Hari Rabu, Pekan Paskah VI
Kis 17:15.22-18:1
Mzm 148: 1-2.11-12b.12c-14a.14bcd
Yoh 16:12-15
Berani menunjukkan Wajah Allah
Saya pernah merayakan misa di sebuah komunitas para suster. Komunitas para suster ini terletak di perumahan sederhana, semua tetangga mereka bukan beriman Kristiani. Ketika tiba di komunitas, saya menekan bell tetapi para suster masih khusuk berdoa brevir. Tiba-tiba saya didatangi oleh seorang bapa setengah baya dan bertanya: “Pak, apakah anda ada perlu dengan suster-suster di sini?” Saya menjawab, “Ya, saya ingin bertemu dengan para suster di sini”. Ia berkata: “Pa harus bersabar. Biasanya kalau AC di kamar ini hidup berarti mereka sedang berdoa dan tidak boleh diganggu. Kalau AC-nya mati maka boleh menerima tamu.” Setelah mengatakan demikian, ia meninggalkan saya seorang diri. Beberapa menit kemudian, suster pimpinan komunitas keluar dan menjemputku. Saya menceritakan pengalaman ini setelah misa pagi. Suster pimpinan mengatakan kepada saya bahwa ketika barusan tinggal di kompleks itu mereka harus meminta ijin untuk berdoa dan beribadat. Tetapi sekarang mereka bisa berdoa dengan leluasa karena mereka sudah saling mengenal satu sama lain. Para suster juga suka menolong mereka. Konon, seorang pengurus RT bahkan mengaku bisa melihat wajah Tuhan dalam diri para suster di komunitas itu. Ini semua karena kebaikan dan kasih yang mereka rasakan bersama para suster.
Pengalaman sederhana ini sangat berharga dalam hidup saya. Dari suster-suster ini saya belajar bagaimana menjadi misionaris yang sederhana untuk memenangkan jiwa banyak orang. Mereka menghadirkan wajah Allah dalam kesederhanaan hidup, pelayanan yang tulus dan doa-doa yang mereka panjatkan kepada Tuhan. Mereka melakukan tugas-tugas mereka dengan kasih. Kesaksian hidup mereka dalam komunitas telah mengubah hidup banyak orang yang ada di sekitar komunitas mereka. Tentu saja perlu diakui bahwa tidaklah mudah menghadirkan Tuhan dalam konteks kemajemukan sebagaimana dirasakan di banyak tempat termasuk komunitas para suster ini. Orang lain akan berubah kalau kita lebih dahulu berubah.
Pada hari ini kita berjumpa dengan seorang misionaris besar yakni St. Paulus. Ia sedang mengadakan perjalanan misioner ke pada bangsa-bangsa lain. Sebagai misionaris, ia juga mengalami banyak kesulitan, penolakan bahkan penganiayaan. Dikisahkan bahwa setelah terjadi kerusuhan di kota Berea, ia meninggalkan kota itu menuju ke Atena, Yunani. Ia sangat membutuhkan kehadiran kedua rekannya yaitu Silas dan Timotius untuk menolongnya. Ketika berada di Atena, ia menyempatkan dirinya pergi ke daerah Areopagus. Di tempat ini, ia memberikan pidatonya kepada orang-orang di kota Atena yang sedang dikuasai oleh berbagai aliran filsafat. Ia berkata: “Hai orang-orang Atena, aku lihat, bahwa dalam segala hal kamu sangat beribadah kepada dewa-dewa. Sebab ketika aku berjalan-jalan di kotamu dan melihat-lihat barang-barang pujaanmu, aku menjumpai juga sebuah mezbah dengan tulisan: Kepada Allah yang tidak dikenal. Apa yang kamu sembah tanpa mengenalnya, itulah yang kuberitakan kepada kamu.” (Kis 17:22-23).
Ia lalu memulai pengajarannya kepada orang-orang Atena dengan menceritakan Allah dan kuasa-Nya ketika menciptakan segala sesuatu. Tuhan Allah menciptakan bumi dan segala isinya. Ia menjadi Tuhan atas langit dan bumi. Sebab itu Tuhan tidak mendiami kuil-kuil buatan tangan manusia, tidak dilayani oleh manusia. Alasannya adalah, Tuhan adalah Pencipta yang memberikan nafas dan segala sesuatu kepada semua orang. Allah juga menganugerahkan keturunan manusia dan memberikan tempat hunian yang layak. Allah sesungguhnya berbeda dengan Allah dalam pikiran manusia. Dia bukan emas, perak atau batu.
Paulus juga menyerukan pertobatan kepada orang-orang Atena. Pertobatan diperlukan untuk bisa menerima Yesus yang telah wafat dan bangkit dari kematian. Sayang sekali karena setelah mendengar tentang Yesus yang telah wafat dan bangkit, banyak orang mundur dan menolak kehadiran Paulus. Mereka mengejek Paulus dan mengatakan kepadanya bahwa lain kesempatan baru mereka bisa mendengar perkataan Paulus tentang kebangkitan orang mati. Paulus pun meninggalkan Areopagus menuju ke Korintus. Hanya beberapa laki-laki menjadi peraya kepada Tuhan karena pengajaran Paulus. Di antara mereka ada Dionisius dan Damaris. Paulus tidak patah semangat, ia tetap setia mewartakan Injil kepada bangsa-bangsa lain.
Kita belajar dari Paulus yang tetap berani dan setia mewartakan Injil. Ia mengalami penolakan dan menderita banyak penganiayaan namun kesetiaan misionernya tetap ada. Banyak kali kita mudah putus asa, dan mau berlari dari pelayanan-pelayanan kita di dalam gereja. Mari kita mengambil semangat Paulus dan tak kenal lelah melayani Tuhan dengan sukacita.
PJSDB