Hari Rabu, Pekan Prapaskah III
Ul. 4:1,5-9
Mzm. 147:12-13,15-16,19-20
Mat. 5:17-19.
Saya bangga dengan-Mu, Yesus!
Beberapa tahun yang lalu saya diminta untuk mendampingi umat dari lingkungan di sebuah paroki untuk mengadakan rekoleksi umat menyongsong perayaan paskah. Panitia rekoleksi umat memberikan tema rekoleksinya: “Saya bangga dengan-Mu, Yesus”. Panitia bersama umat lingkungan itu berharap agar perayaan paskah pada tahun itu benar-benar menjadi peristiwa iman yang membuat mereka berbangga dan semakin mengasihi Yesus Kristus, sebagai satu-satunya Tuhan dan Juruselamat manusia. Kegiatan rekoleksi berjalan dengan baik, ada sharing-sharing pengalaman umat dalam hubungan pribadinya dengan Yesus, yang menggambarkan rasa bangga, hormat dan kasihnya kepada Yesus. Seorang umat mengatakan: “Saya akan tetap berbangga dengan Yesus di dalam keluarga dan di tempat saya bekerja karena disanalah saya berjumpa dengan-Nya dalam diri sesamaku”
Saya membayangkan bahwa dalam masa prapaskah ini, banyak umat juga memiliki perasaan-perasaan hati yang sama. Selama masa prapaskah ini banyak umat memiliki niat yang bagus sebagai wujud rasa bangga sebagai pengikut Yesus Kristus, dengan melakukan puasa dan pantang dengan sebaik-baiknya, tekun berdoa dan setia melakukan karya amal kasih. Ada juga umat yang menekuni devosi sengsara Yesus dengan melakukan jalan salib, dan memupuk semangat rela berkorban bagi sesama yang sangat membutuhkan. Semua kegiatan yang indah selama masa prapaskah ini menjadi bagian dari perwujudan rasa bangga kepada Yesus. Segala sesuatu yang kita lakukan untuk saudara yang paling hina, kita melakukannya untuk Yesus (Mat 25:40).
Pada hari ini kita berjumpa dengan sosok Tuhan Yesus yang sedang duduk dan berkotbah di bukit Sabda Bahagia. Setelah mengucapkan Sabda Bahagia kepada para murid-Nya, Ia coba menyentuh satu tema penting yang akan menjadi bagian dari pergumulan komunitas Gereja perdana. Pergumulan yang dimaksud adalah apakah masih menjadi sebuah keharusan bagi komunitas Gereja perdana untuk mengikuti hukum Taurat Musa atau mengikuti kebaruan dalam Injil yang diwartakan oleh Tuhan Yesus Kristus sang Musa baru. Apakah masih ada relasi antara Yudaisme dan Kristianisme? Di sini kelihatan bahwa Penginjil Matius mau menunjukkan iman komunitasnya, yang masih terikat dengan tradisi Yahudi dan Sinagoga, namun menjadi baru karena persekutuannya yang begitu erat dengan Yesus Kristus yang dikenal sebagai Mesias dan Guru yang istimewa.
Tuhan Yesus berkata: “Jangan kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan hukum Taurat atau Kitab Para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya melainkan untuk menggenapinya.” (Mat 5:17). Yesus datang untuk menggenapi bukan berarti Yesus sekedar melengkapi atau menyempurnakan hukum Taurat dan Kitab para nabi. Yesus justru memberi makna baru yang terdalam dari hukum Taurat dan Kitab para nabi dengan hukum kasih. Kita dipanggil untuk mengasihi Tuhan dengan totalitas hidup kita dan mengasihi sesama seperti kita mengasihi diri kita sendiri. Mengapa? Karena Allah adalah kasih! (1Yoh 4:8.16). Hukum Kasih juga menjadi tema utama diskursus Yesus di bukit Sabda Bahagia. Dengan menghadirkan Kerajaan Allah, Yesus sebenarnya menghadirkan wajah Allah yang berbelas kasih, Allah yang Maharahim kepada semua orang, melengkapi proyek keselamatan yang juga merupakan kehendak Bapa di surga.
Yesus menggenapi hukum Taurat dan Kitab para nabi maka Ia juga menghendaki agar kita semua juga menyerupai-Nya. Artinya, kita semua juga dipanggil untuk ikut serta menggenapi dengan mentaati kehendak Allah. Hukum Taurat adalah kehendak Allah untuk mengasihi maka kita juga diingatkan Yesus untuk mampu mengasihi. Yesus berkata: “Karena itu siapa yang meniadakan salah satu perintah hukum Taurat sekalipun yang paling kecil, dan mengajarkannya demikian kepada orang lain, ia akan menduduki tempat yang paling rendah di dalam Kerajaan Sorga; tetapi siapa yang melakukan dan mengajarkan segala perintah-perintah hukum Taurat, ia akan menduduki tempat yang tinggi di dalam Kerajaan Sorga.” (Mat 5:19).
Dalam masa prapaskah ini kita semua diingatkan Tuhan untuk setia membaca dan merenungkan Sabda Tuhan. Melalui Sabda Tuhan, kita mengenal lebih dalam kehendak Allah yang sangat indah bagi kita yakni mengasihi karena Dia adalah kasih. Kita juga ikut merasakan kerahiman Allah Bapa di dalam diri Putra-Nya Yesus Kristus. Paus Fransiskus dalam Bulla Misercordiae Vultus mengatakan bahwa Yesus Kristus menghadirkan wajah Allah Yang Maharahim. Semoga dalam masa prapaskah dan dalam tahun kerahiman ini, kita semua semakin terbuka dan mengasihi Yesus. Kita berbangga dan menjadi semakin serupa dengan-Nya dalam hidup kita setiap hari.
PJSDB