Merenungkan karya jasmani kerahiman
Saya sering merayakan misa hari Minggu di Gereja Paroki Maria Auxiliadora, Comoro, Dili. Di dekat pintu masuk, terdapat dua buah bingkai bertuliskan tujuh karya jasmani kerahiman yang hendak kita lakukan sepanjang tahun kerahiman Allah. Saya mengingat seorang penulis Kristen tempo doeloe yakni Laktansius. Dia mengklasifikasi tujuh karya jasmani kerahiman ini berdasarkan kotbah Yesus tentang akhir zaman (Mat 25:35 dst) dan Kitab Tobit 1:17. Adapun ketujuh karya jasmani kerahiman itu adalah (1) memberi makan kepada orang-orang lapar, (2) memberi minum kepada orang yang haus, (3) memberi pakaian kepada orang yang telanjang, (4) menyambut orang asing, (5) mengunjungi orang sakit, (6) mengunjungi orang di penjara dan (7) menguburkan orang mati. Nah, apakah kita sudah melakukan seluruh, sebagian atau satu karya jasmani kerahiman ini? Banyak orang katolik lebih bersifat homo viator, suka berziarah melewati pintu suci dari pada melakukan tujuh perbuatan baik ini.
St. Elizabeth dari Hungaria adalah seorang janda kudus. Ia memberi dirinya juga harta kekayaannya kepada kaum miskin dan orang-orang sakit. Sebagai seorang anggota ordo ketiga santu Fransiskus, Elizabeth menunjukkan kesukaannya yang besar bagi kaum miskin. Para kudus lain seperti St. Vinsensius de Paul, St. Yohanes Bosco, St. Theresia dari Kalkuta juga berkomitmen untuk melayani kaum miskin sampai tuntas. Mereka semua telah merasakan kasih Tuhan Yesus Kristus. Dialah yang menunjukkan belas kasih Allah bagi manusia. Dialah “singa dari suku Yehuda, tunas Daud yang telah menang” (Why 5:5), yang membuka gulungan Kitab dan meterai-meterainya. Dialah yang menangisi kota Yerusalem karena belum menjadi kota damai.
Mari kita belajar dari Yesus dan para kudus untuk menghayati kerahiman Allah di dalam hidup kita.
PJSDB