Hari Rabu, Pekan Biasa IV
2Sam. 24:2,9-17
Mzm. 32:1-2,5,6,7
Mrk. 6:1-6
Yesus saja heran!
Dalam rangka merayakan Hari Hidup Bakti (Vita Consecrata) setiap tanggal 2 Februari, biasanya diadakah pertemuan para imam, biarawan dan biarawati. Ini menjadi kesempatan untuk saling berbagi pengalaman rohani dan meneguhkan satu sama lain. Beberapa tahun yang lalu, saya pernah mengikuti pertemuan seperti ini. Ketika itu ada seorang bruder yang sudah senior di dalam tarekatnya, mendapat kesempatan untuk membagikan pengalaman pribadi dalam menjawabi dan menapaki panggilannya. Ia mengakui bahwa perjalanan rohani dan hidup religiusnya hingga memasuki usia empat puluh tahun sebagai seorang biarawan, selalu diwarnai dengan sukacita, penolakan, krisis dan lain sebagainya.
Pengalaman sukacita dirasakannya ketika melayani dan merasakan kepuasan karena pelayanannya bermakna dan diterima oleh mereka yang merasakan secara langsung pelayanannya. Pengalaman ditolak ketika pelayanannya tidak diterima dengan baik, tidak diaperesiasi sehingga membuatnya mengalami krisis di dalam panggilannya. Ia mengalami krisis karena merasa bahawa semua yang dilakukan itu sia-sia saja. Orang-orang yang menolak dan tidak mengapresiasi justru dari kalangan para konfraternya di dalam komunitas. Sedangkan orang-orang yang mengapresiasi karya dan pelayanannya adalah orang-orang di luar komunitasnya. Ketika mendengar sharing bruder ini, banyak pastor, suster dan bruder yang hadir mengatakan satu sama lain, bukan hanya bruder itu yang mengalamaninya, saya juga mengalami hal yang sama di dalam komunitas saya.
Kisah sederhana ini sebenarnya selalu terjadi di dalam keluarga, komunitas, lembaga dan masyarakat luas. Banyak orang belum memiliki kemampuan untuk bersyukur karena memiliki Tuhan yang begitu baik dan berbelas kasih, memiliki sesama yang melayani dengan caranya sendiri sesuai dengan talentanya. Banyak orang terbiasa untuk lebih mudah mengeritik sesamanya dari pada mengapresiasinya. Orang-orang dekat itu sulit mengapresiasi kelebihan sesamanya karena dia mungkin merasa rendah diri atau mungkin merasa iri hati terhadap sesamanya. Inilah hidup manusia yang nyata di hadapan Tuhan dan sesamanya.
Bagi orang yang tidak mengalami apresiasi dan penolakan janganlah berkecil hati. Tuhan Yesus saja mengalami penolakan di kampung halamannya sendiri yaitu di Nazaret. Dikisahkan bahwa Tuhan Yesus mengadakan perjalanan hingga tiba di kampung halamannya yaitu di Nazaret. Dia menjumpai ibu-Nya, melihat rumah tinggal-Nya. Pada hari Sabat, Ia masuk ke dalam rumah ibadat dan berlaku sebagai seorang Rabi yang berkuasa dan berwibawa. Ia mengajar di dalam rumah ibadat dan semua orang takjub kepada-Nya. Perasaan takjub itu bukanlah menyenangkan hati Tuhan Yesus. Jemaat yang besar itu justru bersikap skeptis dan mempertanyakan kuasa-Nya, karena mereka mengenal Yesus dan latar belakang-Nya.
Inilah pertanyaan-pertanyaan skeptis, ungkapan ketidakpercayaan mereka kepada Yesus: “Dari mana diperoleh-Nya semuanya itu? Hikmat apa pulakah yang diberikan kepada-Nya? Dan mujizat-mujizat yang demikian bagaimanakah dapat diadakan oleh tangan-Nya? Bukankah Ia ini tukang kayu, anak Maria, saudara Yakobus, Yoses, Yudas dan Simon? Dan bukankah saudara-saudara-Nya yang perempuan ada bersama kita?” (Mrk 6:2-3). Karena mereka tidak percaya sehingga hanya memandang Yesus sebagaimana adanya maka mereka kecewa dan menolaknya. Orang-orang yang menolak Yesus adalah orang-orang Nazaret, tempat Ia dibesarkan.
Reaksi Yesus adalah Ia merasa heran dengan orang-orang sekampung halaman-Nya yang hanya melihat Yesus dengan mata manusiawi dan tidak percaya kepada-Nya. Karena itu Ia berkata: “Seorang nabi dihormati di mana-mana kecuali di tempat asalnya sendiri, di antara kaum keluarganya dan di rumahnya.” (Mrk 6:4). Yesus menunjukkan kuasa Allah dan kasih-Nya kepada orang-orang di desa yang lain yang menerima dan percaya kepada-Nya.
Satu pertanyaan yang mau diungkapkan oleh Penginjil Markus bagi kita semua pada hari ini adalah apakah kita sungguh-sungguh percaya dan mengimani Yesus sebagai Tuhan kita? Kalau kita percaya dan mengimani-Nya maka hidup kita harus sungguh-sungguh Kristiani. Artinya kita menjadi serupa dengan Yesus dalam segala hal. Tantangan bagi kita adalah cepat merasa puas sebagai pengikut Kristus. Kita hanya bisa mengikuti-Nya tetapi tidak mampu menyerupai-Nya. Mengapa demikian? Karena kita belum sepenuhnya percaya kepada Yesus.
Tuhan Yesus merasa heran karena ketidakpercayaan orang-orang sekampung halaman-Nya. Tuhan Yesus juga merasa heran karena ketidakpercayaan orang-orang yang mengakui dirinya Kristiani tetapi hidupnya tidak Kristiani. Mereka hanya Kristiani ber-KTP saja. Mereka sebenarnya tidak percaya, selalu mempertanyakan siapakah Yesus di dalam hidup mereka, selalu kecewa ketika doa dan permohonan tidak dikabulkan Tuhan, padahal Yesus adalah satu-satunya Pengantara kepada Bapa di Surga.
Pada hari ini kita hendaknya berusaha untuk kembali kepada Tuhan. Kita memohon supaya Tuhan menambah iman dan kepercayaan kepada-Nya. Semoga Tuhan Yesus justru merasa heran dengan kita pada hari ini karena bisa bertobat dan kembali kepada-Nya. Kita mengimani dan mengasihi-Nya.
Doa: Tuhan Yesus, kami berterima kasih kepada-Mu karena melalui sabda-Mu hari ini, Engkau menyapa kami dan mengingatkan kami untuk percaya kepada-Mu. Semoga kami tidak hanya takjub tetapi mengimani Engkau sebagai Tuhan dan Penebus kami. Amen.
PJSDB