Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XVI
Yer 1:1.4-10
Mzm 71:1-4a.5-6ab.15ab.17
Mat 13:1-9
Mendengar Sabda dengan iman
Dalam suatu acara talk show tentang Sabda Tuhan, ada seorang pemuda bertanya kepada nara sumber tentang manfaat mendengar sabda Tuhan dalam hidup setiap hari. Nara sumber dengan cerdas memberi jawaban tentang semua manfaat dari mendengar sabda Tuhan sebagai berikut, pertama, Dengan mendengar Sabda Tuhan, kita dapat mengalami Allah di dalam hidup pribadi masing-masing. Kedua, Dengan mendengar Sabda Tuhan, kita dapat menjadi sebuah komunitas persaudaraan. Ketiga, Dengan mendengar Sabda Tuhan, kita menjadi setia di dalam menjalani panggilan hidup masing-masing setiap hari dan keempat, Dengan mendengar Sabda Tuhan, kita menjadi rasul bagi Sabda itu sendiri. Kita siap menjadi utusan Sang Sabda untuk mewartakan sabda. Jawaban nara sumber dan penjelasan serta contoh ayat Kitab Suci sangat tepat, dan rasanya sangat bermanfaat bagi para peserta yang hadir.
St. Paulus mengatakan bahwa iman itu timbul dari pendengaran dan pendengaran oleh Firman Kristus (Rm 10:17). Ini berarti kita mendengar Sabda dengan iman. Sabda Tuhan adalah benih-benih yang ditaburkan Tuhan di dalam hati setiap orang dan bagaimana hatinya itu mengusahakan benih itu untuk berbuah melimpah. Dalam Konstitusi Dogmatis Lumen Gentium tentang Gereja dikatakan: “Tuhan Yesus mengawali Gereja-Nya dengan mewartakan kabar bahagia, yakni kedatangan Kerajaan Allah yang sudah berabad-abad lamanya dijanjikan dalam Alkitab: “Waktunya telah genap, dan Kerajaan Allah sudah dekat” (Mrk 1:15; Mat 4:17). Kerajaan itu menampakkan diri kepada orang-orang dalam sabda, karya dan kehadiran Kristus. Memang, sabda Tuhan diibaratkan benih, yang ditaburkan diladang (lih Mrk 4:14), mereka yang mendengarkan sabda itu dengan iman dan termasuk kawanan kecil Kristus (Luk 12:32), telah menerima kerajaan itu sendiri. Kemudian benih itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (Mrk 4:26-29).” (LG, no.5).
Tuhan Yesus, sebagaimana dilaporkan oleh Matius, sedang keluar dari rumah di kapernaum dan duduk di tepi danau. Kemungkinan besar, Ia duduk sambil memandang banyak orang yang sedang berada di sekelilingnya. Karena itu Ia naik ke atas perahu dan duduk di situ. Dari kejauhan terdapat bukit Sabda Bahagia dan kota Tiberias, juga daerah di sekitar Betsaida. Ia mengajar banyak orang itu dengan sebuah perumpamaan tentang seorang penabur yang menaburkan benih-benih. Penabur itu keluar dari rumahnya dan dengan bebas menaburkan benih-benihnya tanpa perlu memilih medium mana yang paling tepat bagi semua benihnya itu. Sebab itu ada benih yang jatuh di pinggir jalan, di tanah yang berbatu, di semak duri dan di tanah yang baik.
Apa yang terjadi dengan benih-benih setelah ditaburkan? Sebagian benih yang jatuh di pinggir jalan segera habis karena dimakan oleh burung-burung. Sebagian benih yang jatuh di tanah yang berbatu itu karena tanahnya sedikit maka benih-benih itu cepat tumbuh namun cepat mati setelah matahari terbit sebab benih tidak berakar. Sebagian benih jatuh di semak duri memang sempat hidup tetapi mati juga karena terhimpit oleh semak itu. Sebagian benih jatuh di tanah yang baik, bertumbuh dengan subur, sehingga menghasilkan buah, ada yang seratus kali lipat,ada yang enam puluh kali lipat dan ada yang tiga puluh kali lipat. Benih itu bertumbuh dan berbuah sangat tergantung pada mediumnya atau pada tanah tempat dia bertumbuh.
Ada satu hal lain yang menarik perhatian kita dari Injil hari ini adalah perkataan Yesus: “Barangsiapa bertelinga untuk mendengar, hendaklah ia mendengarkan” (Mat 13: 9). Tuhan menganugerahkan dua telinga bagi kita untuk mendengar lebih banyak Sabda-Nya dan melakukannya di dalam hidup kita supaya menghasilkan buah dalam ketekunan. Dengan mendengar Sabda kita akan lebih menyiapkan hati kita untuk menumbuhkan benih sabda itu. Benih Sabda itu bertunas dan bertumbuh atas kekuatannya sendiri hingga waktu panen (Mrk 4:26-29). Ini berarti kita harus mengandalkan Tuhan di dalam hidup setiap hari. Semakin kita mendengar Sabda Tuhan, semakin kita mentaati dan mengasihi Tuhan.
Mari kita berefleksi dengan melihat hidup kita masing-masing. Pertama-tama kita perlu menilai kualitas iman kita kepada Tuhan. Iman itu dianugerahkan Tuhan secara cuma-cuma kepada kita dan tugas kita adalah mengembangkannya, mematangkannya. Dengan demikian, kita tidak hanya menjadi orang katolik, tetapi sungguh-sungguh menjadi orang kristiani sejati. Kualitas iman kita dapat dilihat dari kemampuan kita untuk hidup menyerupai Kristus. Apakah anda sudah menjadi serupa dengan Kristus dalam banyak hal?
Iman itu berasal dari kemampuan kita untuk mendengar sabda Tuhan. St. Paulus mengatakan bahwa iman itu berasal dari pendengaran. Artinya iman kita dapat bertumbuh kalau kita juga koperatif dalam mendengar Sabda dan melakukannya. Sabda Tuhan yang kita dengar itu direnungkan dan dilakukan dalam hidup setiap hari. Tentu saja satu harapan yang penting adalah menghasilkan buah dalam ketekunan. Apakah anda sudah tekun mendengar, merenungkan dan melakukan Sabda dalam hidupmu?
Kita memiliki hati untuk mengasihi Tuhan dan sesama. Sebab itu kita perlu memiliki hati yang murni. Tuhan Yesus berkata: “Berbahagialah mereka yang murni hatinya karena akan melihat Allah” (Mat 5:8). Hati murni, hati tembus pandang menjadi sebuah kekuatan untuk mengasihi, sebab Allah itu kasih dan Ia lebih dahulu mengasihi kita.
Apa yang harus kita lakukan?
Nabi Yeremia adalah inspirator kita. Tuhan sudah mengenal Yeremia sejak masih di dalam rahim ibundanya. Tuhan menguduskan Yeremia sebelum lahir ke dunia dan memilih serta mengutusnya sebagai nabi. Yeremia merasa bahwa ia memiliki banyak kekurangan, salah satunya adalah tidak pandai berbicara. Namun Tuhan meneguhkannya dan mengutusnya sebagai nabi. Tuhan meletakan sabda-Nya di dalam mulutnya dan Yeremia benar-benar menjadi seorang nabi. Tuhan bahkan berjanji untuk tetap menyertai Yeremia hingga akhir zaman.
Nabi Yeremia menginspirasikan kita untuk bertumbuh dalam iman yang berasal dari pendengaran. Mari kita membuka telinga lebar-lebar untuk mendengar Sabda. Sabda Tuhan adalah Sabda Kerahiman Bapa. Kita mendengar Sabda berarti kita mengalami kerahiman Allah. Konsekuensinya adalah kita harus siap untuk menjadi rasul kerahiman Allah bagi semua orang. Biarkan mereka mengakses nilai-nilai kerahiman Allah di dalam hidup kita. Kuncinya adalah mendengar sabda dengan iman.
PJSDB