Homili 28 November 2018

Hari Rabu, Pekan Biasa ke-XXXIV
Why 15:1-4
Mzm 98:1-3.7-9
Luk 21:12-19

Saatnya kita bersaksi…

Seorang umat yang pernah menjadi katekumenku tempo doeloe mengatakan kepada saya rasa bangganya sebagai umat Katolik. Ia tidak menyesal karena belajar agama selama satu tahun, mengikuti ujian dan melengkapi aneka persyaratan lainnya sebelum menerima sakramen pembaptisan pada Hari Raya Paskah. Ia bahkan berjanji untuk siap bersaksi tentang imannya kepada Tuhan Yesus. Ia sangat aktif dalam sebuah kelompok kategorial dan memiliki banyak kesempatan untuk bersaksi di dalam kelompok melalui perbuatan amal kasih dan dalam melayani kaum papa dan miskin. Baginya hidup kristiani semakin bermakna ketika kita berusaha membaktikan diri untuk kemuliaan nama Tuhan dan keselamatan jiwa-jiwa. Sebab itu ia memaksimalkan waktunya untuk bersaksi dalam hidup dan pelayanannya. Hidup kristiani yang baik secara pribadi, dalam keluarga dan di tempat kita bekerja merupakan bentuk kesaksian hidup yang terbaik. Di tempat di mana kita bekerja selalu menjadi kesempatan untuk memberi kesaksian bahwa kita adalah milik Kristus dan Kristus adalah milik kita.

Kita mendengar kelanjutan kisah Yesus dalam Injil Lukas. Ia barusan berbicara tentang keruntuhan Bait Suci yang menjadi simbol dan kebanggaan Yerusalem, kota damai. Orang-orang hanya memandang sisi luar bangunan bait Allah saja dan mengaguminya. Mereka lupa bahwa mereka harus menjadi bait yang indah bagi Tuhan Allah. Mereka harus hidup suci dan murni di hadirat Tuhan namun yang terjadi adalah sebaliknya yakni hidup dalam dosa. Selanjutnya Tuhan Yesus mengungkapkan tanda-tanda tentang akhir zaman, hanya saja waktu yang tepatnya belum diketahui dengan pasti. Hanya Bapa di surga yang mengetahui akhir zaman.

Kali ini Tuhan Yesus membuka lagi wawasan para murid dan orang banyak. Untuk menjadi murid-Nya bukanlah merupakan hal yang mudah. Ada banyak pengalaman penderitaan dan kemalangan yang harus mereka lewati bersama sebagai tanda persekutuan mereka dengan Yesus. Ia berkata: “Akan datang harinya kalian ditangkap dan dianiaya. Karena nama-Ku, kalian akan diserahkan ke rumah-rumah ibadat, dimasukkan ke dalam penjara, dan dihadapkan juga kepada para raja-raja dan para penguasa-penguasa oleh karena nama-Ku.” (Luk 21: 12). Hal-hal ini tentu perlu diungkapkan Tuhan Yesus, bukan untuk menakut-nakuti para murid-Nya, melainkan untuk menyiapkan mereka supaya tetap mawas diri dan berjaga-jaga dalam hidupnya. Mereka harus pandai membaca tanda-tanda zaman. Ini adalah sikap sebagai murid yang tepat. Perkataan Tuhan Yesus ini mengingatkan kita akan perkataan-Nya di bukit Sabda Bahagia ini: “Berbahagialah orang yang dianiaya oleh sebab kebenaran, karena merekalah yang empunya Kerajaan Surga. Berbahagialah kamu, jika karena Aku, kamu dicela dan dianiaya, dan kepadamu difitnahkan segala yang jahat. Bersukacita dan bergembiralah sebab upahmu besar di surga, sebab demikian juga telah dianiaya nabi-nabi yang sebelum kamu.” (Mat 5: 10-12).

Tuhan Yesus mengisyaratkan tentang kemartiran diri para murid-Nya. Mereka akan mengalami ujian kesetiaan kepada-Nya, ketika mereka ditangkap, dianiaya, diserahkan kepada para pemimpin, dipenjarakan bahkan dibunuh. Semua pengalaman ini sungguh-sungguh menjadi kesempatan bagi para murid untuk memberi kesaksian bahwa mereka adalah bagian dari Kristus (Luk 21:12). Dalam situasi yang sulit ini Tuhan pasti dapat menunjukkan jalan yang tepat bagi para murid-Nya untuk memberikan kesaksian tentang kasih. Dialah yang akan memampukan para murid untuk bersaksi dan mengatakan kebenaran iman. Kita sebagai orang-orang yang dibaptis juga melewati jalan yang sama. Di saat mengalami kesulitan untuk mempertanggungjawabkan iman maka Tuhan pasti akan hadir dan meletakkan kebenaran di dalam hati dan pikiran serta lidah untuk bersaksi. Maka satu kata yang tepat adalah jangan takut tetapi percayalah kepada Tuhan. Setiap orang harus selalu teguh dalam imannya kepada Tuhan. Yesus dengan tegas mengatakan bahwa apabila kita bertahan maka kita akan memperoleh hidup.

Apakah segala penderitaan dan kemalangan yang diungkapkan di sini akan menjadi akhir dari segala-galanya? Hanya ada satu jawaban yang pasti yakni tidak! Tuhan sendiri akan memulihkan hidup kita. Ia akan membela kita di hadapan musuh dan lawan. Ia sendiri berkata: “Tidak ada sehelai pun rambut kepalamu akan hilang. Kalau kalian bertahan maka kalian akan memperoleh hidup.” Tuhan menjanjikan kemenangan dan sukacita yang besar bagi semua orang yang melewati penderitaan dan kemalangan. Yohanes dalam bacaan pertama melukiskan bagaimana orang-orang yang berdiri di tepi lautan kaca bercampur api telah mengalahkan binatang, dan patungnya serta bilangan namanya. Mereka bersukacita atas kemenangan bahkan menyanyikan nyanyian Musa, sang hamba Allah dan nyanyian Anak Domba: “Besar dan ajaib segala karya-Mu, ya Tuhan, Allah yang Mahakuasa! Adil dan benar segala tindakan-Mu, ya raja segala bangsa! Siapa yang tidak takut, ya Tuhan, dan yang tidak memulihkan nama-Mu? Sebab hanya Engkaulah yang kudus; semua bangsa akan datang dan sujud menyembah Engkau, sebab telah nyatalah kebenaran segala penghakiman.”

Hidup Kristiani bermakna ketika kita berusaha untuk menjadi saksi Kristus. Segala penderitaan dan kemalangan akan menghiasi seluruh perjalanan kita sebagai pengikut-Nya. Kita tidak selama-lamanya menangis dan merintih dalam penderitaan dan kemalangan kita sebab masih ada cahaya kebahagiaan dan sukacita yang terpancar dalam hidup baru yang kita terima dari Kristus yang bangkit dengan mulia. Kita harus berani bersaksi bahwa penderitaan dan kemalangan adalah awal dari kebahagiaan dan sukacita hidup di hadirat Tuhan dan sesama.

PJ-SDB

Leave a Reply

Leave a Reply