Semangat sang gembala baik
Ada orang tertentu yang mudah puas dengan keadaan yang ada. Ini kiranya kalimat yang juga sering dialamatkan kepada orang-orang yang tidak mau berubah. Kalaupun ada perubahan maka mereka akan takut untuk keluar dari zona nyaman yang mereka miliki. Apakah itu berarti mereka hebat? Jawabannya adalah tidak! Orang hebat itu harus berani melawan arus. Kita tahu bahwa ikan kalau dia berenang ikut arus lautan maka ia akan mudah mati di lautan. Kalau dia berenang melawan arus maka ia akan bertahan hidup.
Pada hari ini saya merasa sangat diteguhkan oleh sikap Yesus sebagai Gembala Baik. Gembala Baik senantiasa beda dengan gembala-gembala lainnya. Pikirkanlah, dia memiliki seratus ekor domba, lalu ada satu yang tersesat di padang gurun. Apa yang harus dilakukannya? Sang Gembala baik akan rela meninggalkan 99 ekor, pergi mencari satu yang tersesat sampau menemukannya, lalu membawanya kembali ke rumah dengan sukacita. Hal yang sama terjadi pada seorang wanita yang memiliki sepuluh dirham. Kalau saja ada satu yang hilan maka dia akan mencari sampai menemukannya. Hatinya penuh sukacita karena menemukan satu dirham yang hilang
Bagaimana situasi yang sebenarnya pada manusia? Manusia mudah puas dengan apa yang ada. Misalnya, kalau ada seratus ekor domba miliknya dan ada satu saja yang hilang maka ia akan tetap memperhatikan sembilan puluh sembilan dan membiarkan satu yang hilang. Baginya satu tidak bermakna apa-apa. Hal yang sama terjadi pada wanita yang kehilangan satu dirham. Ia akan masa bodoh karena masih memiliki sembilan dirham yang lain. Bagi saya, situasi saat ini menunjukkan ‘kita bangetz’. Ternyata sifat gembala baik dari Yesus berbeda dengan kita. Sifat kegembalaan kita masih melihat mana yang menguntungkan dan mana yang tidak menguntungkan diri kita. Kalau yang menguntungkan maka mereka adalah sahabat. Kalau mereka yang tidak menguntungkan dianggap musuh. Ada prinsip suka dan tidak suka dalam hidup bersama.
Apa yang seharusnya kita lakukan?
Pertama, Paus Fransiskus mengatakan bahwa para gembala supaya berbau domba. Para gembala tidak hanya berbau domba tetapi juga memiliki hati untuk penuh belas kasih kepada sesama yang lain. Pada saat ini memang sangat sulit untuk menemukan gembala berbau domba. Ada gembala yang pasang tarif, ada gembala yang lebih mementingkan keluarga dari pada gereja yang dilayaninya. Ada gembala yang hidupnya tidak seperti yang diinginkan Gereja.
Kedua, semangat gembala baik memang harus menjadi landasan kuat bagi pertumbuhan Gereja lokal. Gembala baik harus berani meninggalkan sembilan puluh sembilan supaya lebih kreatif dalam melayani satu yang tersesat untu diselamatkan. Satu dirham yang hilang tidak harus diremehkan tetapi dicari sampai tempat. Tuhan akan memberi yang dibutuhkan bukan yang disukai. Apa yang disukai kadang menjadi beban dalam hidup kita. Apakah kita berani meninggalkan status quo dan mencari tantangan baru supaya hidup kita lebih bermakna.
Tuhan memberkati kita semua.
PJ-SDB