Homili 11 Juli 2015

Hari Sabtu, Pekan Biasa XIV
St. Benediktus
Kej. 49:29-32; 50:15-24
Mzm. 105:1-2,3-4,6-7
Mat. 10:24-33

Jangan Takut!

Fr. JohnPada hari ini kita merayakan peringatan St. Benediktus. Ia lahir sekitar tahun 480M dari sebuah keluarga kaya di Italia. Benediktus dikenal dalam gereja sebagai orang kudus yang memiliki animo tinggi untuk mendirikan biara dan menentukan peraturan-peraturan biara. Ia mendirikan dua belas biara, kemudian pergi ke Monte Casino dan mendirikan biara lain yang paling terkenal. Di dalam biara di Monte Casino, Benediktus menulis peraturan-peraturan biara Ordo Benediktin. Ia meninggal dunia pada tanggal 21 Maret 547, dikanonisasi pada tahun 1220 oleh Paus Honorius III. Benediktus memusatkan perhatiannya kepada Kristus. Kepada para biarawannya ia berkata: “Tempatkanlah Kristus di atas segala-galanya, maka janganlah ada sesuatu yang diutamakan melebihi Kristus.”

Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini akan membantu kita untuk mengerti dengan baik kehendak Tuhan bagi kita untuk selalu berbuat baik. Kita mendengar kisah-kisah akhir Yakub dan anak-anaknya. Yakub sudah tiba di Mesir, Yusuf anak kesayangannya datang dan menumpainya di Gosyen. Ketika itu, Yusuf menangis sambil memeluk ayahnya. Saat itu juga Yakub berterus terang bahwa ia akan segera menutup kelopak matanya. Ia lalu meminta kepada anak-anaknya untuk mendengar pesannya baik-baik. Ia meminta supaya nanti dikuburkan di dalam gua ladang Efron bersama nenek moyangnya.

Usai menguburkan Yakub, muncul ketakutan baru dari pihat keluarga saudara-sauaranya. Mereka berkata satu sama lain: “Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita dan membalaskan sepenuhnya kepada kita segala kejahatan yang telah kita lakukan kepadanya.” (Kej 50:15). Untuk menutupi rasa takut itu, mereka mengutus seseorang dengan pesan kepada Yusuf, “Sebelum ayahmu mati, ia telah berpesan: Beginilah harus kamu katakan kepada Yusuf: Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka, sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu. Maka sekarang, ampunilah kiranya kesalahan yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu.” (Kej 50:16). Mereka juga meminta Yusuf untuk menjadikan mereka sebagai budak.

Lihatlah bahwa kebaikan Yusuf belum sepenuhnya dimengerti oleh saudara-saudaranya. Mereka masih menaruh curiga dan berpikir bahwa Yusuf akan membalas dendam terhadap mereka. Padahal, Yusuf sudah terang-terangan mengatakan kepada mereka bahwa Tuhanlah yang memiliki rencana untuk mengutusnya mendahului ke Mesir. Dengan demikian ia bisa menyelamatkan mereka semua. Menyadari sikap saudara-saudaranya, Yusuf hanya menangis. Ia heran dengan ketidakpercayaan saudara-saudaranya itu.

Yusuf lalu berusaha untuk menghibur dan menenangkan hati saudara-saudaranya dari rasa takut. Ia berkata, “Janganlah takut, sebab aku inikah pengganti Allah? Memang kamu telah mereka-rekakan yang jahat terhadap aku, tetapi Allah telah mereka-rekakannya untuk kebaikan, dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini, yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar. Jadi janganlah takut, aku akan menanggung makanmu dan makan anak-anakmu juga.” (Kej 50:19-21). Yusuf memiliki prinsip yang berbeda, kejahatan tidak bisa dibalas dengan kejahatan. Kejahatan hanya bisa dibalas dengan kebaikan.

Sebelum meninggal dunia, Yusuf masih sempat meminta anak-anak Israel untuk bersumpah: “Tidak lama lagi aku akan mati; tentu Allah akan memperhatikan kamu dan membawa kamu keluar dari negeri ini, ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah kepada Abraham, Ishak dan Yakub.” (Kej 50:25). Setelah mendengar sumpah itu, ia pun meninggal dunia.

Kisah hidup Yusuf ini sangat indah. Refrain Mazmur antar bacaan hari ini menggambarkan hidup Yusuf: “Hai orang-orang rendah hati, carilah Allah, maka hatimu akan hidup kembali.” Yusuf adalah gambaran orang yang mencari Allah dan kehendak-Nya. Ia menunjukkan kebaikan hatinya kepada saudara-saudaranya. Kebesaran Yusuf adalah kemampuanya untuk mengampuni, berbuat baik dan mengasihi mereka sampa tuntas. Persatuannya dengan Tuhan Allah menjadi inspirasi bagi kita semua. Pada hari ini kita semua belajar untuk tidak mendendam dengan orang lain, menerima saudara-saudara apa adanya.

Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil mengajak para murid-Nya untuk tidak takut terhadap penderitaan dan kemalangan yang bakal mereka hadapi. Tuhan tetap menyertai mereka dalam segala situasi hidupnya. Para murid disadarkan untuk tetap menjadi orang yang sederhana hanya menyerupai guru bukan melebihinya. Hanya menyerupai tuan dan bukan melebihinya. Segala sesuatu yang dilakukan melebihi guru dan tuan merupakan kesombongan. Kita diharapkan jangan takut karena merupakan ciptaan yang indah, melebihi burung pipit. Tugas kita adalah mewartakan Sabda dengan sukacita tanpa perlu takut terhadap suatu apa pun. Kita lebih dari pemenang!

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply