Hari Selasa, Pekan Biasa ke-XXXIV
Dan 2:31-45
MT (Dan) 3:57-61
Luk 21:5-11
Setialah sampai mati!
Saya pernah mengikuti misa syukur kaul kekal para suster dari sebuah Tarekat. Perayaan Ekaristinya berlangsung sangat meriah, dihadiri oleh para suster, keluarga dan kerabat jubilaris serta para undangan. Saya sendiri sangat tertarik dengan tulisan pada spanduk yang ditempatkan di belakang altar, berjudul: “Setialah sampai mati!” Kalimat ini singkat, jelas dan tepat bagi seseorang yang bersedia mengatakan komitmen kasihnya sampai tuntas kepada Tuhan. Tulisan pada spanduk mengingatkan saya pada Kitab Wahyu, yang mana dikatakan: “Hendaklah engkau setia sampai mati, sabda Tuhan, dan Aku akan mengaruniakan kepadamu mahkota kehidupan” (Why 2:10c). Sambil duduk saya merenungkan dua pertanyaan ini: Apakah saya benar-benar setia dalam hidupku sebagai pelayan dan abdi Tuhan? Apakah saya mampu setia dalam hidup dan pengabdianku kepada Tuhan dan sesama sampai mati? Kedua pertanyaan ini membantu refleksi tentang hidup dan panggilan saya juga. Saya bersyukur kepada Tuhan sebab Ia selalu memberi kesempatan bagiku untuk belajar terus menjadi pribadi yang setia.
Bacaan-bacaan Kitab Suci pada hari ini membantu kita untuk belajar menjadi pribadi yang setia selamanya kepada Tuhan. Dalam bacaan Injil kita mendengar kisah tentang bagaimana beberapa orang berbicara tentang bait Allah dan mengagumi keindahannya. Bait Allah kelihatan sangat indah sebab dihiasi oleh batu-batu yang indah dan barang-barang persembahan. Mereka mengaguminya karena melihat fisiknya yang nyata dengan mata manusiawi. Tuhan Yesus mendengar ungkapan kekaguman mereka dan berkata: “Akan tiba harinya segala yang kalian lihat di situ diruntuhkan, dan tidak akan ada satu batu pun dibarkan terletak di atas batu yang lain.” Perkataan Tuhan Yesus ini sudah diungkapkan sebelumnya ketika Ia menangisi kota Yerusalem (Luk 19:43-44). Perkataan Yesus ini terbukti ketika Yerusalem berhasil dihancurkan oleh orang-orang Romawi pada tahun 70M. Kekaguman yang terbaik akan bait Allah bukan pada bangunan fisiknya yang dapat hancur atau dihancurkan melainkan bangunan spiritualnya. Setiap pribadi haruslah menunjukkan kesetiannya kepada Tuhan yang bersemayam di dalam Bait Allah.
Para murid yang hadir bersama Yesus mendengar komentar Yesus ini. Mereka lalu bertanya tentang kapan dan apa tanda-tandanya Bait Allah dihancurkan. Para murid sendiri memahami hancurnya Bait Allah dengan akhir zaman. Sebab itu mereka menanyakan kapan semua yang dikatakan Yesus ini akan terjadi. Tuhan Yesus tidak menjawab pertanyaan mereka. Ia justru mengharapkan kesetiaan para murid-Nya sampai tuntas. Sebab itu Ia berkata: “Waspadalah, jangan sampai kalian disesatkan. Sebab banyak orang akan datang dengan memakai nama-Ku dan berkata, ‘Akulah Dia’ dan ‘Saatnya sudah dekat’. Janganlah kalian mengikuti mereka.” Perkataan Yesus ini membuka wawasan kita untuk setia kepada Yesus. Orang-orang yang tidak setia kepada Yesus akan berlaku sebagai nabi palsu atau mesias palsu. Mereka mudah sekali mengklaim dirinya sebagai nabi atau mesias.
Tuhan Yesus juga mengharapkan kesetiaan para murid sampai mati, ketika di hadapan kita ada perang dan pemberontakan. Perang dan pemberontakan akan mendahului segala sesuatu namun belum menjadi kesudahan. Situasi chaos juga digambarkan oleh Yesus seperti bangsa-bangsa yang saling berlawanan, kerajaan-kerajaan saling berlawanan. Fenomena alam seperti gempa bumi yang dahsyat, penyakit sampar dan kelaparan, demikian juga ada tanda-tanda langit. Semua situasi ini menuntut kita untuk setia kepada Tuhan sampai tuntas. Ketika kita menunjukkan komitmen untuk setia kepada Tuhan maka apapun kesulitan yang dihadapi akan berhasil dengan baik.
Apakah anda dan saya dapat setia sampai mati kepada Tuhan? Pikirkanlah situasi chaos di dunia karena perang, bencana alam dan lainnya. Pada saat-saat seperti itu kita harus selalu sadar bahwa kita butuh Tuhan yang menciptakan dan membebaskan kita. Kita kembali kepada Tuhan yang melepaskan kita dari segala belenggu dan aneka penderitaan.
PJSDB