Homili 23 Oktober 2020

Hari Jumat, Pekan Biasa ke-XXIX
Ef. 4:1-6
Mzm. 24:1-2,3-4ab,5-6
Luk. 12:54-59

Hidup sepadan dengan panggilan

Saya selalu mengenang homili sekaligus nasihat seorang Uskup ketika menahbiskan para imam baru dari sebuah tarekat. Ia mengatakan: “Cita-cita seorang calon imam bukan tercapai pada saat dia ditahbiskan menjadi imam. Cita-citanya menjadi imam itu tetaplah masih dalam taraf perjuangan karena ia harus berusaha untuk mewujudkan cita-citanya itu menjadi sempurna. Maka cita-cita menjadi imam tercapai pada saat dia meninggal sebagai imam, masuk ke dalam peti jenazah dengan gaun kebesaran sebagai imam dan di batu nisan tertulis namanya sebagai imam. Untuk bisa mencapai cita-cita sebagai imam hingga ke liang kubur ini maka seorang imam perlu sadar diri bahwa hidupnya harus sepadan dengan panggilannya.” Kami semua yang mendengar homili ini terdiam sejenak dan merenung, terutama bahwa hidup pribadi harus sepadan dengan panggilan menjadi imam. Perkataan Uskup ini sangat sederhana tetapi bermakna apabila direnungkan lebih mendalam lagi. Saya merasa yakin bahwa bukan hanya para imam, biarawan dan biarawati yang berusaha supaya hidupnya sepadan dengan panggilannya. Para suami dan istri, orang-orang muda, remaja dan anak-anak juga harus berusaha supaya hidup sepadan dengan panggilan hidupnya.

Pada hari ini kita mendengar kelanjutan surat Santu Paulus kepada jemaat di Efesus. Kali ini Paulus membagikan pengalaman pribadinya sebagai orang yang dipenjarakan karena Kristus dan Injil-Nya, dan ia berharap agar jemaat di Korintus berusaha supaya hidup sepadan dengan panggilan mereka. Ia berkata: “Sebab itu aku menasihatkan kamu, aku, orang yang dipenjarakan karena Tuhan, supaya hidupmu sebagai orang-orang yang telah dipanggil berpadanan dengan panggilan itu.” (Ef 4:1). Pengurbanan atau salib bagi Paulus membuahkan hasil yang indah yakni kesepadanan jemaat di Efesus dengan panggilan hidup Kristiani.

Apa yang harus dilakukan supaya jemaat di Efesus hidup sepadan dengan panggilannya? Paulus memberi jalan yang tepat dan terungkap dalam nasihat-nasihat berikut ini: “Hendaklah kamu selalu rendah hati, lemah lembut, dan sabar. Tunjukkanlah kasihmu dalam hal saling membantu. Dan berusahalah memelihara kesatuan Roh oleh ikatan damai sejahtera: satu tubuh, dan satu Roh, sebagaimana kamu telah dipanggil kepada satu pengharapan yang terkandung dalam panggilanmu, satu Tuhan, satu iman, satu baptisan, satu Allah dan Bapa dari semua, Allah yang di atas semua dan oleh semua dan di dalam semua.” (Ef 4:2-6). Semua yang dikatakan Paulus ini menjadi pedoman yang penting untuk bisa menjadi sepadan dengan panggilan hidup kristiani. Perhatikan nilai-nilai penting yang menunjukkan kesepadanan dalam panggilan seperti kebajikan kerendahan hati. St. Bernardus pernah mengatakan bahwa Kerendahan hati merupakan induk dari kebajikan-kebajikan kristiani.

Thomas A. Kempis, menulis dalam bukunya “Imitatio Christi”: “Orang rendah hati dilindungi oleh Tuhan dan diberi kebebasan, orang rendah hati dicintai dan dihibur; kepada orang rendah hati Tuhan berkenan, orang rendah hati dilimpahi dengan rahmat, dan setelah mengalami kesesakan, diangkat kepada kemuliaan. Orang rendah hati, meskipun dipermalukan, tetap di dalam damai, karena ia berdiri di medan Tuhan dan bukan di medan manusia. Jangan menganggap dirimu sudah maju, kalau kamu belum merasa lebih rendah dari semuanya.”

Hal lain yang disampaikan St. Paulus adalah menjadi pribadi yang memiliki hati lemah lembut. Hati yang lemah lembut ditandai oleh sikap-sikap ini: tidak bisa tahan ketika mendengar kata-kata yang kasar, gampang sakit kalau melihat orang lain menderita, berkeinginan untuk menolong semua orang yang menderita, tidak bisa marah, hanya memendam rasa kesal dalam hati dan sangat peka dengan lingkungan di sekitarnya. Apakah anda memiliki hati yang lembut? Coba perhatikan hal-hal yang saya sebutkan di atas, manakah yang masuk dalam pengalamanmu? Hal lain lagi adalah menjadi pribadi yang sabar. Menjadi orang sabar itu tidaklah mudah. Ada saja titik-titik kesulitannya yang memancing kita untuk tidak sabar. Tuhan mengajar kita untuk menjadi pribadi yang panjang sabar dalam hidup kita. Demikian juga hal-hal lain yang disampaikan Paulus supaya kita bertumbuh sebagai pribadi yang sepadan dengan panggilan hidup kita.

Dalam bacaan Injil hari ini Tuhan Yesus mengharapkan supaya kita pandai membaca tanda-tanda zaman supaya tetap sepadan dengan panggilan kita. Tanda-tanda zaman itu sesuai dengan situasi perubahan alam semesta. Inilah contoh-contoh nyata perkataan Yesus: “Apabila kamu melihat awan naik di sebelah barat, segera kamu berkata: Akan datang hujan, dan hal itu memang terjadi. Dan apabila kamu melihat angin selatan bertiup, kamu berkata: Hari akan panas terik, dan hal itu memang terjadi.”(Luk 12:54-55). Yesus mengatakan bahwa manusia dapat mengobservasi kejadian alam dan memang terbukti, hanya saja manusia tidak pandai menilai zaman atau membaca tanda-tanda zaman. Orang juga harus memiliki kemampuan untuk membuat rencana yang tepat bagi hidupnya. Dengan kata lain, supaya hidup itu sepadan dengan panggilan maka sangat diperlukan rencana hidup pribadi yang jelas.

Pada hari ini Tuhan menghendaki agar kita hidup sesuai dengan kehendak Tuhan. Tuhan menghendaki agar kita memperoleh keselamatan. Dengan kata lain, Tuhan menghendaki agar kita mewujudkan panggilan kita sesuai dengan kehendak Allah bukan kehendak kita sendiri.

P. John Laba, SDB