Homili 18 September 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXIV
1Kor 15:12-20
Mzm 17:6-7.8b.15
Luk 8:1-3

Menyertai dan melayani Yesus

Saya pernah mengikuti perayaan syukur 40 tahun hidup membiara dari seorang suster dari sebuah tarekat. Perayaan Ekaristi berjalan dengan meriah. Semua umat yang hadir merasakan kemeriahannya karena benar-benar dipersiapkan dengan baik. Beliau memberikan sebuah sambutan yang inspiratif dengan mengatakan kepada kami semua yang hadir, sebuah kesaksian hidup pribadinya yang sangat meneguhkan. Inilah kesaksiannya: “Saya senantiasa bersyukur kepada Tuhan karena selama empat puluh tahun hidup membiara ini, Tuhan Yesus selalu menyertai dan melayani saya. Dia tidak pernah mengeluh karena lelah dalam melayani dan menyertai saya. Justru saya sendiri yang selalu mengeluh dalam menyertai dan melayani Dia dalam kerasulan, padahal tidak seberapa penyertaan dan pelayananku dibandingkan dengan-Nya. Namun pada hari ini saya membaharui diri saya untuk kesekian kalinya supaya saya tetap setia menyertai dan melayani Dia lagi sebab Dia juga tidak pernah berhenti menyertai dan melayani saya. Saya akan memberikan diri untuk selama-lamanya bagi Dia.” Bagi saya ini adalah sebuah pengalaman pribadi yang juga dirasakan oleh semua orang yang mengabdikan diri seutuhnya bagi Tuhan.

Banyak kali para pelayan atau abdi Tuhan berpikir bahwa mereka lebih menyertai dan melayani Tuhan. Sebenarnya ketika kita baru berpikir untuk menyertai dan melayani Tuhan, Dia ternyata sudah lebih dahulu melakukannya dalam hidup kita. Kita sebenarnya selalu terlambat dalam melayani dan menyertai-Nya, hanya kita yang tidak menyadarinya. Kita tidak hanya terlambat tetapi kita juga selalu membuat perhitungan tentang berapa yang sudah kita lakukan bagi Tuhan di dalam Gereja. Ada yang suka menghitung berapa kolekte yang sudah disumbangkan ke Gereja, ada yang menghitung berapa mater lain yang sudah diberikannya kepada Gereja. Begitulah hidup kita di hadirat Tuhan. Kita memang menyertai dan melayani-Nya namun selalu disertai dengan kelemahan-kelemahan yang kita miliki.

Pada hari ini saya merasa sangat diteguhkan oleh Tuhan Yesus. Ia berkeliling dan berbuat baik dari kota ke kota dan dari desa ke desa untuk memberitakan Injil Kerajaan Allah. Tuhan Yesus tidak melakukannya seorang diri. Ia membutuhkan manusia untuk menjadi rekan kerja dan rekan seperjalanan. Maka ada keduabelas murid yang menyertai perjalanan-Nya dan ada juga para wanita yang mengikuti Dia dari dekat untuk melayani-Nya sebagai tanda syukur yang mendalam karena kasih dan kebaikan yang sudah mereka alami dari Tuhan Yesus sendiri. Para wanita itu pernah sakit dan dikuasai oleh roh-roh jahat namun Tuhan menjamah dan menyembuhkan mereka. Penginjil Lukas mencatat nama-nama mereka yakni: Maria yang berasal dari kampung Magdala di Galilea. Tuhan Yesus pernah mengusir tujuh setan yang merasukinya. Para wanita lain adalah Yohan, Istri Khuza, bendahara Herodes, Susana dan masih banyak lagi yang menyertai dan melayani Yesus dan para murid-Nya dengan harta kekayaan yang mereka miliki. Mereka tidak membuat perhitungan apapun dengan Yesus.

Menyertai dan melayani Yesus dalam hidup kita memang benar-benar membutuhkan ketulusan hati. Supaya kita dapat menyertai dan melayani Tuhan dengan sukacita maka harus memiliki semangat rela berkorban, tidak merasa takut untuk menjadi miskin, siap untuk menderita demi iman kepada Kristus. Gereja sepanjang sejara sudah melakukannya sehingga sesulit apapun situasinya, Tuhan tetap memulihkannya. Tuhan sudah menyertai dan melayani kita maka kita tak perlu pelit dalam menyertai dan melayani Tuhan melalui sesama kita.

Di masa pandemi covid-19 ini, kita selalu menemukan Yesus yang hadir dalam diri saudara-saudari yang sangat membutuhkan. Pada saat ini saya menjadi moderator Pelayanan Belas kasih Allah santu Leopold. Kami selalu mengadakan pertemuan rutin setiap hari Selasa untuk komunitas Lippo Utara dan Hari Rabu untuk Komunitas Citra garden. Para anggota persekutuan adalah orang-orang sederhana, namun mereka memiliki semangat yang tinggi untuk berbagi lima potong roti dan dua ekor ikan kepada sesama yang sangat membutuhkan di masa pandemi ini. Prinsipnya sederhana, kita sebagai orang miskin harus berani untuk melayani sesama yang miskin. Kita berusaha untuk melupakan diri kita dan memajukan pelayanan belas kasih Allah kepada mereka yang lemah dan miskin. Gerakan lima potong roti dan dua ekor ikan ini memang menarik perhatian karena menjadi tanda empati kepada sesama yang menderita.

Santu Paulus dalam bacaan pertama selalu memberi insipirasi yang bagus. Ia tidak hanya memberi kesaksian tentang kebangkitan Kristus, Ia juga menggambarkan situasi iman kita apabila pewartaannya tentang kebangkitan Kristus tidak terbukti. Pada saat itu masih banyak orang yang meragukan kebangkitan Kristus sesuai pewartaan Paulus. Paulus dengan tegas mengatakan bahwa kalau tidak ada kebangkitan orang mati maka Kristus juga tidak dibangkitkan.Kalau memang demikian maka semua pewartaan Paulus dan rekan-rekannya menjadi sia-sia saja dan sia-sia juga apa yang sudah mereka percaya sebagai jawaban pasti akan pewartaan Paulus. Kalau demikian maka orang-orang Korintus juga masih hidup dalam dosa mereka. Namun Paulus dengan tegas mengatakan bahwa Kristus telah bangkit dan menjadi sulung dari anatara orag-orang yang sudah meninggal dunia.

Kita menyertai dan melayani Tuhan untuk memberi diri kita seutuhnya seperti para rasul. Mereka tidak menyesal karena meninggalkan segalanya untuk mengikuti Yesus sampai tuntas. Semua karena kasih dari Tuhan yang mereka alami. Kita juga mengalami kasih Tuhan, penyertaan dan pelayanan Tuhan dalam hidup kita. Mari kita menyertai dan melayani Tuhan dengan sukacita.

PJ-SDB