Hari Kamis Putih Pagi – Misa Krisma
Yes 61: 1-3a.6a.8b-9
Mzm 89: 21-22.25,27
Why: 1:4.5-8
Doakanlah para gembalamu
Bapa Uskup, para imam, diakon, biarawan dan biarawati juga umat Katolik biasanya berkumpul bersama pada hari Kamis Putih pagi atau karena alasan pastoral maka sebelum atau sesudah hari raya Paskah di gereja Katedral untuk mengadakan Misa Krisma. Misa Krisma memiliki ciri khas yakni pertama, Misa ini menjadi kesempatan bagi Bapa Uskup untuk memberkati tiga minyak yang nantinya akan dipakai oleh para pelayan Tuhan khususnya para imam untuk melayani Gereja yakni minyak krisma, minyak katekumen dan minyak untuk pengurapan orang sakit. Minyak Krisma biasanya dipakai oleh Bapa Uskup atau yang mewakilinya untuk memberi sakramen Krisma kepada umat atau dalam tahbisan suci para imam, pemberkatan altar, gereja baru dan sakramen pembaptisan. Para imam sebagai rekan Bapa Uskup menggunakan minyak Krisma untuk mengurapi para baptisan baru. Minyak katekumen dipakai untuk mengurapi para katekumen yang sebentar lagi akan dibaptis dalam Gereja Katolik. Minyak pengurapan orang sakit dipakai oleh pelayan Tuhan untuk mengurapi orang sakit sebagai tanda pertobatan.
Ciri khas kedua dari Misa Krisma adalah pembaharuan janji imamat yang dilakukan oleh para imam bersama Uskup dihadapan Tuhan. Jadi Bapa Uskup membaharui janji setianya untuk menjadi gembala di keuskupannya. Para imam membaharui janji imamatnya sebagaimana dilakukannya pada hari pentahbisannya di hadapan Uskup Pentahbis. Para diakon membaharui janjinya untuk melayani sebagaimana di lakukan pada hari pentahbisannya di hadapan Uskup Pentahbis. Kadang-kadang para biarawan dan biarawati yang hadir juga membaharui janji setianya. Semua ini dilakukan dengan sadar antara gembala dan umat dan antara umat yang mendengar langsung pembaharuan janji dengan gembalanya sendiri. Di sinilah makna Gereja sebagai satu persekutuan. Maka Misa Krisma juga merupakan tanda persekutuan di dalam Gereja.
Bapa Uskup biasanya menanyakan para imamnya apakah mereka bersedia membaharui janji imamatnya sebagaimana mereka sendiri sudah melakukannya di hari pentahbisannya di hadapan Uskup dan umat yang hadir. Para imam menjawab dengan penuh keyaninan “Ya saya mau”. Bapa uskup bertanya apakah para imam tetap bersatu dengan Tuhan Yesus Kristus, model kehidupannya, berani menyangkal dirinya dan selalu siap untuk melayani Gereja. Para imam menjawab “Ya, saya mau”. Bapa uskup bertanya lagi apakah para imam setia dalam merayakan Ekaristi, melayani Sabda Tuhan dan melayani seturut teladan Yesus Kristus sang Imam Agung. Para imam juga tidak termakan oleh hal duniawi tetapi semata-mata melayani dengan penuh kasih kepada sesama manusia. Dan para imam menjawab “Ya, saya mau”. Jadi sebanyak tiga kali para imam menyatakan kemauannya untuk setia selamanya sebagai Alter Christus (Kristus lain).
Lalu bagaimana dengan umat yang hadir dalam perayaan ekaristi ini? Bapa uskup meminta para umat yang hadir untuk mendoakan para imamnya dan dirinya sebagai uskup untuk menjadi serupa dengan Yesus Kristus. Dia adalah gembala yang baik, guru dan pelayan bagi semua orang maka Bapa Uskup dan para imam mau menjadi serupa dengan-Nya.
Perayaan Ekaristi hari ini dimulai dengan sebuah antifon yang sangat meneguhkan hati, yang juga akan kita dengar bersama dalam bacaan kedua yakni “Tuhan Yesus Kristus sudah membuat kita menjadi suatu Kerajaan, menjadi imam-imam bagi Allah, Bapa-Nya, bagi Dialah kemuliaan dan kuasa sampai selama-lamanya. Amin” (Why 1:6). Para imam dengan kolegialitasnya membentuk sebuah kerajaan rohani untuk melayani Tuhan sendiri dan sesama, baik di dalam Gereja maupun di luar Gereja. Pelayanan ini bukan semata-mata pelayanan manusiawi yang kelihatan tetapi lebih dari itu merupakan pelayanan rohani karena Yesus Kristus sendiri adalah sumber dan kekuatan pelayanan para imam. Para imam melakukan pekerjaan Yesus Kristus bukan pekerjaannya sendiri.
Oleh sebab itu para imam diharapkan untuk menjadi serupa dengan Yesus Kristus dalam segala hal. Mengasihi seperti Kristus, mempersatukan pribadi-pribadi dan menghibur seperti Tesus Kristus sendirilakukan ketika masih berada di dunia ini. Singkatnya, para imam harus berani melakukan visi dan misi dari Tuhan Yesus sebagaimana kita dengar dalam bacaan Injil hari ini (Luk 4:16-21). Penginjil Lukas mengisahkan bahwa ketika itu Tuhan Yesus pergi ke Nazaret, kampung halaman-Nya, sekaligus tempat di mana Ia ditolak karena orang-orang hanya melihat-Nya dan latar belakang manusiawi-Nya.
Apa yang diungkapkan Tuhan Yesus pada saat berada di dalam rumah ibadat di Nazaret? Ia mengutip apa yang sudah dinubuatkan Yesaya sebagaimana kita dengar dalam bacaan pertama. Ia mengatakan “Roh Tuhan ada pada-Ku dan Ia telah mengurapi Aku”. Tuhan Yesus merasakan kehadiran Roh Kudus di dalam diri-Nya dan bahwa Ia ditahbiskan, dikuduskan, dijadikan Mesias. Pengudusan ini bertujuan untuk menyampaikan kabar baik kepada kaum papa dan miskin, memberitakan pembebasan kepada para tawanan, penglihatan bagi orang buta, membebaskan kaum tertindas dan untuk memberitakan tahun rahmat Tuhan telah datang.
Visi dan Misi Yesus Kristus ini harus menjadi nyata dalam tugas dan pelayanan seorang imam di dalam Gereja. Imam itu bukan soal jabatan saja tetapi sebuah panggilan untuk melayani. Maka para imam dipanggil untuk menjadi serupa dengan Yesus dalam mewartakan Injil sebagai khabar sukacita. Pertanyaan kita adalah apakah para imam sudah mewartakan Injil dengan sukacita? Apakah para imam menyiapkan homilinya dengan baik, efektif dan bisa membangun iman umat? Apakah para imam bisa memerdekakan umat dengan pelayanan dan doa-doa dan kesaksian hidupnya?
Lalu bagaimana tugas para umat bagi para imamnya? Bapa uskup dalam ritus janji imamat meminta umat untuk mendoakan para imamnya. Banyak umat yang tak henti-hentinya mendoakan para imam untuk menjadi imam yang kudus dan setia sampai mati sebagai imam. Banyak umat yang mendukung hidup dan pelayanan para imam, sebagaimana saya sendiri mengalaminya sebagai imam. Namun banyak umat juga yang hanya bisa mengeritik, mengissuekan dan mau menjatuhkan imamnya. Misalnya, kalau imammu berlaku keliru, dekatilah dan berbicaralah dengannya bukan dengan menjatuhkannya di media sosial sebagaimana sedang terjadi di mana-mana. Para imam adalah manusia yang rapuh tetapi dikuatkan sendiri oleh Tuhan dan umat Allah.
Pada hari istimewa ini, saya secara pribadi mengucapkan syukur atas panggilan imamat yang sedang kujalani hingga memasuki tahun yang ke-15 ini. Sejak memulai panggilan imamat, saya mengingat keluargaku sebagai tempat pertama merasakan benih panggilan suci ini. Kedua orang tua dan semua saudara serta saudariku yang memberi dukungan dan doa yang terus menerus. Para salesian sebagai konfraterku, para formator dan umat sekalian yang selalu baik hati dan mengingatku dalam doa, mereka yang selalu bermurah hati membantu karya dan pelayananku. Doa dan berkat untuk kalian semua. Doakan kami para imammu.
PJSDB