Manusia itu sangat bernilai!
Saya pernah mengunjungi sebuah keluarga yang memiliki seorang anak cacat. Seorang anak berusia dua setengah tahun lumpuh total sehingga menjadi perhatian ekstra dari keluarga. Saya memperhatikan kedua orang tua dan anaku sulung yang sudah berusia sekitar tujuh tahun itu bergantian menjaganya. Orang tuanya bercerita bahwa mereka selalu membawaanya ke Gereja dan tidak merasa sungkan untuk meminta berkat dari Romo yang mereka jumpai. Mereka juga memperkenalkan anaknya yang murah senyum itu kepada sesama umat dan memohon doa untuk penyembuhannya. Saya pernah mendengar perkataan orang tua anak ini kepada saya: “Romo, anak kami lumpuh dan kami baru mengetahuinya setelah berkonsultasi dengan dokter. Pada mulanya kami protes kepada Tuhan dan saling mempersalahkan satu sama lain sebagai suami dan istri. Namun kami berdoa dan berpasrah kepada Tuhan, hingga akhirnya kami menyadari bahwa kami sendiri tidak pernah menghendaki supaya memiliki anak yang lahir seperti ini, demikian juga anak kami ini tidak pernah menghendaki supaya ia lahir demikian. Dia adalah hadiah, dia adalah berkat bagi kami dan Tuhan tidak pernah menutup saluran berkat-Nya bagi kami. Tuhan memberikan masalah dan tidak pernah lupa solusinya. Dia adalah manusia sangat bernilai bagi kami.” Saya selalu mengingat perkataan sekaligus kesaksian kedua orang tua anak ini.
Banyak kali orang yang tidak pernah mengalami keadaan anak-anak seperti ini merasa biasa-biasa atau lebih jelek adalah ketika mereka menertawakan keluarga yang memiliki anak cacat atau autis. Padahal para orang tua harus mengambil keputusan yang tepat apakah mau memiliki anak lagi atau cukup satu anak yang ada dan memperhatikannya seumur hidup, dengan seribu satu risiko yang mereka hadapi. Kita butuh persaaan empati kepada keluarga-keluarga yang memiliki pengalaman serupa. Tentu harus dikatakan bahwa bukan musibah tetap berkat yang membahagiakan. Mengapa demikian? Sebab anak adalah berkat, apapun dan siapapun dia tetaplah berkat dan buah cinta. Maka nilai hidupnya harus tetap diperhatikan. Bahwa dia manusia maka tetaplah mencintainya sampai tuntas.
Pada hari ini saya sangat terkesan dengan sosok Tuhan Yesus. Dia menunjukkan perhatian-Nya kepada nilai luhur manusia. Penginjil Lukas mengisahkan bahwa setelah Yesus keluar dari Sinagoga di Kapernaun, Ia diminta untuk singgah di rumah Simon supaya menolong ibu mertuanya yang sedang sakit demam. Pada waktu itu Yesus masuk ke dalam rumah, berdiri di sisinya, lalu menghardik demamnya. Penyakit demam itu meninggalkan wanita itu. Tuhan Yesus memiliki kekuatan untuk mengalahkan, melumpuhkan sakit penyakit. Demam yang ganas saja menyerah dan meninggalkan ibu mertua Petrus. Pikirkanlah saat kita sakit demam, bukan hanya suhu tubuh tetap semua makanan tidak enak. Tuhan menghardik, marah besar kepada demam dan demam hingga meninggalkan dan membebaskan wanita itu. Tuhan Yesus melihat keluhuran hidup manusia, ibu mertua yang mungkin sudah memasuki usia senja. Tuhan Yesus melayani tanpa memilih-milih usia orang yang dilayani-Nya.
Sikap Tuhan Yesus ini merupakan koreksi besar kepada kita semua. Banyak kali kita melayani dengan memilihi mana yang kita sukai dan tidak. Kita melayani karena terpaksa melayani. Banyak orang tua, opa dan oma yang tidak dilayani dengan baik. Kalau Yesus menghardik demam dan demam hilang, anak-anak dan cucu zaman now menghardik orang tua, opa dan oma supaya cepat lewat. Emosi karena perilaku orang tua, opa dan oma adalah manusiawi tetap menghardik dan membentak itu seharusnya tidak perlu. Pandanglah Yesus yang melihat keluhuran hidup manusia sebagai manusia.
Mari kita peduli kepada sesama yang menderita karena mereka manusia. Tuhan memberkati kita semua.
P. John Laba, SDB