Homili 23 Juli 2020

Hari Kamis, Pekan Biasa ke-XVI
Yer. 2:1-3,7-8,12-13
Mzm. 36:6-7ab,8-9,10-11
Mat. 13:10-17

Keterbukaan hati kepada Tuhan

Saya pernah berbicara dengan Pater Direktur Spiritualku tentang perkembangan kehidupan rohaniku. Setelah selesai berbicara, beliau mengatakan kepada saya begini: “Kita akan semakin bertumbuh dalam kehidupan rohani kalau kita terbuka dan membukan hati kepada Tuhan serta membiarkan Dia membimbing kita sesuai dengan kehendak ilahi-Nya”. Hanya ini saja nasihatnya kepadaku. Saya merasa heran karena saya membutuhkan nasihatnya yang lebih banyak bukan hanya dalam waktu kurang dari tiga puluh detik ini. Pada saat kembali ke rumah saya merenungkan semua perkataan Pater Direktur Spiritual ini. Dia sudah mengenal saya secara rohani dan saya merasa yakin bahwa dia mengetahui kehidupan rohaniku. Sebab itu apa yang dikatakannya kepadaku patutlah saya merenungkan dan melakukannya di dalam hidupku sebagai seorang gembala umat. Saya duduk dan memikirkan kualitas keterbukaan saya kepada Tuhan dalam hidup doa pribadi dan komunitas, dalam karya pelayanan saya sebagai gembala, dan dalam hidup saya di dalam komunitas. Dan saya sampai pada kata sepakat dengan Pater Direktur Spiritual yang mengingatkan saya untuk dapat terbuka kepada Tuhan.

Mengapa keterbukaan hati kepada Tuhan itu perlu? Saya menemukan bahwa dalam dialog bersama Tuhan saya masih belum terbuka seratus persen. Memang Tuhan sudah mengetahui segala sesuatu tentang diri saya tetapi saya harus rendah hati untuk mengatakannya dengan jujur kepada Tuhan. Doa yang menuntunku adalah dari Kitab Mazmur: “Selidikilah aku, ya Allah, dan kenallah hatiku, ujilah aku dan kenallah pikiran-pikiranku.” (Mzm 139:23). Keterbukaan kepada Tuhan merupakan sikap batin di mana Tuhan hadir dan membimbing serta mendampingi kita. Kita membiarkan Tuhan menyelidiki batin kita karena Dia sendiri yang mengenal hati kita secara mendalam dan juga segala pikiran kita hanya Dia sendirilah yang tahu. Keterbukaan kepada Tuhan membantu kita untuk mengalami Allah secara nyata dalam hidup kita.

Pada hari ini kita mendengar dialog penuh kasih antara Yesus dan para murid-Nya. Ketika itu oara murid begitu heran sebab mereka mengalami sendiri bagaimana Yesus mengajar banyak orang dengan memakai perumpamaan tertentu. Misalanya Yesus barusan mengatakan perumpamaan tentang penabur dan menjelaskannya kepada mereka. Ternyata penjelasan Yesus tentang perumpamaan sang Penabur ini belum memuaskan hati mereka. Sebab itu mereka bertanya kepada Yesus: “Mengapa Engkau berkata-kata kepada mereka dalam perumpamaan?” (Mat 13:10). Yesus memandang mereka dengan penuh kasih dan mengajarkan mereka dengan perkataan ini: “Kepadamu diberi karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga, tetapi kepada mereka tidak.”(Mat 13:11). Para murid adalah orang-orang kecil yang dipanggil dan dipilih Tuhan untuk menjadi mitra kerja-Nya.

Sebelumnya Yesus berkata: “Aku bersyukur kepada-Mu, Bapa, Tuhan langit dan bumi, karena semuanya itu Engkau sembunyikan bagi orang bijak dan orang pandai, tetapi Engkau nyatakan kepada orang kecil. Ya Bapa, itulah yang berkenan kepada-Mu.”(Mat 11:25-26). Mereka menerima karunia untuk mengetahui rahasia Kerajaan Sorga sebab mereka adalah pilihan Tuhan, orang-orang kecil yang akan menjadi besar. Para murid Yesus sudah terbuka kepada Allah maka layaklah mereka untuk mendengar perkataan Yesus seadanya saja. Mereka sudah mempunyai pengenalan akan Sabda Yesus sehingga ditambahkan atau diberi lagi oleh Yesus. Hal ini menjadi berbeda dengan banyak orang lain yang tidak mempunyai sehingga apapun yang ada pada mereka diambil juga. Orang-orang yang tidak terbuka pada Allah memiliki ciri khas ini: “Sekalipun melihat, mereka tidak melihat dan sekalipun mendengar, mereka tidak mendengar dan tidak mengerti.” (Mat 13:13).

Tuhan Yesus memberi peneguhan kepada para murid-Nya, mereka adalah orang kecil yang layak hidupnya di hadirat Tuhan dengan berkata: “Tetapi berbahagialah matamu karena melihat dan telingamu karena mendengar. Sebab Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya banyak nabi dan orang benar ingin melihat apa yang kamu lihat, tetapi tidak melihatnya, dan ingin mendengar apa yang kamu dengar, tetapi tidak mendengarnya.” (Mat 13:16-17). Para murid mendengar semua perkataan Yesus dan melihat semua tanda-tanda yang tidak semua orang mengalaminya, bahkan banyak nabi dan orang benar pun tidak berkesempatan untuk mendengar dan melihat Tuhan.

Dalam bacaan pertama, kita berjumpa dengan Yerusalem yang benar-benar menutup dirinya terhadap kasih dan kebaikan Tuhan. Sebab itu Tuhan mengutus nabi Yeremia untuk mengingatkannya akan ketertutupan hati penduduknya. Tuhan sudah berbuat baik kepada mereka tetapi mereka tidak menyadarinya. Mereka sebenarnya istimewa sekali di mata Tuhan tetapi mereka masa bodoh dengan kasih dan kebaikan Tuhan. Diumpamakan seperti ketika Israel masih muda masih bisa mengasihi, mengikuti Tuhan di padang gurun. Yerusalem benar-benar kota damai dan kudus bagi Tuhan. Tuhan membawa mereka ke tanah yang subur dan kudus tetapi mereka mencemarkan, menajiskannya. Mereka memiliki banyak berhala. Para imam bahkan lupa akan Tuhan dan tidak lagi bertanya ‘di manakah Tuhan?’ Para ahli hukum tidak mengenal Tuhan, para gembala bersifat durhaka. Para nabi berdosa karena bernubuat demi Baal. Nabi Yeremia bersaksi: “Tertegunlah atas hal itu, hai langit, menggigil dan gemetarlah dengan sangat, demikianlah firman Tuhan. Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.” (Yer 2:12-13).

Gambaran Yerusalem dalam bacaan ini adalah gambaran kita saat ini juga. Kita mudah lupa pada kasih dan kebaikan Tuhan sehingga menutup diri. Kita berpikir dapat mengatasi persoalan hidup dengan diri kita sendiri. Padahal bukanlah seperti itu. Kita tetap membutuhkan pertolongan dari Tuhan. Apa untungnya kita berdosa dengan melakukan kejahatan kepada Tuhan? Mengapa kita menutup diri dan meninggalkan Tuhan begitu saja? Di saat baik kita lupa Tuhan, di saat ada masalah kehidupan kita baru dekat dengan Tuhan.

Pada hari ini Tuhan membuka pikiran kita supaya bersyukur selalu atas rahmat pembaptisan. Ini adalah saat pertama kita mengalami pengudusan. Kita perlu menyadari bahwa Sakramen Pembaptisan membarui hidup kita dan memampukan kita untuk semakin terbuka kepada Allah, setia mendengar perkataan dan melakukannya di dalam hidup kita. Apakah anda mau membuka hatimu kepada Tuhan dalam doa dan ucapan syukurmu?

PJ-SDB