempat tidurmu dan pulanglah ke rumahmu!” (Mat 9:6). Seketika itu juga si lumpuh menjadi sembuh dan banyak orang memuliakan Allah.

Yesus melihat kelumpuhan fisik dan spiritual manusia. Untuk itu Ia melepaskan dosa manusia supaya manusia bisa menjadi pribadi yang merdeka. Dari perikop Injil ini kita mendapat gambaran bahwa ada orang-orang yang sudah percaya kepada Yesus sebagai satu-satunya Penyelamat. Ia berkuasa untuk menyembuhkan orang-orang sakit. Karena itu mereka membawa saudaranya yang lumpuh supaya Yesus menyembuhkannya. Iman mereka kepada Yesus Kristus memiliki kuasa untuk menyembuhkan. Yesus juga melihat di dalam diri si lumpuh pengalaman kegelapan dosa di masa lalu. Ini menjadi kesempatan bagi Yesus untuk menyelamatkannya dari dosa dengan mengampuninya. Yesus menyembuhkannya sevara lahir dan bathin. Ini adalah kesempatan yang Tuhan berikan kepada manusia bertobat dan merasakan kembali belas kasih-Nya.

Kebaikan dan belas kasih Tuhan juga dirasakan oleh Abraham. Ia mendapat kasih karunia dari Tuhan di usia senja dengan lahirnya Ishak dari Sara istrinya. Pada suatu ketika Tuhan meminta Abraham untuk mempersembahkan Ishak sebagai kurban sembelihan di hadirat-Nya di sebuah gunung yang ditentukan Tuhan. Nama gunung itu adalah gunung Moriah. Tentu saja Abraham mendapat cobaan yang berat tetapi karena Ia taat dan percaya kepada Allah maka Ia siap untuk melakukan kehendak Tuhan Allah. Melihat iman Abraham ini maka, Tuhan melindungi Ishak, putra Abraham dan menggantinya dengan seekor domba jantan untuk dikurbankan kepada Tuhan. Abraham lalu menamai tempat itu: “Tuhan menyediakan” atau Yahwe Yireh (יְהוָה יִרְאֶה.) sebab itu sampai sekarang dikatakan orang: “Di atas gunung TUHAN, akan disediakan.” (Kej 22:14).

Abraham merasakan belas kasih Tuhan karena ia beriman kepada-Nya. Ia dipulihkan oleh Tuhan melalui janji-janji ini: “Aku bersumpah demi diri-Ku sendiri – demikianlah firman Tuhan – Karena engkau telah berbuat demikian, dan engkau tidak segan-segan untuk menyerahkan anakmu yang tunggal kepada-Ku, maka Aku akan memberkati engkau berlimpah-limpah dan membuat keturunanmu sangat banyak seperti bintang di langit dan seperti pasir di tepi laut, dan keturunanmu itu akan menduduki kota-kota musuhnya. Oleh keturunanmulah semua bangsa di bumi akan mendapat berkat, karena engkau mendengarkan firman-Ku.” (Kej 22:16-18). Abraham mendengar dan percaya sepenuhnya kepada kehendak Tuhan Allah.

Pada hari ini iman kita diperbaharui. Karena iman maka Tuhan menyembuhkan orang lumpuh dan mengampuni segala dosanya. Karena iman maka Abraham mendapat berkat berlimpah dari Tuhan. Karena iman kita juga diselamatkan dalam nama Yesus Kristus. Iman menopang kita untuk merasakan belas kasih Tuhan.

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply