Peringatan Bunda Maria Berdukacita
Ibr. 5: 7-9
Mzm 31:2-3a,3b-4,5-6,15-16, 20
Yoh. 19:25-27
Setia berdiri di kaki salib
Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga yang memiliki seorang anak berkebutuhan khusus. Ketika tiba di rumah itu, saya merasakan suasana di dalam keluarga itu biasa-biasa saja. Ibu di rumah itu masuk ke dalam kamar dan menggendong anaknya untuk memohon doa dan berkat. Saya pun mendoakan dan memberkati anak itu. Ini merupakaan saat pertama saya mengenal keluarga itu dan mengetahui bahwa mereka mempunyai seorang anak berkebutuhan khusus. Anak itu diantar kembali ke kamar dan ditemani oleh susternya. Ibu dan bapa itu menggunakan kesempatan untuk menceritakan pengalaman hidup mereka di dalam keluarga. Pasangan suami dan istri itu bercerita bahwa sejak mereka mengetahui bahwa anak kedua mereka adalah anak berkebutuhan khusus maka cinta kasih dan pengurbanan diri mereka tercurah baginya. Memang pada mulanya, sebagai suami dan istri mereka sempat saling mempersalahkan satu sama lain dengan melihat latar belakang hidup keluarga mereka masing-masing, menghubungkannya dengan adat kebiasaan mereka. Mereka juga merasa minder dengan tetangga dan orang-orang dilingkungan. Tetapi lama kelamaan mereka bisa menerima anak mereka apa adanya. Mereka percaya bahwa anak mereka adalah pemberian Tuhan yang istimewa.
Waktu pun berjalan dan usia anak itu bertambah. Ia bertumbuh normal secara fisik tetapi perilakunya tetaplah sebagai anak berkebutuhan khusus. Namun demikian, ada ikatan bathin yang kuat antara orang tua dan anaknya. Anak itupun bersahabat dengan ibu dan ayahnya. Ibunya mengakui bagaimana ia harus meredam rasa malunya karena memiliki anak berkebutuhan khusus dan menerima anaknya sebagai hadia istimewa dari Tuhan. Siang dan malam ia selalu berusaha untuk hadir dalam kehidupan anaknya. Hingga saat ini mereka sangat bahagia karena memiliki anak berkebutuhan khusus sebagai anugerah Tuhan.
Saya menceritakan pengalaman sederhana bersama keluarga ini untuk membantu kita berpikir dan merenung tentang situasi keluarga kita masing-masing. Tuhan memberikan orang tua yang terbaik bagi anak-anak. Tuhan juga memberikan anak-anak kepada orang tua untuk dikasihi. Kita bersyukur karena banyak orang tua berjiwa besar, menerima anak apa adanya, mendidik dan membesarkan mereka. Mereka memiliki semangat rela berkorban bagi anaknya. Mereka tidak membuat perhitungan apa pun ketika mendidik dan membesarkan anaknya.
Pada hari ini kita berjumpa dengan keluarga kudus dari Nazaret. Maria dan Yusuf bergembira karena kehadiran Yesus di tengah-tengah mereka. Namun Bunda Maria mulai menyadari panggilannya sebagai ibu yang tidak selamanya bersukacita tetapi akan mengalami dukacita juga. Ketika Tuhan Yesus dipersembahkan di dalam Bait Allah, Maria dan Yusuf berjumpa dengan nabi Simeon yang sudah lama menunggu kehadiran Yesus sang Terang. Setelah memberkati dan bernubuat tentang masa depan Yesus, Simeon bernubuat tentang masa depan Bunda Maria. Ia berkata: “Sesungguhnya Anak ini ditentukan untuk menjatuhkan atau membangkitkan banyak orang di Israel dan untuk menjadi suatu tanda yang menimbulkan perbantahan dan suatu pedang akan menembus jiwamu sendiri, supaya menjadi nyata pikiran hati banyak orang.” (Luk 2:34-35).
Bagi Simeon, Yesus dari semula ditentukan untuk menjatuhkan dan membangkitkan banyak orang Israel. Nubuat Simeon tentang bayi Yesus Kristus ini bukan hanya sekedar sebuah nubuat saja. Yesus adalah utusan Allah Bapa untuk menyelamatkan semua orang. Ia akan menderita, wafat dan bangkit bagi semua orang. Orang-orang berdosa akan diselamatkan, dosa mereka dihancurkan dan Ia memberi hidup kekal kepada mereka. Sedangkan Bunda Maria sendiri akan merasakan suatu pedang yang menembus jiwanya. Pedang yang menembus jiwa adalah sebuah bahasa simbolis untuk segala penderitaan Bunda Maria sepanjang hidupnya bersama Yesus Putranya.
Apa yang terjadi dengan Bunda Maria? Penginjil Yohanes memberi kesaksian bahwa Bunda Maria ikut merasakan penderitaan Yesus Kristus Putranya. Para murid boleh menghilang tetapi didekat salib Yesus berdiri ibu-Nya dan saudara ibu-Nya, Maria, isteri Klopas, Maria Magdalena dan Yohanes murid yang dikasihi Yesus. Di saat duka ini, Yesus masih menyapa ibu-Nya dan menyerahkan tugas istimewa kepadanya. Tugas istimewa Bunda Maria adalah menjadi ibu bagi Gereja. Yohanes adalah murid Yesus yang mewakili Gereja. Di atas kayu salib, Yesus menyerahkan Yohanes mewakili Gereja-Nya dengan berkata: “Ibu, inilah, anakmu!” (Yoh 19:26). Yesus juga menyerahkan ibu-Nya bagi Gereja dengan berkata kepada Yohanes: “Inilah ibumu!” (Yoh 19:27). Bunda Maria sedang menderita bersama Yesus Putra-Nya namun ia masih mau menerima dan mengasihi Gereja sepanjang masa. Gereja masih berdoa: “Santa Maria Bunda Allah doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan waktu kami mati amen.” Doa-doa Bunda Maria masih sangat dibutuhkan Gereja.
Pada hari ini kita bersyukur karena Tuhan memberikan kita Bunda Maria, seorang ibu yang memiliki semangat rela berkorban bagi kita semua. Kesediaannya menjadi ibu Yesus menjadikannya sebagai wanita yang kuat sepanjang masa. Ia ikut menderita supaya kita memperoleh keselamatan kekal. Ia tetap berdiri di kaki salib Yesus seraya memohon pengampunan dan penebusan berlimpah bagi anda dan saya. Kita patut bersyukur kepada Tuhan karena memberikan Bunda Maria bagi kita masing-masing.
PJSDB