Peringatan Wafatnya St. Yohanes Pembaptis
Yer 1:17-19
Mzm 71: 1-2.3-4a.5-6ab.15ab.17
Mrk 6:17-29
Membela kebenaran itu penting dan harus
Salah satu persoalan yang sedang serius dialami oleh masyarakat dan bangsa Timor Leste adalah trend poligami dalam kalangan masyarakat sipil, bahkan terjadi di kalangan para pemimpin dan public figure. Bapak Uskup Norberto dari keuskupan Maliana pernah mengangkat persoalan ini dalam berbagai pertemuan pastoral dan pertemuan formal dengan pemerintah setempat. Realitas menunjukkan bahwa ada orang tertentu yang melakukan poligami dan poliandri, tanpa ada rasa bersalah dan malu. Ada yang memiliki dua, tiga dan empat istri atau suami. Karena ketidaktahuan mereka maka setiap hari Minggu atau kapan ada perayaan Ekaristi, mereka menerima komuni kudus. Beberapa koran lokal juga pernah mengangkat masalah yang sama untuk mengingatkan masyarakat dan bangsa Timor Leste bahwa poligami dan poliandri ini merupakan sebuah degradasi moral dan berlawanan dengan ajaran kristiani. Ini merupakan bentuk “ketegaran hati” manusia sehingga tidak ada rasa malu dan bersalah di hadapan Tuhan dan sesama.
Kritik sosial selama ini ditujukkan kepada para pemimpin supaya sedapat mungin menunjukkan teladan yang baik kepada generasi muda. Kalau saja poligami dan poliandri menjadi bagian dari hidup mereka atas nama “kemerdekaan pribadi” lalu generasi muda saat ini sudah sedang belajar hal yang salah dari generasi tua. Masalah poligami, poliandri, membuang bayi di sembarang tempat sudah menjadi berita hangat, khususnya di kota Dili.
Apa yang harus Gereja lakukan untuk menjawabi fenomena ini? Gereja lokal perlu mengambil semangat St. Yohanes pembaptis untuk mengoreksi cara hidup para pemimpin yang menunjukkan degradasi atau kemerosotan moral di hadapan masyarakat sipil. Masyarakat sipil juga harus berani bersuara untuk melawan pemimpin yang tidak bermoral sebagaimana dilakukan Yohanes Pembaptis terhadap Herodes Antipatros.
Apa yang terjadi sesungguhnya dalam kisah Injil hari ini? Yohanes Pembaptis merupakan seorang figur kharismatis. Ia mendengar berita tentang kemerosotan atau degradasi moral Raja Herodes Antipatros yang mengambil Herodias istri Herodes Filipus, yang tidak lain adalah saudara Herodes Antipatros (4SM-39M). Herodes Antipatros atau Herodes Antipas merupakan raja (tetrarki) di wilayah Galilea dan Perea, merupakann putra Herodes Agung. Herodes Antipas mulanya menikah dengan Phasaelis putri Aretas IV Philopatris dari Nabatea. Namun di kemudian hari Herodes Antipas tegar hati sehingga menceraikan istrinya ini dan mengambil Herodias, istri Herodes Filipus yang masih hubungan saudara dengan Herodes Antipas. Sebab itu Yohanes Pembaptis berani menegurnya: “Tidak halal engkau mengambil istri saudaramu” (Mrk 6: 18). Kata-kata Yohanes Pembaptis ini menimbulkan rasa malu, sakit hati dan dendam Herodias. Ia seakan hanya menunggu saat yang tepat untuk menyakiti bahkan membunuh Yohanes Pembaptis.
Di pihak Raja Herodes Antipas, ia merasa segan terhadap pribadi Yohanes Pembaptis. Ia mengenal Yohanes Pembaptis sebagai pribadi yang benar dan suci. Ia sendiri berniat melindunginya. Namun setiap kali mendengarkan Yohanes, hatinya selalu terombang-ambing, namun hatinya tetap merasa senang (Mrk 6: 20). Namun demikian, Herodes Antipas tidak konsisten dengan perasaannya terhadap Yohanes Pembaptis. Nama baik dan popularitasnya mengalahkan rasa kagumnya terhadap Yohanes Pembaptis. Di pihak Herodias, ia hidup dalam kegelisahan, penuh dengan dendam dan benci. Ia menunggu saat yang tepat untuk menghabiskan Yohanes Pembaptis. Hal ini terwujud dan menyenangkan hatinya, menjadi puas ketika melihat kepala orang yang dibencinya itu berada di atas talam. Yohanes menjadi martir karena memperjuangkan kebenaran dan keadilan. Hanya sayang sekali karena Herodes dan Herodias tidak merasa malu dan rasa bersalah di hadapan banyak orang.
Masih banyak Herodes Antipas dan Herodias di dunia masa kini. Mereka hidup bersama tanpa ada sebuah ikatan rohani yang jelas, hanya ikatan manusiawi saja. Ketika mereka merasa bosan satu sama lain, mereka bisa saja berpisah dan mencari pasangan yang baru lagi. Sebab itu tatanan sosial dan budaya berada di ambang kehancuran. Hal yang lebih menyedihkan lagi, krisis moral ini berasal dari para pemimpin yang seharusnya menjadi model segala kebaikan bagi masyarakan luas (civil society). Semoga di tahun kerahiman Allah ini, para pemimpin sadar diri untuk bertobat dan merasakan kerahiman Allah.
Dalam bacaan pertama, kita mendengar pengalaman iman nabi Yeremia. Ia melakukan tugas kenabiannya berdasarkan perintah Tuhan, seperti ini: “Baiklah engkau bersiap! Bangkitlah dan sampaikanlah kepada umat-Ku segala yang kuperintahkan kepadamu. Janganlah gentar terhadap mereka, supaya jangan Aku menggentarkan engkau di depan mereka!” (Yer 1:17). Tuhan menghendaki agar nabi-Nya memiliki keberanian tertentu. Ia berani untuk berbicara yang benar tentang kehendak Tuhan bagi manusia. Kehendak Tuhan adalah keselamatan abadi. Yeremia akan mengalami banyak penderitaan dan kemalangan, namun ia tetap berusaha untuk setia selama-lamanya.
Apa yang Tuhan lakukan bagi nabi-Nya? Tuhan berjanji untuk melindungi nabi-Nya sama seperti Ia melindungi Sion dari serangan para musuh dan lawan. Para musuh memang akan memerangi dan melawan nabi Yeremia tetapi tidak akan mengalahkannya sebab Tuhan menyertai dan melepaskan dari musuh dan lawan. Kehadiran dan penyertaan Tuhan sangat dirasakan oleh Yeremia. Kita pun ikut merasakan kehadiran Tuhan ketika berada dalam kesukaran dan bahaya tertentu. Kita berani berdoa seperti Pemazmur: “Pada-Mu, ya Tuhan, aku berlindung, jangan sekali-sekali aku mendapat malu. Lepaskan dan luputkanlah aku oleh karena keadilan-Mu, sendengkanlah telinga-Mu kepadaku dan selamatkanlah aku!” (Mzm 71:1-2).
PJSDB