Sepasang sahabat, sepasang sepatu
Permenungan saya pada akhir hari ini berjudul: “Sepasang sahabat, sepasang sepatu”. Saya terinspirasi dengan pengajaran Yesus dalam Injil tentang keutuhan perkawinan. Dikisahkan oleh Penginjil Markus bahwa Yesus berangkat dari daerah Yudea ke daerah seberang Sungai Yordan. Ia menggunakan kesempatan untuk mengajar orang-orang yang datang mengerumuni Dia. Ada di antara mereka adalah orang-orang Farisi yang mencobai Yesus dengan pertanyaan apakah diperbolehkan seorang suami menceraikan istrinya. Orang-orang Farisi berpegang teguh pada perintah Musa yang mengijinkan seorang suami untuk menceraikan istrinya dengan membuat surat cerai.
Reaksi Yesus ketika itu adalah dengan penuh ketegasan mengatakan bahwa Musa memerintahkan untuk memberi surat cerai karena ketegaran hati manusia. Hati yang tegar itu penuh dengan nuansa egois, mengandalkan kepuasan diri tanpa memikirkan pasangannya. Padahal bagi Yesus, Tuhan Allah Bapa sendiri dalam pikiran-Nya sebagai Pencipta, Ia tidak menghendaki perceraian atau pisah ranjang. Perceraian dan pisah ranjang terjadi karena ketegaran hati manusia!
Rencana Tuhan yang benar adalah bahwa pada mulanya Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan. Memang mereka berdua memiliki pribadi yang berbeda namun Tuhan menciptakan mereka sepadan, cocok, dapat menyatu untuk saling melengkapi satu sama lain. Inilah rencana Tuhan yang benar: “Sebab itu laki-laki meninggalkan ibu dan bapanya dan bersatu dengan istrinya. Keduanya menjadi satu daging. Mereka bukan lagi dua melainkan satu. Sebab itu apa yang dipersatukan Allah janganlah diceraikan manusia.” (Kej 2:24; Mrk 10:6-9).
Perkataan Yesus ini sangat jelas. Tuhan hanya memiliki satu rencana yaitu menyatukan dua pribadi yakni pria dan wanita menjadi satu daging. Jadi bukan menyatukan pria dan pria atau wanita dengan wanita, melainkan seorang pria dan wanita untuk menjadi satu daging. Persekutuan menjadi satu daging ini memiliki makna yang sangat luhur. Hanya orang beriman yang mampu memahami mister persekutuan suami dan isteri ini.
Tertulianus, seorang Bapa gereja pernah berkata: “Bagaimana harus kuluapkan perasaan ini? Sungguh aku berbahagia karena menikah dalam rengkuhan Bunda Gereja. Betapa indahnya ikatan antara dua orang beriman. Mereka membangun satu harapan, satu tujuan, saling melayani. Dua dalam satu daging. Saat daging menyatu, disitulah Roh menjadi satu”.
Pasangan suami istri adalah sepasang sahabat yang mirip dengan sepasang sepatu. Tuhan memang menciptakan laki-laki dan perempuan berbeda namun keduanya serasi dan saling menyempurnakan. Sepasang sepatu memang berbeda namun menyatu dalam satu tujuan yang sama. Inilah keunikan sepasang sepatu:
(1) Sepasang sepatu itu bentuk pasangannya tidak persis sama namun tetapi serasi. Ada banyak pasangan sepatu di tokoh sepatu namun pasangannya hanya satu.
(2) Ketika sepatu dipakai untuk berjalan, gerakan kaki kiri dan kanan berbeda namun memiliki satu tujuan yang sama.
(3) Pasangan sepatu tidak pernah menuntut untuk berganti posisi, mereka saling melengkapi satu sama lain.
(4) Sepasang sepatu itu selalu sederajat, tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah.
(5) Ketika salah satu sepatu hilang maka yang satunya tidak memiliki arti lagi.
Kepada para pasangan suami dan istri, belajarlah untuk setia selamanya, jadilah satu daging yang kudus di hadirat Tuhan.
Salam dan berkat untuk keluarga,
P. John Laba, SDB