Food For Thought: Seharusnya mengapresiasi perbuatan baik

Bahagia dengan kebaikan sesama!

Apakah anda merasa bahagia karena orang lain berbuat baik? Atau anda lebih suka iri hati karena orang lain bisa berbuat baik? Banyak di antara kita mungkin pernah mengalami kedua-duanya, yang lain mungkin hanya salah satunya.Tetapi lebih banyak orang memiliki kecenderungan untuk iri hati karena sesama lain berbuat baik. Masih ada orang yang seperti ini, yang ada di sekitar kita dan mungkin juga diri kita sendiri. Persoalannya adalah siapa yang care dengan situasi ini? Siapakah yang berani mengoreksi orang-orang yang memiliki kekhususan seperti ini? Sepertinya sangat sulit bagi orang untuk berubah, ketika dia sudah terbiasa demikian.

Pada hari ini kita berjumpa dengan dua sosok yang luar biasa. Pertama, Tuhan Yesus dalam Injil membuat sebuah mukjizat pada hari Sabat dengan menyembuhkan seorang yang sakit mati sebelah tangan kanannya. Ia meminta kepada orang yang mati sebelah tangan untuk mengulurkan tangannya dan saat itu juga tangannya sembuh. Ini adalah sebuah perbuatan baik yang mestinya diapresiasi. Tetapi apa yang terjadi saat itu? Para ahli Taurat dan orang-orang Farisi menunjukkan sikap-sikap mereka seperti ini: Legalis yang kaku dan lupa pada kasih dan keadilan, kebiasaan ‘mengamat-amati, kalau-kalau’, marah yang meluap-luap, berunding untuk melakukan sesuatu bagi Yesus. Sikap-sikap seperti ini selalu ada di dalam diri kita saat menyaksikan orang lain berbuat baik. Kita juga punya hobi untuk mengamat-amati kalau-kalau sesama kita berbuat baik. Kita dihadapkan pada dua pilihan yakni untuk tetap berbuat baik atau berhenti berbuat baik. Berbuat baik lalu diapresiasi atau dicemooh.

Kedua, St. Paulus. Kita butuh perubahan. Kita butuh orang yang siap untuk memberi koreksi persaudaraan mana kala kita jatuh ke dalam dosa. St. Paulus pernah menegur jemaat di Korintus karena perbuatan cabul yang terjadi, bahkan dengan orang tua sendiri. Ia dengan tegas mengecam sikap jahat ini sebab bagi dia, bahkan orang yang tidak mengenal Allah tidak melakukannya. Hanya sayang sekali karena orang-orang ini malah bangga karena berbuat dosa. Orang yang sudah terbiasa melakukan dosa yang sama maka mereka tidak merasa bersalah. Padahal terang-terangan mereka melakukannya. Bahkan orang di sekitar juga melindunginya.

Pada hari ini kita butuh perubahan radikal dengan mengapresiasi kebaikan sesama dan mawas diri untuk tidak mengulangi dosa yang sama.

Tuhan memberkatimu,

PJ-SDB