Perhatikanlah sesamamu
Pada sore hari ini, seorang sahabat bertukar pikiran dengan saya. Ia merasa kecewa di tempat kerjanya karena banyak pekerjaan yang tidak selesai sesuai rencana dan target mingguan perusahaan. Ketika ia mendekati semua rekan kerjanya, mereka masing-masing memberikan alasan tertentu yang sifatnya membenarkan diri. Bahkan ada yang terang-terangan mengatakan “That is not my business” atau “Itu bukan urusanku” dan tidak mau mencampuri urusan orang lain.
Saya sendiri jujur mengatakan kepadanya bahwa saya belum memiliki pengalaman sepertinya. Namun sambil mendengar pembicaraannya, saya mengingatkannya untuk berdialog dengan mereka, memberi koreksi seperlunya hingga membuat seminar dengan mendatangkan motivator tertentu. Saya hanya bisa berteori dan mencoba meneguhkannya, karena ia tidak bersemangat.
Kita semua tahu bahwa dunia kerja memiliki warna-warni tersendiri. Ada banyak orang yang menyukai “on time” dan yang lain selalu “in time”. Ada yang berkomitmen untuk bekerja dengan tekun, sedangkan yang lainya masih gila dengan gadget, karena selalu on line pada jam kerja. Pada akhir bulan mereka menuntut honorarium penuh. Sesungguhnya orang seperti ini tidak merasa malu karena “makan gaji buta” untuk beberapa jamnya yang dipakai untuk on line. Kalau saja mereka ada hati nurani maka mereka pasti malu untuk menerima honorarium dan menolaknya.
Alfred Adler adalah seorang psikolog dari Wina. Ia pernah menulis buku: “What Life Should Mean to You”. Ia menulis di dalam bukunya seperti ini:
“Orang yang mengalami kesulitan terbesar dalam hidupnya dan paling menyulitkan orang-orang lain adalah orang yang tidak mempunyai perhatian pada orang-orang lain. Semua kegagalan manusia muncul dari orang-orang semacam itu.”
Wah, perkataan Adler ini sederhana namun memiliki makna yang mendalam bagi kita. Apakah kita salah satu orang yang dimaksud Adler? Kita seharusnya tidak seperti itu karena sebagai anak Tuhan. Let’s Change!
PJSDB