Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XVIII
Nah. 1:15; 2:2; 3:1-3,6-7
MT Ul. 32:35cd-36ab,39abcd,41
Mat. 16:24-28
Merenungkan Sequela Christi
Hari Jumat Pertama dalam bulan Agustus 2016. Umat Katolik menyebutnya hari Jum-Per, lalu diadakan Misa Jum-Per di gereja dan di tempat-tempat tertentu bagi kelompok-kelompok kategorial. Hari Jumat Pertama dalam bulan selalu menjadi istimewa bagi umat Katolik untuk merenungkan kembali kasih dan kerahiman Tuhan Allah di dalam diri Yesus Kristus Putra-Nya. Fokus permenungannya adalah kepada Tuhan Yesus yang rela menderita, sengsara hingga wafat di atas kayu salib dan bangkit dengan mulia.
Para Penginjil bersaksi bahwa setelah wafat di salib, seorang algojo menikam lambung Yesus sehingga keluar darah dan air. Gereja merenungkan peristiwa ini sebagai simbol lahirnya sakramen-sakramen di dalam Gereja. Air dan darah dari yang keluar dari lambung Yesus membersihkan, menguduskan dan menyelamatkan umat manusia. Sebab itu, meskipun tidak ada liturgi khusus benama Misa Jum-Per, tetapi umat Katolik selalu memiliki kerinduan untuk berdevosi dan menunjukkan kasih setianya kepada Tuhan Yesus Kristus. Misa Jum-Per menjadi kesempatan untuk merenungkan “sequela Christi” atau mengikuti jejak Kristus dan merasakan kerahiman Allah.
Perayaan Jum-Per kali ini sangat indah sebab bertepatan dengan pesan Injil yang kita dengar hari ini tentang konsekuensi dalam mengikuti Yesus Kristus, yakni siap untuk menderita dan memikul salib. Penginjil Matius mengisahkan bahwa setelah Petrus mengakui imannya kepada Yesus sebagai Mesias, Anak Allah yang hidup (Mat 16:16) maka sejak saat itu Petrus mendapat sebuah tugas baru yakni menjadi wadas, batu dasar bagi jemaat. Petrus laksana wadas yang kokoh karena Yesus sendiri meletakkan jemaat diatasnya sehingga alam maut pun tidak akan menguasainya. Yesus memberi kuasa kepada Petrus untuk memegang kunci Kerajaan Surga.
Selanjutnya Yesus menyampaikan dengan terus terang bahwa Ia akan pergi ke Yerusalem. Mata-Nya mengarah ke Yerusalem. Di sana Yesus akan menanggung banyak penderitaan dari pihak tua-tua, imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat. Ia akan dibunuh dan pada hari ketiga akan bangkit dengan mulia. Pemberitahuan tentang penderitaan-Nya ini tidak diterima oleh Petrus. Baginya, Yesus harus menjadi Mesias yang jaya bukan Mesias yang menderita. Yesus bereaksi dengan menegur Petrus sebagai iblis sebab menjadi batu sandungan. Kiranya perkataan Yesus ini berkaitan dengan godaan iblis yang dialami sebelumnya di padang gurun. Sikap Petrus ini mirip iblis yang sedang menggoda Yesus. Teguran keras Yesus kepadanya mengubah hidupnya, meskipun masih ada kerapuhan tertentu.
Sikap Petrus ini memang sangat wajar. Ia berpikir secara manusiawi bahwa sang Maestro yang barusan diakui-Nya itu harus tetap mulia dan jaya bukan menderita di tangan manusia. Petrus hanya melihat penderitaan Yesus secara manusawi, sedangkan Yesus menerima penderitaan sebagai bagian dari ketaatan-Nya kepada kehendak Bapa di surga. Memang rencana Tuhan bukanlah rencana manusia. Kita disadarkan untuk lebih terbuka menyadari kehendak Tuhan Allah bukan kehendak dan keinginan kita sebagai manusia yang cenderung mencari kenyamanan hidup dan tidak rela menerima penderitaan.
Pada hari ini Tuhan Yesus memberikan persyaratan kepada para murid untuk mengikuti-Nya dari dekat. Motivasi untuk mengikuti-Nya dari dekat harus benar-benar dimurnikan, bukan sekedar mengikuti saja. Yesus berkata: “Setiap orang yang mau mengikuti Aku, harus menyangkal diri, memikul salibnya, dan mengikuti Aku.” (Mat 16:24). Motivasi orang untuk mengikuti Yesus pada saat itu adalah supaya dapat mendengar sabda-Nya, merasakan kesembuhan dan melihat karya-karya besar Tuhan Allah di dalam diri-Nya. Motivasi Gereja saat ini adalah untuk menyerupai Yesus dalam segala hal. Supaya motivasi Gereja atau umat Allah murni dalam mengikuti-Nya dari dekat maka Yesus menghendaki supaya perlu menyangkal diri kita. Menyangkal diri mengandaikan semangat rela berkorban, mengutamakan orang lain, rela melupakan diri sendiri. Memikul salib berarti memandang salib Yesus dan menirunya. Artinya salib adalah semua penderitaan yang kita alami secara pribadi, entah besar atau kecil supaya menghasilkan kebahagiaan bagi sesama manusia. Contohnya adalah kehidupan dan pengurbanan para martir di dalam Gereja. Tertulianus, seorang bapa Gereja pernah berkata: “Darah para martir adalah benih iman kristiani yang subur”. Para martir menumpahkan darahnya supaya gereja tetap hidup dan bertumbuh dengan subur.
Tuhan Yesus menghargai aspek penting dalam pemuridan yakni semangat rela berkurban bagi-Nya. Ia berkata: “Barangsiapa mau menyelamatkan nyawanya akan kehilangan nyawanya. Tetapi barangsiapa kehilangan nyawanya demi Yesus sendiri maka ia akan memperolehnya.” (Mat 16:25). Artinya setiap pengurbanan diri kita untuk Tuhan pasti akan mendapat pahala yang indah di akhirat yakni hidup kekal. Hidup kekal berarti hidup bersama dengan Tuhan Yesus selama-lamanya. Hidup kekal berarti hidup dengan memandang kemuliaan Tuhan selamanya. Ini merupakan kerinduan yang besar dari setiap pribadi yang mengikuti Kristus.
Semangat sebagai murid Yesus adalah kesiapan diri untuk kehilangan diri demi Kristus. Kesiapan untuk melupakan diri supaya lebih leluasa melaksanakan kehendak Tuhan di dalam hidup setiap hari. Murid Yesus tidak membahagiakan dirinya sendiri tetapi membahagiakan semua orang melalui pengurbanan dirinya hari demi hari, menyerupai Yesus sendiri.
Apakah anda seorang Kristen sejati? Renungkanlah sequela Christi dan hiduplah serupa dengan Yesus. Untuk itu kita perlu mengandalkan Tuhan bukan mengandalkan diri sendiri. Semoga kerahiman-Nya sungguh menjadi nyata di dalam hidup kita.
PJSDB