Persahabatan Akrab
Pada malam hari ini saya melihat kembali file-file di laptop saya. Saya menemukan dua kutipan yang bagus dan inspiratif tentang bagaimana membangun persahabatan akrab.
Kutipan pertama saya ambil dari perkataan seorang penulis berkebangsaan Inggris, namanya Charles Caleb Colton (1780-1832). Inilah perkataannya: “Persahabatan yang paling teguh terbentuk dalam keadaan sama-sama susah; seperti besi paling kuat disatukan oleh nyala api yang paling panas.” Saya mengangguk-angguk dan memberi jempol kepada beliau. Memang, ketika kita sama-sama mengalami kesusahan maka kita akan sama-sama sadar diri untuk berjuang demi kebaikan bersama. Ketika kita memiliki sense of belonging (rasa memiliki) yang kuat di dalam keluarga, komunitas, pekerjaan dan pribadi-pribadi tertentu, maka kita akan berjuang bersama-sama untuk mencapai tujuan yang sama demi kebaikan bersama pula.
Kadang-kadang kita sama-sama berada di dalam perahu yang sama, namun rasa memiliki masih terus merupakan perjuangan yang tetap ada. Mengapa demikian? Karena mungkin di antara para penumpang bukanlah sahabat yang akrab. Mereka hanya kawan dan teman saja! Andaikan mereka adalah sahabat akrab maka cerita kebersamaan pasti beda. Ada perasaan empati yang besar di antara semua penumpang. Ada prinsip susah sama-sama rasa, senang sama-sama menikmatinya. Kita butuh bukan hanya kawan dan teman tetapi sahabat akrab. Di kalah susah ia merasakan, di saat bahagia ia juga merasakannya.
Sosok kedua adalah penulis dan pelukis Lebanon-Amerika yaitu Khalil Gibran (1883-1931). Ia pernah berkata: “Jangan anggap cinta datang dari persahabatan yang lama dan hubungan akrab. Cinta adalah anak keturunan kecocokan jiwa. Dan jika kecocokan itu tidak ada, cinta tak akan pernah tumbuh, dalam hitungan tahun bahkan generasi.” Perkataan Khalil Gibran memang sangat kristiani. Tuhan Allah menciptakan manusia sesuai gambar dan rupa-Nya. Setelah menciptakan manusia pertama, Ia lalu jatuh cinta dengan ciptaan-Nya yang mulia itu. Ia melihat manusia pertama akan menjadi sempurna kalau ada orang yang siap untuk mendampinginya. Sebab itu Tuhan menciptakan Hawa, bukan untuk mencintai Adam, melainkan supaya sepadan dengan Adam. Sepadan berarti cocok satu sama lain.
Khalil Gibran benar dalam perkataannya. Cinta itu bukan berasal dari hubungan akrab saja. Itu belum cukup. Cinta adalah anak keturunan kecocokan jiwa. Kecocokan atau kesepadanan jiwa. Kecocokan membuat cinta bertumbuh hingga keabadian. Tanpa kecocokan tetapi hanya mengandalkan persahabatan saja maka cinta itu akan mudah menjadi layu. Maka para suami dan istri, kaum muda perlu memahami makna kecocokan yang membawa kepada persahabatan akrab di dalam keluarga masing-masing.
Saya mengakhiri pemaknaan persahabatan akrab dengan mengutip Thomas A Kempis. Dalam bukunya ‘De Imitatione Christi’, beliau menulis: “Apa yang dapat diberikan dunia kepada kita tanpa Yesus? Tidak bersama Yesus berarti neraka yang celaka. Sebaliknya bersama Yesus berarti Firdaus yang bahagia. Apabila Yesus bersatu dengan kita, tidak ada musuh satu pun yang merugikan kita. Barangsiapa menemukan Yesus, ia memperoleh harta yang sangat besar, lebih besar dari harta karun apapun di dunia ini. Barangsiapa siap kehilangan Yesus, ia kehilangan harta benda yang lebih besar nilainya dari pada alam semesta dan segala isinya. Sungguh miskinlah orang yang hidup tanpa Yesus. Sebaliknya, sungguh kaya rayalah orang yang hidup bersatu dengan Yesus.”
PJ-SDB