Homili 23 Maret 2016

Hari Rabu, Pekan Suci
Yes 50:4-9a
Mzm 69:8-10.21-22.31.33-34
Mat 26:14-25

Harganya tiga puluh uang perak!

imageAda seorang sahabat menceritakan pengalamannya. Ia merasa pernah menjadi korban ketidakadilan yang dilakukan oleh seorang rekan kerjanya di kantor. Konon rekan kerjanya itu suka mencari-cari muka dengan pimpinannya, akibatnya sahabat ini mengalami kesulitan dalam kenaikan pangkat dan tunjangan-tunjangan yang menjadi haknya. Padahal menurutnya, dari segi tugas dan tanggung jawab ia merasa melebihi rekannya itu. Hal yang membuatnya merasa diperlakukan tidak adil adalah ketika dia dipindahkan untuk menangani tugas lain, dengan alasan yang tidak masuk akal. Namun ia menerima tugas baru itu dengan senang hati dan berusaha untuk membuktikan bahwa dirinya masih yang terbaik di perusahaan itu. Rekan kerjanya sendiri akhirnya dipecat setelah ketahuan menggelapkan dana tertentu di perusahaan itu. Baginya ini adalah pelajaran yang sangat berharga. Ketika kita menjual sesama kita dengan harga yang murah maka kita juga akan dijual dengan harga yang jauh lebih murah.

Pada hari ini kita berjumpa lagi dengan figur Yudas Iskariot. Menyebut nama Yudas Iskariot, kita bisa langsung mengingat berbagai label yang diberikan kepada-Nya. Dia adalah bendahara komunitas Yesus yang tidak jujur, berlagak mau membantu kaum miskin tetapi ternyata suka menyelewengkan dana komunitasnya. Ia disebut pengkhianat karena bisa menjual Yesus sang Maestronya kepada para imam kepala dengan harga tiga puluh uang perak. Ia menyesali perbuatannya tetapi sudah terlambat sehingga jalan terakhir baginya adalah membunuh dirinya.

Bagaimana proses negosiasi antara Yudas Iskariot dan para imam kepala? Penginjil Matius mengisahkan bahwa pada suatu hari Yudas Iskariot menjumpai para imam kepala dan ia berkata kepada mereka: “Apa yang hendak kamu berikan kepadaku supaya aku menyerahkan Dia kepada kamu?” (Mat 26:15). Para imam kepala saat itu membayar tiga puluh uang perak kepadanya. Yudas Iskariot menerima bayaran itu dan mencari kesempatan untuk menyerahkan Yesus. Kita melihat bagaimana Yudas Iskariot begitu mudah mengkhianati Yesus Gurunya dengan menjualnya murah. Nyawa Anak Manusia hanya dihargai tiga puluh uang perak. Pikiran Yudas hanya pada uang sehingga ia menjadi buta dan melakukan kesalahan fatal.

Lalu bagaimana proses penyerahan Yesus kepada para imam kepala? Berawal dari keinginan Yesus untuk makan bersama para murid-Nya sebelum hari raya Roti Tidak Beragi. Para murid-Nya menyiapkan perjamuan paskah sesuai kehendak-Nya. Ketika mereka sedang makan bersama, Yesus mengatakan kepada mereka bahwa ada salah satu di antara mereka yang akan menyerahkan Dia. Para murid bersedih hati dan saling bertanya satu sama lain. Dengan jujur mereka bertanya kepada Yesus: “Bukan Aku ya Tuhan?”(Mat 26:22). Yesus mengatakan bahwa dia yang menyerahkan-Nya adalah yang sama-sama mencelupkan tangan ke dalam pinggan. Dia adalah Yudas Iskariot yang berkata kepada Yesus: “Bukan aku, ya Rabi?” (Mat 26:25). Yesus berkata kepadanya: “Engkau telah mengatakannya” (Mat 26:25).

Kisah Yudas Iskariot adalah kisah hidup setiap pribadi, anda dan saya. Coba anda pikirkan, betapa mudahnya kita mengkhianati Tuhan dan sesama melebihi Yudas Iskariot. Dia mengkhianati Yesus satu kali saja, kita mengkhianati Yesus dan sesama kita berkali-kali, dari pengkhianatan yang ringan sampai kepada yang berat. Mengapa kita mengkhianati Tuhan dan sesama? Karena kita egois dan tamak. Karena egois dan tamak maka orang leluasa menjual sesamanya dengan cara mencari muka, berada di bawah ketiak pimpinan kapan dan di mana saja. Lihatalha orang-orang yang tidak jujur di sekitar kita, yang suka makan duit alias melakukan korupsi. Perasaan malu sudah tidak ada lagi pada mereka. Yudas masih bisa menyesal dan membunuh diri, sedang para koruptor malah tertawa di depan layar kaca.

Nabi Yesaya dalam bacaan pertama menulis himne Hamba Tuhan yang ketiga tentang ketaatan hamba Tuhan. Hamba Tuhan menunjukkan ketaatannya kepada Tuhan dengan bersyukur karena Tuhan memberinya lidah sebagai seorang murid supaya bisa berbicara dan meneguhkan orang yang letih lesu. Tuhan juga memberinya telinga yang baik supaya bisa mendengar dengan baik. Dengan mendengar maka ia juga menjadi taat. Hamba Tuhan yang taat itu siap untuk menderita. Figur hamba Tuhan ini membiarkan punggungnya dipukuli, pipinya juga diberikan kepada orang yang mau mencabuti janggutnya. Mukanya tetap tegar sekalipun dinodai dan diludahi.

Dalam suasana penuh penderitaan ini, Hamba Tuhan merasa masih memiliki modal yakni Tuhan adalah kasih. Tuhan hadir dalam kehidupannya sebagai penolong yang setia.Tuhan tidak akan mempermalukannya karena Tuhan adalah pelindung laksana gunung batu baginya. Kemenangan ada di tangannya sebagai hamba-Nya.

Kisah hamba Tuhan ini menggambarkan kisah Yesus sendiri. Yesus juga merasakan penderitaan yang besar tatkalai memikul salib ke Kalvari. Ia juga diolok-olok, disesah bahkan dibunuh secara keji di atas kayu salib. Semua dilakukan oleh Yesus sang Hamba Tuhan dan hamba para manusia semata-mata karena kasih. Yesus tidak menjual murah diri kita atau mengkhianati diri kita. Yesus mengasihi kita maka kita pun mengasihi-Nya dan sesama. Mengapa anda masih takut untuk mengasihi?

PJSDB

Leave a Reply

Leave a Reply