Hari Minggu Biasa ke-XXIV
Kel. 32:7-11,13-14
Mzm. 51:3-4,12-13,17,19
1Tim. 1:12-17
Luk. 15:1-32 (15:1-10).
Kerahiman Allah mengalir seperti sungai
Kita semua sebagai umat Katolik di seluruh dunia sedang berjalan bersama Bapa Paus Fransiskus dalam Tahun Yubileum Kerahiman Allah. Dari pihak Bapa Paus, beliau senantiasa mengarahkan kita semua sebagai Gereja untuk memahami, mengalami, melakukan dan mewartakan kerahiman Allah di dalam hidup kita setiap hari. Di dalam Bulla Misericordiae Vultus, beliau mengingatkan kita untuk senantiasa memandang kepada Yesus Kristus yang menunjukkan wajah Kerahiman Allah bagi kita semua (MV,1). Beliau mengharapkan agar kita semua boleh merayakan dan mengalami kerahiman Allah itu sendiri (MV, 17).
Kerahiman Allah dapat mengubah hati manusia. Melalui pengalaman kasih, kerahiman Allah dapat menjadikan kita sebagai pribadi-pribadi yang penuh kerahiman di hadirat Allah yang Maharahim. Kerahiman Allah bahkan dapat bersinar keluar dalam kehidupan kita, mengilhami kita masing-masing untuk mengasihi sesama dan mengabdikan diri kita kepada karya-karya kerahiman jasmani dan rohani. Berkaitan dengan hal ini, Sri Paus mengatakan bahwa di dalam diri kaum miskin, daging Kristus “menjadi kelihatan dalam daging orang-orang yang tersiksa, orang-orang yang remuk redam, orang-orang yang terhukum, orang-orang yang kurang gizi dan orang-orang yang terasing untuk diakui, dijamah dan dirawat oleh kita” (MV,15). Dengan demikian Kerahiman Allah itu harus mengalir keluar dari dalam diri kita seperti sungai yang memberi kelegaan kepada banyak orang.
Ada banyak kegiatan di pihak kita sebagai umat Katolik di tahun kerahiman Allah ini. Bapa Suci mengharapkan supaya kita menjadi misionaris Kerahiman Allah bagi semua orang. Misionaris kerahiman Allah yang memberi perhatian istimewa terhadap “daging Kristus yang keliatan” di dalam diri orang-orang yang menderita lahir dan batin. Maka karya amal kasih menjadi salah satu pelayanan kerahiman yang bermakna bagi Gereja, yang mewartakan kerahiman Allah dan yang menerima kerahiman Allah itu sendiri. Sebab itu seluruh umat Katolik diajak untuk akrab dan bersahabat dengan Kitab Suci, mengaku dosa dengan baik dan melakukan ziarah ke tempat-tempat tertentu untuk merasakan belas kasih dan kerahiman Allah.
Ada banyak umat katolik yang hanya senang melakukan ziarah untuk melewati Porta Santa (Pintu Suci) di gereja-gereja katedral besar di Eropa dan lupa bahwa di tempat kita sendiri ada “Porta Santa” juga. Paus Fransiskus sendiri mengumumkan tahun Yubileum Kerahiman Allah dengan membuka Pintu Suci di Keuskupan Bangui di Afrika Tengah pada tanggal 29 November 2015, sebelum membuka Pintu Suci di Vatikan tanggal 8 Desember 2015 yang lalu. Tindakan simbolis Paus Fransiskus menunjukkan universalitas kerahiman Allah itu sendiri. Ia senantiasa mengalir keluar dan menyapa semua orang dari suku dan bangsa dan membaharuinya.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini mengajak kita untuk ikut merasakan aliran kasih dan kerahiman Allah yang tiada batasnya. Dalam bacaan pertama kita mendengar kisah tentang kerasnya hati manusia dalam dunia Perjanjian Lama. Ketika itu Tuhan menunjukkan belas kasih dan kerahiman-Nya untuk membebaskan bangsa Israel dari perbudakan di Mesir. Dalam peziarahan mereka selama empat puluh tahun di padang gurun, mereka selalu mengeluh, menggerutu melawan Tuhan dan hamba-hamba-Nya yakni Musa dan Harun. Ketika Musa berada di atas puncak gunung Sinai selama empat puluh hari dan empat puluh malam bersama Tuhan untuk menerima sepuluh perintah Allah, bangsa Israel rusak perilakunya dengan menyimpang dari jalan yang benar sesuai kehendak Tuhan. Mereka jatuh dalam dosa menyembah berhala dengan membuat patung lembu dari emas dan menyembahnya dan mempersembahkan kurban sambil berkata: “Hai Israel, inilah allahmu yang telah menuntun engkau keluar dari dari Mesir”.
Tuhan merencanakan murka yang besar kepada bangsa Israel yang tegar tengkuk ini. Tuhan hendak membinasakan mereka semua dan hanya Musa saja yang akan dijadikannya sebagai bangsa yang besar. Musa sangat diplomatis di hadapan Tuhan. Ia melunakan hati Tuhan dengan bertanya: “Mengapakah, Tuhan, murkamu bangkit terhadap umat-Mu yang telah Kaubawa keluar dari tanah Mesir dengan kekuatan yang besar dan dengan tangan yang kuat? Ingatlah kepada Abraham, Ishak dan Israel, hamba-hamba-Mu itu, sebab kepada mereka Engkau telah bersumpah demi diri-Mu sendiri dengan berfirman kepada mereka: Aku akan membuat keturunanmu sebanyak bintang di langit, dan seluruh negeri yang telah Kujanjikan ini akan Kuberikan kepada keturunanmu, supaya dimilikinya untuk selama-lamanya.” (Kel 32: 11.13).
Perkataan Musa ini berhasil melunakan hati Tuhan. Tuhan menyesal atas malapetaka yang dirancangkan-Nya atas umat-Nya. Melalui Musa, bangsa Israel dapat mengerti makna belas kasih dan kerahiman Allah. Dia tetaplah Allah yang Mahabaik yang tidak menghitung-hitung kesalahan manusia. Hati-Nya lunak, penuh belas kasih dan kerahiman. Ia mengampuni manusia tiada batasnya. Allah saja menyesali rancangan-Nya untuk memberikan malapetaka kepada manusia, mengapa kita sulit untuk mengampuni?
Allah menunjukkan kerahiman-Nya yang tiada batas-Nya kepada anak-anak-Nya yang hilang, tersesat dan mau kembali kepada-Nya. Ada tiga perumpamaan dalam bacaan Injil hari ini: Pertama, perumpamaan tentang seorang yang memiliki seratus ekor domba, satu ekornya hilang tinggal sembilan puluh sembilan. Gembala itu akan meninggalkan Sembilan puluh Sembilan ekor dan mencari satu yang hilang. Ketika menemukannya ia akan bersukacita. Tuhan Yesus berkata: “Demikian juga aka nada sukacita di surga karena satu orang berdosa bertobat lebih daripada sukacita sembilan puluh Sembilan orang benar yang tidak memerlukan pertobatan”. Kedua, perumpamaan tentang dirham yang hilang. Seorang wanita yang kehilangan itu akan menyapu rumah, menyalahkan pelita hingga menemukan dirhamnya itu. Ketika menemukannya ia bersukacita bersama teman-temannya. Yesus berkata: “Akan ada sukacita pada malaikat-malaikat Allah karena satu orang berdosa bertobat.”
Ketiga, perumpamaan tentang anak yang hilang. Setelah menyadari semua kelemahannya ia kembali kepada Bapanya. Ia menyesali segala perbuatannya, berniat menjadi orang upahan setelah merasakan kegelapan dosa. Ayahnya menunjukkan kebaikan hatinya dengan berlari menuju kepada anaknya, merangkul dan mencium, mengganti gaun, sepatu dan memasang cincin serta membuat sebuah pesta keluarga. Anak itu dinilai ayahnya sudah mati tetapi hidup kembali. Hal ini berbeda dengan anak sulung yang tinggal dengan ayahnya tetapi tidak tahu berterima kasih kepadanya. Ia malah bersungut-sungut melawan ayah dan membenci adiknya. Figur ayah menunjukkan sosok Allah sebagai Bapa yang mahabaik.
Ketiga perumpamaan dalam Injil ini mempertegas figur Allah yang mahabaik, panjang sabar dan besar kasih setia-Nya. Ia tidak menghitung-hitung kesalahan dan dosa kita tetapi menunjukkan pengampunan yang berlimpah. Figur Allah yang maharahim ini hendaknya menguatkan kita dan pelayanan-pelayanan yang penting bagi Gereja. Allah tetaplah sosok yang mampu mengampuni dan menerima kita semua apa adanya.
Apa yang harus kita lakukan dalam pekan ini?
Tuhan meminta kita untuk sadar diri bahwa kita ini orang berdosa dan membutuhkan kerahiman-Nya. Kita belajar dari St. Paulus dalam bacaan kedua yang merasa dirinya sebagai orang berdosa. Sebab itu ia bersyukur kepada Tuhan Yesus yang sudah menguatkannya karena kesetiaan dan pelayanannya. Paulus masih merasa dirinya sebagai orang berdosa, dia adalah seorang penghujat dan penganiaya yang ganas. Paulus sudah membuktikan bahwa Yesus datang ke dunia untuk mencari orang berdosa dan menyelamatkannya.
Paulus merasakan kesabaran Tuhan Yesus dalam hidupnya karena ia merasa diri sebagai orang yang paling berdosa tetapi dikasihi apa adanya. Ketika kita bisa membuka diri dan mengakui semua dosa dan salah kita, maka kita pun akan menikmat kasih karunia sebagaimana di kehendaki oleh Tuhan bagi kita semua. Kita akan merasakan kerahiman Allah seperti sungai yang mengalir dan memberi kehidupan kepada banyak orang. Sungai kerahiman Allah itulah yang menyelamatkan kita semua di dalam Yesus Kristus, satu-satunya Tuhan dan Juru Selamat kita.
PJSDB