Masih iri hatikah anda?
Saya pernah menyisihkan waktu luang untuk membaca berita-berita social dan politik di tanah air. Biasanya setelah berita itu ada komentar tertentu terhadap isi berita tersebut. Saya sendiri bingung karena menemukan orang yang lebih suka memberi komentar frontal dan negatif terhadap pribadi orang yang disebutkan di dalam berita itu, bukan komentar tentang mutu berita, kebenarannya dan manfaat berita itu bagi civil society.
Pada berita yang sama terdapat dua kelompok orang yakni para pendukung yang menggunakan akal budinya, melihat hal-hal positif dari berita atau tokoh dalam berita dan mengapresiasi. Ada kelompok yang melawan maka reaksinya menunjukkan rasa benci, iri hati, dendam terhadap seseorang. Orang tidak punya perasaan malu untuk menulis rasa marah, benci, iri hati dan dendam di media massa atau media social. Aneh karena orang berani marah di tempat umum terhadap orang yang belum pernah dikenal secara pribadi. Hal ini menandakan bahwa peradaban orang tersebut masih sangat rendah karena memadang manusia sebagai bukan manusia. Saya sendiri berusaha untuk menjaga diri dari kebiasaan membaca berita dan komentar orang di media massa.
St. Yakobus pernah menasihati jemaat gereja perdana supaya hidup dan karyanya mencerminkan pribadi yang bijak dan berbudi. Pribadi yang bijak dan berbudi itu tercermin dalam melakukan perbuatan-perbuatan baik kepada semua orang. Sebab itu setiap orang berusaha menjauhkan diri dari dua hal yang dapat menjadi akar kekacauan yakni iri hati dan mementingkan diri (egois). St. Yakobus berkata: “Di mana ada iri hati dan mementingkan diri sendiri, di situ ada kekacauan dan segala macam perbuatan jahat.” (Yak 3:16).
Sekarang mari kita memeriksan bathin kita: apakah sepanjang hari ini saya iri hati dan mementingkan diri sendiri sehingga merugikan sesama dan melukai hati Tuhan yang Mahakudus?
P.John, SDB