Hari Sabtu, Pekan Biasa II
2Sam. 1:1-4,11-12,19,23-27
Mzm. 80:2-3,5-7
Mrk. 3:20-21
Persahabatan itu penting dan harus!
Salah satu kebanggaan di dalam hidupku adalah memiliki banyak sahabat. Saya percaya bahwa Tuhan memberi para sahabat kepadaku supaya kami berjalan bersama sebagai anak-anak Tuhan. Saya sebagai pastor merasa bertumbuh karena para sahabat yang dengan caranya sendiri mendukung panggilan hidupku sebagai imam. Kadang saya membuat kesalahan sehingga mendapat teguran, kadang saya mendapat peneguhan dikala mengalami kesulitan dalam hidup. Saya merasakan keindahan dalam ziarah hidup dan panggilan imamatku karena kehadiran para saudara dan sahabat. Maka saya boleh mengatakan bahwa persahabatan itu penting dan harus. Tuhan Yesus sendiri berkata: “Kamu adalah sahabat-Ku, jikalau kamu berbuat apa yang Kuperintahkan kepadamu.” (Yoh 15:14).
Selama beberapa hari ini kita mendengar kisah di dalam Kitab Suci tentang relasi persahabatan antara raja Saul dan Daud. Kedua figur ini kadang begitu akrab dan dekat, kadang berjauhan laksana musuh. Saul selalu menjadi sosok yang mencara jalan untuk menjauh dari Daud, meskipun kadang ia menyesali rencana dan perbuatannya kepada Daud. Misalnya, Saul itu muda percaya kepada omongan orang lain dari pada mendengar langsung dari mulut Daud. Akibatnya Saul memusuhi Daud. Tetapi ketika Saul menyadari kebaikan Daud maka ia menyesal bahkan menangis di hadapan Daud. Daud juga bersahabat dengan Yonathan putra Saul. Yonathan selalu berperilaku sebagai sahabat yang baik. Ia selalu berpikir positif tentang Daud di hadapan ayahnya Saul. Daud selalu menunjukkan kesabarannya dalam membangun relasi dengan Saul. Meskipun ia diperlakukan tidak baik tetapi Daud selalu menunjukkan pikiran positif kepada Saul dan menghormatinya.
Pada hari ini kita mendengar bagaimana akhir hidup Saul dan Yonathan yang tragis dalam perang melawan bangsa Filistin dan bagaimana Daud meratapi kematian mereka. Dari Kitab Samuel, kita mendapat gambaran kematian tragis Saul. Akhir masa hidup dan pemerintahannya sebagai raja dimulai dengan pemberontakan dirinya kepada Tuhan Allah. Saul tidak sabar menanti kedatangan Samuel untuk memimpin upacara persembahan kurban sebelum ia memimpin peperangan melawan bangsa Filistin (1 Sam 13). Ia pernah menolak perintah untuk menghabisi orang Amalek dan seluruh ternaknya (1 Sam 15). Akibatnya, Saul ditolak Allah, dan ia digantikan oleh Daud.
Ada juga sebuah kejadian yang menggambarkan lemahnya kehidupan rohani Saul adalah ketika ia pergi menghubungi seorang medium perempuan di En-Dor. Ia bertanya kepada roh Samuel guna mengetahui apa yang akan terjadi dalam peperangan melawan orang Filistin yang akan segera dihadapinya (1 Sam 28:1-25). Ini adalah keputusan Saul yang diwarnai oleh rasa putus asanya karena Samuel telah meninggal, sementara Allah tidak menjawab dia. Saul kemudian meninggal di dalam peperangan melawan bangsa Filistin. Karena terjepit dan tidak rela jatuh ke tangan musuhnya hidup-hidup, Saul menjatuhkan dirinya ke pedang yang dibawa oleh pembantunya (1 Samuel 31). Saul, Yonathan, pembantunya dan banyak tentara Israel tewas.
Ketika Daud mendengar kisah kematian Saul bersama putranya dan kaum Israel dari Bangsa Filistin maka ia meratapi kematian mereka. Ia menganggap mereka sebagai pahlawan bangsa Isarel. Daud berkata: “Saul dan Yonatan, orang-orang yang dicintai dan yang ramah, dalam hidup dan matinya tidak terpisah. Mereka lebih cepat dari burung rajawali, mereka lebih kuat dari singa. Hai anak-anak perempuan Israel, menangislah karena Saul, yang mendandani kamu dengan pakaian mewah dari kain kirmizi, yang menyematkan perhiasan emas pada pakaianmu. Betapa gugur para pahlawan di tengah-tengah pertempuran! Yonatan mati terbunuh di bukit-bukitmu. Merasa susah aku karena engkau, saudaraku Yonatan, engkau sangat ramah kepadaku; bagiku cintamu lebih ajaib dari pada cinta perempuan. Betapa gugur para pahlawan dan musnah senjata-senjata perang!” (2Sam 1: 23-27).
Persahabatan itu perlu dan harus. Kita bisa bertumbuh sebagai pribadi yang utuh kalau memiliki sahabat. Mereka dengan caranya sendiri akan tetapi membantu kita untuk berjalan bersama, bertumbuh hingga mencapai kematangan hidup. Dalam membangun persahabatan selalu saja ada saat-saat padang gurun yang membuat kita merasa kering secara rohani, hidup kita monoton. Kita butuh sikap dan pikiran positif kepada semua orang. Daud selalu diperlakukan tidak adil tetapi ia tetap berlaku adil terhadap Saul. Apakah kita bisa hidup seperti Daud?
Tuhan Yesus adalah Anak Daud. Itu juga memiliki pikiran positif kepada semua orang. Ketika ia tekun melakukan pekerjaan Bapa dan lupa makan bersama para murid-Nya, maka orang-orang melihat-Nya sebagai sebuah keanehan. Ia bekerja hingga lupa makan. Para saudara dan kerabat-Nya pergi Kapernaum untuk mengambilnya karena mereka berpikir bahwa Dia tidak waras lagi. Sebenarnya alasannya bukan karena Ia dan para murid-Nya tidak makan. Semua orang melihat Yesus mengajar dan menyembuhkan banyak orang, mengusir setan-setan tanpa bantuan siapa pun. Inilah yang menjadi alasan mereka mengatakan bahwa Ia tidak waras lagi. Ini akibat pikiran negatif kepada Yesus.
Banyak kali kita juga berpikiran negatif kepada Tuhan. Kita mempersalahkan Tuhan karena apa yang kita minta tidak dikabulkan-Nya. Kita lupa bahwa Tuhan selalu memberi apa yang kita butuhkan tepat pada waktunya. Maka sebaiknya kita seperti Daud yang selalu berpikiran positif kepada Saul dan Yonathan. Kita sebaiknya seperti Yesus yang berpikiran positif kepada keluarga yang mau menjemput-Nya. Ia tetap berbuat baik kepada semua orang bahkan menyapa mereka sebagai sahabat-sahabat-Nya. Apakah anda selalu berpikiran positif dalam membangun persahabatanmu?
PJSDB