Biarkan sungai cinta kasih mengalir
Saya memiliki kebiasaan untuk memeriksa buku-buku catatan para siswa untuk menambah nilai asigment sebagai komponen nilai akhir mereka. Saya sering menemukan insight tertentu dari para siswi dan siswa, dan sangat inspiratif. Misalnya, saya pernah menemukan sebuah tulisan tangan pada halaman terdepan dari buku catatan seorang siswa, bunyinya: “Aku akan membiarkan sungai cinta kasihku mengalir dalam kehidupanmu”. Mulanya saya berpikir bahwa siswa ini adalah anak remaja normal yang sedang jatuh cinta. Namun, ketika mengobservasi perilakunya di dalam dan di luar kelas, saya menemukan bahwa ia tidak sedang jatuh cinta dengan seseorang. Dia lebih banyak menyendiri, hanya memiliki teman-teman tertentu, sorotan matanya ada beban tertentu.
Dalam wawancara dengannya, saya menemukan bahwa ia memang tidak sedang jatuh cinta. Ia sedang memiliki masalah dalam relasi dengan orang tuanya. Ia merasa diperlakukan tidak adil oleh kedua orang tuanya. Mereka sadar atau tidak sadar selalu membanding-bandingkannya dengan saudara-saudaranya yang lain. Dia mengalami kekecewaan bahkan pernah berencana untuk mengakhiri hidupnya. Namun ia mengulurkan niatnya dan berusaha untuk menunjukkan jati dirinya dengan mengasihi.
Saya menemukan dalam diri siswa ini sebuah potensi spiritual yang luar biasa. Ia tidak berhenti pada rasa kecewa yang mendalam, tetapi menunjukkan kedewasaan spiritualnya dengan mengasihi. Ia membiarkan sungai cinta kasihnya mengalir dalam keluarga karena baginya hanya kasih yang mengubah segalanya. Seorang anak remaja memiliki kedewasaan iman seperti ini dapat menginspirasikan kita semua untuk tidak berhenti pada berbagai persoalan kehidupan kita, melainkan menjadikannnya sebagai peluang untuk menjadi lebih baik lagi dalam hidup pribadi maupun dalam berelasi dengan sesama.
Saya mengingat seorang tokoh spiritual dari India bernama Sathya Sai Baba. Ia pernah berkata: “Biarkan cinta mengalir sehingga cinta menyucikan dunia. Kemudian, manusia bisa hidup dalam damai, daripada kekacauan yang mereka buat di kehidupan masa lalu, dengan semua kepentingan dan ambisi dunia”.
Menjelang perayaan natal ini mari kita belajar untuk menata diri kita supaya menjadi pribadi yang lebih baik lagi sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan Yesus lahir juga dalam kehidupan keluarga dan pribadi kita. Jangan membiarkan Yesus menjadi bayi yang lemah dalam hidupmu, biarkan Dia bertumbuh menjadi dewasa dalam hidupmu. Bagi para orang tua untuk berlaku adil kepada semua anak. Anak itu pemberian Tuhan.
Saya mengakhiri permenungan ini dengan mengutip St. Yohanes dalam suratnya yang pertama: “Barangsiapa mengatakan bahwa ia ada di dalam Dia, ia wajib hidup sama seperti Kristus telah hidup” (1Yoh 2:6). Mari kita wajib hidup seperti Kristus telah hidup dengan mengaslirkan sungai kasih kepada Tuhan dan sesama.
PJSDB