Peringatan wajib St. Karolus Borromeus
Flp. 2:12-18
Mzm. 27:1,4,13-14
Luk. 14:25-33
Lectio:
Pada suatu kali banyak orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya. Sambil berpaling Ia berkata kepada mereka: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Sebab siapakah di antara kamu yang kalau mau mendirikan sebuah menara tidak duduk dahulu membuat anggaran biayanya, kalau-kalau cukup uangnya untuk menyelesaikan pekerjaan itu? Supaya jikalau ia sudah meletakkan dasarnya dan tidak dapat menyelesaikannya, jangan-jangan semua orang yang melihatnya, mengejek dia, sambil berkata: Orang itu mulai mendirikan, tetapi ia tidak sanggup menyelesaikannya. Atau, raja manakah yang kalau mau pergi berperang melawan raja lain tidak duduk dahulu untuk mempertimbangkan, apakah dengan sepuluh ribu orang ia sanggup menghadapi lawan yang mendatanginya dengan dua puluh ribu orang? Jikalau tidak, ia akan mengirim utusan selama musuh itu masih jauh untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian. Demikian pulalah tiap-tiap orang di antara kamu, yang tidak melepaskan dirinya dari segala miliknya, tidak dapat menjadi murid-Ku.
Demikianlah Injil Tuhan kita
Terpujilah Kristus.
Renungan:
Mengikuti Yesus Sampai Tuntas!
Pada hari ini, Seluruh Gereja Katolik mengenang St. Karolus Boromeus. Orang kudus ini dilahirkan di istana Rocca d’Arona, di tepi danau Maggiore, Italia pada tanggal 2 Oktober 1538. Karolus berdarah bangsawan, merupakan putera kedua dari enam bersaudara. Ayahnya bernama Giberto Berromeo, merupakan seorang yang saleh dan berbakat, ibunya, Marghareta de’Medici, merupakan saudari Paus Pius IV (1846-1878). Karolus Boromeus nantinya menjadi Kardinal dan Uskup Agung di kota Milano Italia Utara. Dari seluruh kisah kehidupan dan karyanya, Karolus kelihatan sudah ditentukan Tuhan sejak lahirnya untuk menjadi pelayan Allah bagi kemajuan Gereja-Nya. Selama hidupnya, beliau dikenal sebagai sosok yang bermatiraga, tekun dalam doa, sederhana, memiliki cinta kasih serta perhatian istimewa bagi kaum miskin dan orang-orang sakit.
Mengapa Karolus Bormeus bersikap demikian? Paus Emeritus Benediktus XVI pernah mengatakan bahwa cinta kasih yang dimiliki St. Karolus tak dapat dilepaskan dari relasinya yang dipenuhi cinta mendalam terhadap Yesus Kristus. Sri Paus mengatakan: “Karolus Boromeus mengkontemplasikan dalam misteri suci Ekaristi dan Salib, menghormatinya dalam persatuan erat dengan misteri Gereja. Ekaristi dan Dia yang Tersalib membenamkan Karolus dalam kasih Kristus dan hal ini mengubah serta mengobarkan semangatnya sepanjang hidupnya, memenuhi malamnya yang dihabiskan dalam doa, mendorong setiap tindakannya, mengilhami Liturgi Agung yang ia rayakan bersama umat dan menyentuh hatinya secara mendalam sehingga ia kerap kali tergerak hingga menangis.”
Sosok St. Karolus Boromeus menginspirasi kita untuk memahami pesan Injil tentang semangat sebagai murid untuk mengikuti Yesus sampai tuntas. Penginjil Lukas bersaksi bahwa pada suatu ketika Yesus ‘berpaling’ kepada banyak orang yang oleh Lukas disebutnya sebagai murid-murid Yesus, sambil berkata: “Jikalau seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudaranya laki-laki atau perempuan, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku. Barangsiapa tidak memikul salibnya dan mengikut Aku, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.” (Luk 14:26-27).
Sepintas banyak di antara kita tentu merasa kaget karena seolah-olah Yesus mengajar kita untuk melanggar perintah Allah yang keempat dengan ‘membenci’ orang tua, pasangan hidup, anak-anak dan saudara-saudara. Ini merupakan ungkapan yang sifatnya paradoksal. Maksud Yesus adalah Ia memberikan kondisi yang radikal bagi kita untuk mengikuti-Nya sampai tuntas. Kondisi yang radikal itu berkaitan dengan pemisahan dengan sanak keluarga bahkan nyawa sendiri untuk mengikuti Yesus. Hal kedua yang diungkapkan sebagai syarat untuk mengikuti Yesus adalah kerelaan untuk memikul salib. Yesus berada di depan dan kita mengikuti-Nya dari dekat. Di sini ada tiga kondisi yang menjadi syarat penting untuk mengikuti Yesus dari dekat yakni berani melepaskan diri atau meninggalkan keluarga supaya lebih fokus pada Yesus (ayat 26), siap memikul salib dan mengikuti Yesus dari dekat (ayat 27) dan memiliki sikap lepas bebas yakni berani melepaskan diri dari harta miliknya (ayat 33).
St. Karolus Boromeus benar-benar menunjuk jalan kepada kita untuk mengikuti Yesus dari dekat dalam tindakan nyata yakni memiliki sikap lepas bebas untuk mengikuti Yesus dari dekat dengan memperhatikan kaum miskin dan orang-orang sakit. Maka saya mau mengakhiri renungan ini dengan sekali lagi mengutip kesan Paus Emeritus Benediktus XVI tentang orang kudus ini: “Kasih mendorong Karolus Boromeus mengosongkan isi rumahnya dan meninggalkan segala kekayaannya untuk memenuhi kebutuhan mereka yang membutuhkan, menopang mereka yang lapar, untuk memberikan pakaian dan meringankan beban orang sakit. Ia mendirikan institusi yang bertujuan untuk memberi pertolongan sosial dan membantu mereka yang membutuhkan; tetapi kasihnya bagi orang miskin dan menderita bersinar dalam cara yang luar biasa selama wabah tahun 1576, ketika Uskup Agung suci ini memilih untuk tinggal di tengah umatnya untuk menyemangati mereka, melayani dan membela mereka dengan senjata doa, silih, dan kasih.” Inilah model mengikuti Yesus sampai tuntas.
Doa: Tuhan Yesus, kami berterima kasih kepada-Mu karena Engkau juga memanggil kami untuk mengikuti-Mu dari dekat. Semoga kami dapat memiliki sikap lepas bebas dan berani memikul salib untuk mengikuti-Mu. St. Karolus Boromeus doakan kami ntuk menjadi pengikut Kristus sejati. Amen.
PJ-SDB