Hari Selasa, Pekan Biasa XVIII
Bil. 12:1-13
Mzm. 51:3-4,5-6a, 6bc-7,12-13
Mat. 14:22-36
Kasih dan kebaikan Tuhan itu kekal
Pada hari ini seluruh Gereja Katolik merayakan peringatan St. Yohanes Maria Vianney. Saya mengingat tiga ungkapan isi hatinya, penuh inspirasi dan meneguhkan hidup saya sebagai seorang imam: Pertama, “Seorang imam itu laksana seorang ibu bagimu, bagaikan seorang perawat bayi yang baru berusia beberapa bulan. Ia memberinya makan-kanak-kanak itu hanya perlu membuka mulutnya. Ibu berkata kepada anaknya, `Mari sayangku, makanlah.’ Imam mengatakan kepadamu, `Ambillah dan makanlah; inilah Tubuh Yesus Kristus. Kiranya Ia memeliharamu dan menghantarmu ke kehidupan yang kekal.’ Oh, betapa kata-kata yang luhur! Kanak-kanak kecil meronta melawan siapa saja yang berusaha menahannya; ia membuka mulutnya yang mungil dan merentangkan kedua tangan mungilnya untuk memeluk ibunya. Jiwamu, di hadapan imam, secara alamiah melonjak kegirangan; jiwa berlari kepadanya; tetapi jiwa ditahan oleh ikatan-ikatan daging, dalam diri mereka yang memberikan segalanya bagi akal budinya, yang hidup hanya bagi tubuhnya semata.” Kedua, “Para imam adalah cerminan dari Hati Yesus Imam Agung.Setiap kali kamu menjumpai seorang imam, bayangkanlah dia adalah Tuhan Yesus sendiri.” Ketiga, “Di dalam doa yang dilakukan dengan baik, semua kesulitan lenyap, seperti salju di bawah sinar matahari.” Ini ketiga kutipan yang memiliki daya mengubah hidup kita semua.
Saya mengatakan bahwa ketiga kutipan ini inspiratif, memiliki daya mengubah dan meneguhkan hidup saya sebagai imam di dalam Gereja Katolik. Mengapa? Setiap hari saya merayakan Ekaristi, saya mengulangi kata-kata kenangan dari Tuhan Yesus pada malam perjamuan terakhir. Banyak kali semua berjalan begitu saja, bersifat mekanik. Padahal saya sebagai imam selalu disapa Romo atau Bapa yang merayakan Ekaristi bersama Kristus. Sifat kegembalaan imam itu laksana seorang ibu atau perawat di dalam Gereja. Seorang imam yang mengasihi seperti Kristus sendiri mengasihi. Imam yang berdoa seperti Kristus berdoa. Imam hidup di tengah badai yang mengancam namun bisa lenyap karena kuasa doa bersama Tuhan Yesus. Seorang imam yang bisa menyembuhkan karena Kristus bersamanya.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini akan membantu kita untuk hidup sesuai rencana dan kasih karunia Tuhan dengan menjauhi prasangka sehingga yang ada hanya suasana damai dan sukacita. Di dalam bacaan pertama kita mendengar kisah hidup Musa bersama Miryam dan Harun. Kita semua tahu bahwa Musa berasal dari suku Lewi dari pasutri Amram dan Yokhebed. Ia memiliki dua kakak kandung yaitu Harun dan Miriam. Harum nantinya menjadi juru bicara Musa di hadapan Firaun dan menjadi imam besar Israel dan memimpin ibadah di kemah suci. Miryam menjadi pemimpin pujian dalam ibadah dan pandai menari.
Dikisahkan bahwa Miryam dan Harun menaruh syak terhadap Musa karena mengambil wanita Kush, berkulit hitam sebagai istrinya. Dalam tradisi Israel, Musa memiliki dua istri yakni Zipora, anak Rehuel (Kel 2:21-22) dan seorang perempuan Kush (Bil 12:1). Nah, wanita Kush ini yang menjadi sumber pertikaian ketiga bersaudara yakni Miriam, Harun dan Musa. Miryam dan Harun berkata, “Sungguhkah Tuhan berfirman dengan perantaraan Musa saja? Bukankah dengan perantaraan kita juga Ia berfirman?” (Bil 12: 2). Musa sendiri dikatakan sangat lembut hatinya melebihi siapa pun di bumi ini. Tuhan mengetahui hati ketiga bersaudara maka Ia memanggil mereka untuk keluar dari kemah pertemuan.
Tuhan memanggil Miryam dan Harun lalu berkata, “Dengarlah firman-Ku ini. Jika di antara kamu ada seorang nabi, maka Aku, Tuhan menyatakan diri-Ku kepadanya dalam penglihatan, Aku berbicara dengan dia dalam mimpi. Bukan demikian hamba-Ku Musa, seorang yang setia dalam segenap rumah-Ku. Berhadap-hadapan Aku berbicara dengan dia, terus terang, bukan dengan teka-teki, dan ia memandang rupa Tuhan. Mengapakah kamu tidak takut mengatai hamba-Ku Musa?” (Bil 12:6-8). Perkataan Tuhan ini sekaligus membangkitkan murka-Nya kepada Miryam dan Harun. Miryam terserang penyakit kulit menyerupai kusta. Harun lalu meminta Musa untuk memohon doa pengampunan kepada Tuhan. Musa pun mendoakan doa penyembuhan kepada mereka.
Hidup sebagai saudara memang tidak luput dari prasangka, bisa menimbulkan perpecahan. Dari kisah keluarga Musa ini kita belajar untuk menyerupai Musa yang suka mengampuni saudara-saudaranya di hadapan Tuhan. Kita diingatkan untuk mematikan ambisi-ambisi pribadi seperti Miryam dan Harun dan coba untuk patuh dan setia seperti Musa.
Bacaan Injil menghadirkan figur Kristus yang tidak hanya memuaskan orang dengan santapan jasmani tetapi Dia juga bertindah sebagai tabib agung. Setelah membuat mukjizat penggandaan roti, ia menyendiri untuk berdoa. Para rasul dibiarkan pergi sendirian mendahului-Nya. Perahu mereka pun terombang-ambing dan menakutkan karena angin sakal. Yesus berjalan di atas air dan para murid-Nya berpikir bahwa Dia adalah hantu sehingga ketakutanlah mereka. Namun Yesus berkata, “Tenanglah, Aku ini, jangan takut!” (Mat 14: 27).
Ketakutan juga dirasakan oleh Petrus, pemimpin para rasul di dalam perahu. Ia sendiri yang berkata kepada Yesus bahwa kalau benar-benar Ia adalah Yesus maka bisa membiarkannya berjalan di atas air. Namun Petrus nyaris tenggelam dan meminta pertolongan Tuhan. Yesus mengatakan kepada Petrus bahwa ia kurang percaya dan penuh kebimbangan. Yesus mendapat nilai tambah di mata para murid-Nya. Ia disembah dan diakui sebagai Anak Allah. Selanjutnya, Yesus juga menyembuhkan banyak orang sakit. Dengan hanya menjamah ujung jubah-Nya, mereka menjadi sembuh.
Sabda Tuhan pada hari ini mengarahkan kita kepada dua hal ini. Pertama, kita dingatkan untuk menjauhi prasangka terhadap saudara-saudari kita. Banyak kali kita mudah menghancurkan persaudaraan padahal untuk membangunnya kembali sangat sulit. Kita membutuhkan Tuhan untuk selalu mempersatukan dan menguatkan relasi di dalam keluarga. Kedua, kita diingatkan untuk benar-benar mengimani Tuhan Yesus Kristus di dalam setiap situasi hidup kita. Dia memiliki kuasa yang luar biasa bagi manusia. Mari kita menghilangkan rasa bimbang kita dan mengikuti-Nya dari dekat.
St. Yohanes Maria Vianey, doakanlah kami, Amen.
PJSDB