Hari Biasa Masa Natal
1Yoh. 3:7-10
Mzm. 98:1,7-8,9
Yoh. 1:35-42.
Kami telah menemukan Mesias
Masa Natal merupakan kesempatan untuk berjumpa dengan keluarga, kerabat dan sahabat kenalan. Ada suasana penuh sukacita dalam sebuah perjumpaan yang bermakna. Saya hendak membagikan pengalaman saya kepadamu. Natal dan tahun baru kali ini sangat istimewa bagiku karena setelah tiga puluh tahun saya boleh kembali merayakan natal dan tahun baru bersama keluarga. Kali ini saya bukan sebagai seorang pemuda biasa seperti lebih dari tiga puluh tahun silam, tetapi saya sebagai seorang imam yang tidak masuk lagi dalam kategori imam muda. Pada tahun ini juga saya merasakan bukan ‘White Christmas’ di kampung halamanku karena memang tidak akan terjadi. Saya justru mengalami dan merasakan ‘Brown Christmas’ atau ‘Natal Coklat’ karena kemarau panjang. Hutan di sekeliling kampungku berwarna coklat. Tepat pada tahun baru hujan mulai turun menyirami kampung halamanku, hanya tidak terjadi banjir seperti di daerah lain. Sebab itu pada hari-hari ini mulai ada perubahan warna hutan. Tadinya hutan berwarna coklat kini perlahan berubah menjadi hijau.
Saya merenungkan pengalaman-pengalaman selama masa Natal dan tahun baru ini sebagai sebuah pengalaman perjumpaan yang bermakna. Ada transformasi bermakna, laksana hutan berwarna coklat menjadi berwarna hijau. Ada juga transformasi bermakna dalam diri umat yang saya layani selama masa Natal dan tahun baru. Misalnya, umat begitu antusias berjalan kaki atau menggunakan kendaraan seadanya ke kampung atau stasi kecil untuk merayakan Natal dan tahun baru. Umat dari stasi yang besar memiliki tanggung jawab untuk menganimasi misa bersama melalui koor yang meriah. Umat dari stasi kecil menganimasi liturgi melalui petugas liturgi seperti pembaca bacaan dan mempersiapkan bahan persembahan. Ini memang sebuah kerjasama yang sangat transformatif. Setiap orang merasa bertanggungjawab dalam merayakan Natal dan tahun baru.
Terlepas dari semua yang saya sebutkan ini, ada sebuah perkataan yang saya dengar dari umat dari sebuah stasi. Ia mengatakan: “Ada umat yang tidak sempat hadir dalam perayaan misa Natal dan tahun baru karena alasan-alasan tertentu yang sifatnya sangat pribadi. Saya bersama teman-teman yang hadir dalam perayaan Ekaristi ini akan mengatakan kepada mereka: ‘Kami telah menemukan Mesias’. Semua pengalaman kegembiraan dan sukacita Natal akan kami bagikan kepada mereka semua.” Saya merasa bahagia mendengar perkataan umat yang hadir dalam perayaan Natal ini. Bagi saya ini adalah sebuah tugas missioner Gereja, dalam hal ini umat Allah yakni anda dan saya saat ini untuk membawa sukacita Natal dan tahun baru kepada sesama lain.
Mari kita belajar dari para rasul sebagaimana dikisahkan Yohanes dalam Injilnya. Yohanes Pembaptis memiliki sebuah tugas mulia untuk mengantar para muridnya supaya lebih dekat dan akrab dengan Yesus. Ia berani membiarkan para muridnya untuk mengikuti Yesus sang Anak Domba Allah yang baru dilihatnya. Ia menunjuk Yesus kepada mereka, dan mengajar mereka bahwa Yesus adalah Anak Domba Allah. Kata ‘melihat’ dalan Injil Yohanes bukan hanya sekedar melihat tetapi melihat berarti mengasihi. Maksud Yohanes Pembaptis ketika mengatakan ‘Lihatlah Anak Domba Allah’ berarti para muridnya ini harus mengasihi Yesus yang mengorbankan diri-Nya sampai tuntas dalam kasih untuk menyelamatkan manusia. Dan ini benar sekali. Para murid Yohanes datang dan tinggal bersama Yesus. Mereka bahkah mengatakan kepada teman-teman lain, sebagaimana Andreas yang berkata kepada Simon kakaknya: “Kami telah melihat Mesias”.
Perjumpaan dengan Yesus memang menjadi sebuah transformasi yang besar. Para murid Yohanes Pembaptis berubah hidupnya karena mereka kini menjadi murid Yesus sang Anak Domba Allah. Perjumpaan kita dengan Tuhan Yesus hendaknya menjadi sebuah pengalaman transformasi yang radikal. Kita berubah menjadi baru dan berusaha untuk bersaksi: “Kami telah melihat Mesias”. Perubahan itu berasal dari dalam diri kita. Jangan berharap supaya orang lain berubah mendahuluimu.
PJ-SDB