Hari Minggu, Pekan Biasa XXII/B
Ul. 4:1-2,6-8
Mzm. 15:2-3a,3cd-4ab,5
Yak. 1:17-18,21b-22,27
Mrk. 7:1-8,14-15,21-23
Mendengar dan melakukan Sabda Tuhan
Pada suatu hari saya mengunjungi seorang sahabat. Sambil menunggu di ruang tamu rumahnya, saya memperhatikan berbagai ikon yang sudah dibingkai dengan rapi dan digantung di dinding tembok rumahnya. Ada sebuah bingkai dengan ikon Kitab Suci terbuka dimana terdapat tulisan: “Berbahagialah orang yang mendengar Sabda Tuhan dan tekun melaksanakannya”. Saya langsung menyadari bahwa bagian ini biasanya saya bacakan setelah membaca Injil dalam perayaan Ekaristi. Kita semua diingatkan untuk berbahagia ketika mendengar Sabda dan melaksanakannya dengan tekun dalam hidup setiap hari. Banyak orang hanya berbahagia dalam mendengar Sabda tetapi sulit untuk melakukannya di dalam hidupnya. Tuhan justru menghendaki supaya kita mendengar Sabda dan melakukannya di dalam hidup setiap hari.
Pada hari Minggu ini kita mendengar nasihat St. Yakobus kepada komunitasnya dan juga kepada kita semua bagaimana hidup layak dan berkenan kepada Tuhan. Ia mengatakan bahwa setiap pemberian yang baik dan setiap anugerah yang sempurna berasal dari Allah Bapa segala terang di surga. Dia sendirilah yang telah menjadikan kita melalui Sabda Kebenaran sehingga kita bisa menjadi anak sulung di antara semua ciptaan-Nya. Oleh karena itu Sabda Tuhan harus diterima di dalam hati karena Sabdalah yang berkuasa untuk menyelamatkan jiwa kita.
Bagaimana kita bersikap terhadap Sabda Tuhan? Menurut Yakobus, hendaknya kita semua bertindak sebagai pelaku Firman dan jangan hanya menjadi pendengar! Banyak orang berpikir bahwa sudah cukup kita mendengar Sabda Tuhan. Kita mendengar Sabda Tuhan supaya bisa mengalami Allah di dalam hidup kita, kita menjadi saudara dan menjadi rasul Sabda Tuhan. Kita mengalami Allah karena segala perkataan yang keluar dari mulut Allah itu memiliki kekuatan yang besar di dalam hidup kita. Misalnya kata mengampuni. Kata ini menunjuk pada diri Allah sendiri yang mengampuni dosa-dosa kita. Kita bisa mengampuni kalau Allah ada di dalam diri kita. Kita menjadi saudara ketika mendengar sabda yang satu dan sama. Bacaan-bacaan yang dibacakan selama perayaan Ekaristi bersifat mempersatukan kita sebagai saudara. Kita menjadi rasul Sabda ketika mendengar Sabda dan mewartakannya kepada sesama kita.
Mendengar Sabda saja tidak cukup. Santu Yakobus mengatakan bahwa kita juga harus menjadi pelaku Sabda. Setiap perkataan yang keluar dari mulut Allah itu harus kita lakukan di dalam hidup setiap hari. Hal konkret yang bisa kita lakukan sebagai anak-anak Allah adalah dengan melakukan perbuatan kasih seperti: mengunjungi anak yatim piatu dan para janda yang berada dalam kesusahan, dan memperjuangkan kekudusan hidup pribadi mereka.
Di dalam bacaan pertama, kita medengar bagaimana Musa mengingatkan bangsa Israel setia kepada perintah dan ketetapan Tuhan. Tentu saja perintah dan ketetapan Tuhan adalah buah dari Sabda-Nya sendiri. Musa mengajak umat Israel untuk siap mendengar ketetapan-ketetapan dan peraturan yang diajarkannya supaya dilakukan di dalam hidup setiap hari di tanah terjanji. Umat Israel dilarang untuk menambahi apa yang menjadi perintah Tuhan Allah dan Bapa kita di dalam surga. Musa mengharapkan supaya umat Israel melakukan semua perintah Tuhan dengan hati yang penuh suka cita dan kesetiaan.
Musa menghendaki supaya Israel sungguh-sungguh besatu sebagai saudara. Mereka melakukan perintah-perintah Tuhan dengan setia karena merupakan kebijaksanaan bagi mereka. Banga yang besar adalah bangsa yang umatnya bijaksana dan berakal budi. Bangsa yang besar juga memiliki Allah sebagai Tuhan. Bangsa yang besar juga memiliki ketetapan dan peraturan-peraturan yang adil. Bangsa yang besar berjalan dalam kekudusan: orang yang berlaku tidak bercela, melakukan keadilan, mengatakan kebenaran dan tidak menyebarkan fitnah dengan lidahnya. Orang yang tidak berbuat jahat kepada teman, mencelakai, memandang rendah, tidak meminjamkan uang dengan makan riba, tidak menerima suap.
Tuhan Yesus di dalam bacaan Injil menerima tamu-tamu istimewa yakni orang-orang Farisi dan beberapa ahli Taurat. Ketika itu, mereka melihat para murid Yesus makan tanpa mencuci tangan lebih dahulu. Sesuai adat dan kebiasaan mereka, sebelum mereka harus makan haruslah mencuci tangan. Alat-alat makan seperti cawan dan kendi juga perkakas tembaga juga dibersihkan. Reaksi Tuhan Yesus adalah mengatakan mereka sebagai orang munafik.h Mereka boleh memuliakan Tuhan dengan bibirnya namun hati mereka jauh dari Tuhan. Semua perintah Tuhan diabaikan sedangkan adat istiadat Yahudi mereka lakukan dengan setia.
Tuhan Yesus juga menambahkan bahwa apapun dari luar tubuh yang masuk ke dalam diri seseorang tidak dapat menajiskan dia.Tetapi apa pun yang keluar dari seseorang itulah yang menajiskan.Hal-hal yang menajiskan kita itu berasal dari dalam diri kita masing-masing. Dari hati orang, timbul segala pikiran jahat, percabulan, pencurian, pembunuhan perzinahan, keserakahan, kejahatan, kelicikan, hawa nafsu, iri hati, hujat, kesombongan, kebebalan. Semua hal-hal jahat ini timbul dari dalam dan menajiskan orang.” (Mrk 7:21-22).
Kita bersyukur kepada Tuhan karena Sabda-Nya pada hari ini menguatkan kita untuk menguduskan diri secara rohani bukan secara jasmani semata. Kita semua dipanggil untuk menjadi pelaku-pelaku Sabda Tuhan yang terungkap dalam pelayanan kasih. Semakin kita bersatu dengan Tuhan dalam Sabda, semakin kita juga mengasihi seperti Tuhan sendiri mengasihi manusia. Jadilah pelaku Firman bukan hanya sebagai pendengar Firman saja.
PJSDB