HARI KAMIS DALAM OKTAF PASKAH
Kis. 3:11-26
Mzm. 8:2a,5,6-7,8-9
Luk. 24:35-48
Berjalan bersama sang Pendamai
Mengawali homili hari, saya terinspirasi oleh perkataan Santa Theresia dari Kalkuta. Ia pernah berkata begini: “Buah keheningan adalah doa. Buah doa adalah iman. Buah iman adalah cinta. Buah cinta adalah pelayanan. Buah pelayanan adalah damai.” Saya terinspirasi karena dalam masa Paskah kita tidak hanya bergembira karena telah melewati masa prapaskah. Kita masih mengalami wabah covid-19 sehingga wajarlah untuk hening dan bertekun dalam doa sehingga badai ini cepat berlalu. Ini tentu butuh iman, cinta dan pelayanan yang baik. Dan kalau setiap orang benar-benar hidup dalam keheningan, doa, iman, kasih dan setia dalam pelayanan maka dengan sendirinya ada damai dalam hati. Damai adalah sebuah anugerah dari Tuhan secara cuma (Yoh 14:27) sehingga kita memiliki tugas untuk membawa dan membagikannya kepada sesama (Mat 5: 9). Dengan menjalani tugas perutusan ini kita akan menunjukkan diri kita sebagai anak-anak Allah yang benar. Satu hal yang perlu kita lakukan juga sebagai wujudnyata semangat paskah kita adalah membiarkan diri kita di damaikan bersama Bapa oleh Yesus Kristus yang bangkit dengan mulia, sebab Kristus adalah damai kita.
Banyak di antara kita mungkin masih mengingat sebuah kalimat dalam Madah Paskah yakni “Christus innocens Patri reconciliavit peccatores” (artinya: Kristus yang tak berdosa mendamaikan kita dengan Bapa). Tuhan Yesus tidak berdosa namun menjadikan diri-Nya sebagai pendamai antara kita sebagai manusia berdosa dengan Bapa di surga. St. Paulus pernah berkata: “Jadi kami ini adalah utusan-utusan Kristus, seakan-akan Allah menasihati kamu dengan perantaraan kami; dalam nama Kristus kami meminta kepadamu: berilah dirimu didamaikan dengan Allah.” (2Kor 5:20). Tuhan Yesus Kristus adalah damai kita (Ef 2:14). Dia memberikan damai-Nya kepada kita dan itu ternyata belum cukup. Ia sendiri menjadikan diri-Nya sebagai damai antara kita dengan Bapa di Surga. Sungguh bermartabatlah kita sebagai orang berdosa di hadapan Bapa.
Bacaan-bacaan Kitab Suci selama Oktaf Paskah ini membuka hati dan pikiran kita untuk menjalakan sebuah tugas perutusan sebagai murid sejati yakni menjadi saksi kebangkitan Kristus. St. Lukas melanjutkan kesaksiannya tentang kebangkitan Kristus di dalam Injil dan Kisah Para Rasul. Setelah Tuhan Yesus menunjukkan diri-Nya kepada Kleopas dan temannya dalam pemecahan roti di Emaus, kedua murid ini langsung kembali ke Yerusalem untuk bersaksi. Pokok kesaksian mereka adalah bahwa Yesus berjalan bersama mereka, bertukar pikiran bersama-Nya hingga hati mereka berkobar-kobar. Ada damai yang tidak dapat dilukiskan dengan Bahasa manusia kepada teman-teman yang lain. Jadi masing-masing murid menceritakan pengalaman perjumpaan mereka dengan Tuhan Yesus yang sudah bangkit dari antara orang mati. Mereka tidak hanya mengenang tetapi merasakan kebangkitan Kristus. Dalam suasana sharing pengalaman tentang perjumpaan mereka dengan Yesus yang bangkit, secara tiba-tiba Ia berdiri di tengah-tengah mereka dan memberikan damai sejahtera-Nya kepada mereka. Ia berkata: “Damai sejahtera bagi kamu”.
Kita dapat membayangkan betapa susahnya mempercayai sesuatu yang tidak dapat dipahami dengan akal budi. Pada saat itu pintu dan rumah tempat mereka berkumpul itu terkunci. Rasa takut dan trauma karena kematian Yesus Kristus masih menguasai mereka. Tiba-tiba Dia muncul dan berbicara dengan mereka. Ini menakutkan dan merupakan sebuah kejutan dan keraguan besar di mata para murid-Nya. Tuhan Yesus berusaha menenangkan mereka dengan cara-cara yang masuk akal pada level manusiawi. Ia mula-mula menunjukkan bagian-bagian tubuh seperti tangan dan kaki-Nya. Dia bahkan memakan sepotong ikan goren di depan mata mereka. Sekali lagi hati mereka girang dan berkobar-kobar sehingga tidak mampu mengungkapkan pengalaman rohani ini dengan bahasa manusiawi. Yesus juga mengulangi kembali semua hal menyangkut penggenapan isi Kitab Suci tentang diri-Nya. Ia berkata: “Mesias harus menderita dan bangkit dari antara orang mati pada hari yang ketiga, dan lagi: dalam nama-Nya berita tentang pertobatan dan pengampunan dosa harus disampaikan kepada segala bangsa, mulai dari Yerusalem.” (Luk 24:26-27).
Hal yang mirip juga dilakukan Petrus dan Yohanes. Mereka tampil di depan publik Yerusalem untuk bersaksi tentang kebangkitan Yesus Kristus. Hal yang sudah mereka lakukan adalah dalam nama Yesus mereka menyembuhkan seorang yang lumpuh. Ini memang mengherankan sebab si lumpuh yang juga berprofesi sebagai pengemis itu sudah menjadi orang normal. Petrus menggunakan kesempatan berharga ini untuk menjelaskan peristiwa Yesus. Dalil utamanya adalah peristiwa penyembuhan orang lumpuh bukan karena kuasa Petrus dan Yohanes melainkan kuasa Yesus yang sudah dimuliakan Allah nenek moyang mereka. Kepercayaan kepada nama Yesus menyelamatkan manusia yang berdosa. Yesus adalah Pemimpin kepada hidup. Ia telah dibunuh namun Allah telah membangkitkan Dia dari antara orang mati. Petrus dengan tegas mengatakan bahwa dirinya dan teman-temannya adalah saksi.
Petrus sangat bijaksana dalam memberi kesaksian dan mewartakan kebangkitan Kristus. Ia memilih kata-kata yang tidak banyak menyinggung perasaan orang-orang di Yerusalem. Sebab itu ia mengatakan: “Hai saudara-saudara, aku tahu bahwa kamu telah berbuat demikian karena ketidaktahuan, sama seperti semua pemimpin kamu. Tetapi dengan jalan demikian Allah telah menggenapi apa yang telah difirmankan-Nya dahulu dengan perantaraan nabi-nabi-Nya, yaitu bahwa Mesias yang diutus-Nya harus menderita.” (Kis 3:17-18). Perkataan Petrus ini membangkitan sebuah semangat baru yaitu pertobatan. Mereka sadar diri sebagai orang berdosa dan kembali mencintai Yesus Kristus. Ini benar-benar merupakan jalan yang benar menuju kepada Tuhan.
Pada hari ini Tuhan menyapa dan mengajak kita supaya bersedia menjadi saksi kebangkitan-Nya. Ia berkata: “Kamu adalah saksi dari semuanya ini.” (Luk 24:48). Kita menjadi saksi kebangkitan Kristus masa kini butuh keberanian dan ketulusan hati. Ada orang katolik yang mau bersaksi tetapi ada mau-maunya di belakang. Ada orang katolik yang bermental bekicot sehingga sulit bersaksi. Sekali lagi butuh keberanian untuk bersaksi. Tuhan juga menyapa kita dan mengajak kita untuk membawa damai. Damai adalah anugerah maka gratis. Damai itu indah dan harus tetap diperjuangkan. Damai paskah itu melebihi segalanya sebab Tuhan Yesus telah menebus kita dengan darah-Nya. St. Petrus berkata: “Sebab kamu tahu, bahwa kamu telah ditebus dari cara hidupmu yang sia-sia yang kamu warisi dari nenek moyangmu itu bukan dengan barang yang fana, bukan pula dengan perak atau emas, melainkan dengan darah yang mahal, yaitu darah Kristus yang sama seperti darah anak domba yang tak bernoda dan tak bercacat.” (1Ptr 1:18-19). Bawalah damai Paskah kepada saudari dan saudaramu di masa covid-19 yang mencekam ini. Berjalanlah bersama sang Pendamai.
PJ-SDB